Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian filariasis di Papua Barat tahun 2015. Metodologi penelitian: menggunakan studi case control dengan data primer. Besar sampel sebanyak 565 responden. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Mei 2015 di Papua Barat. Penduduk di Papua Barat yang berusia 13-50 tahun dan telah diperiksa antigenaemia filariasis dipilih sebagai populasi studi. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan software SPSS 13 untuk menganalisis chi-square pada uji bivariat, menganalisis komponen: p-value; OR; 95% CI, dan uji multivariat dengan regresi logistik model prediksi. Hasil: Sampel terdiri dari 113 sebagai kasus dan 452 kontrol. Kemudian kelompok kasus dan kontrol tersebut dihubungkan dengan faktor-faktor risiko. Terdapat hubungan yang bermakna pada faktor sosiodemografi pada variabel suku (Suku asli OR=7,4; 95% CI 3,347-16,239); faktor lingkungan fisik pada variabel pembagian wilayah urban-rural (rural OR=8,1; 95%CI 4,839-13,468), topografi rawa (OR=5,4; 95%CI 3,058-9,377), dan topografi lain (kebun/bukit OR=4,6; 95%CI 2,980-7,162); faktor perilaku pada variabel membiarkan nyamuk saat keluar malam (tidak membiarkan OR=2,4; 95%CI 1,443-3,965), memakai baju panjang saat tidur (tidak memakai OR=4,1; 95% CI 1,454-11,512), dan memakai selimut saat tidur (tidak memakai OR=5,7; 95%CI 1,761-18,583); faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan pada variabel jarak rumah-puskesmas (≥ 1 km OR=3,3; 95%CI 2,108-5,090). Pada faktor lingkungan biologi dan pengetahuan, tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik. Faktor risiko dominan adalah variabel pembagian wilayah urban-rural (rural OR=6,3; 95%CI 3,659- 10,615) dan jarak rumah-puskesmas (≥ 1 km OR=2,2; 95%CI 1,343-3,575). Simpulan: faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan pada variabel pembagian wilayah urban-rural merupakan faktor risiko paling dominan yang mempengaruhi kejadian filariasis di Papua Barat. Saran: Masyarakat rural Provinsi Papua Barat perlu lebih diperhatikan dalam hal sosialisasi tentang dampak filariasis sehingga dapat melakukan pencegahan; Mengalokasikan sumber daya lebih banyak untuk masyarakat rural; Melakukan pemetaan filariasis dan evaluasi POPM lebih banyak pada masyarakat rural; dan Memberdayakan masyarakat yang berjarak ≥ 1 km dengan puskesmas dalam mendukung program filariasis pada POPM dan tatalaksana kasus. Kata kunci: filariasis, faktor risiko, case control, Papua Barat.