Abstrak
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia(HAM) mengamanatkan bahwa hak atas perlindungan diri, rasa aman, dan perlindungandari ancaman adalah hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab Negara.Keadaan Negara Indonesia yang strategis menimbulkan berbagai jenis ancaman yangberimplikasi pada pertahanan negara. Ancaman menjadi dasar utama penyusunan desainsistem pertahanan negara baik yang bersifat aktual maupun potensial. Permen Pertahanan(Permenhan) Nomor 19 tahun 2015 membagi ancaman menjadi tiga jenis berdasarkanbentuk dan jangka waktunya, yaitu ancaman militer, nonmiliter, dan ancaman hibrida.
Keberlangsungan eksistensi NKRI saat ini dan di masa yang akan datang, akan sangatdipengaruhi oleh perkembangan ancaman yang majemuk, termasuk ancaman hibrida,yang salah satu manifestasinya adalah kemungkinan penggunaan agen biologis sebagaisenjata biologis dalam bioterorisme. Saat ini bioterorisme masih dipandang sebelah matakarena dianggap belum terjadi di Indonesia. Sehingga belum ada payung hukum yangjelas terkait bioterorisme. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metodepenelitian kualitatif. Teknik pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa peneliti ingin mendapatkan informasi mendalam mengenai kesiapan Komponen Pertahanan Negara Republik Indonesiamenghadapi ancaman bioterorisme, didukung oleh pandangan pakar (expert judgement) dan penelusuran dokumen sebagai upaya menjaga validitas data.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan adanya berbagai faktor hambatan dalam proses implementasipermenhan di lingkungan pelaksana kebijakan, salah satunya yaitu belum mendapatkansosialisasi secara langsung berupa penjelasan mengenai pokok-pokok kebijakanPermenhan Nomor 19 tahun 2015. Akibatnya, tujuan utama pengintegrasian seluruhpower komponen utama dan pendukung menjadi tidak tercapai dengan baik. Bentuk koordinasi antara Kemhan RI, TNI, dengan kementerian atau lembaga lain dalam penanggulangan ancaman bioterorisme belum ditetapkan dalam suatu roadmap yangjelas, karena masih ada hambatan dalam hal komunikasi, koordinasi, dan sinkronisasilintas sektor. Langkah yang perlu dilakukan adalah membuat suatu roadmap di bawahpayung hukum yang jelas agar seluruh komponen pertahanan negara siap menghadapiancaman bioterorisme.

Republic of Indonesia Law Number 28 regarding Basic Human Rights (Hak AsasiManusia, HAM) states that rights to personal protection, a feeling of safety, andprotection from threats is a basic human right that should be provided by the country.Indonesian contextual circumstances pose various potential threats to the safety of thecountry. These threats are the primary cause for developing a good defense system in thecountry that is able to tackle real and potential threats. Defense Ministry RegulationNumber 19 year 2015 classifies threats into three based on the type and duration,including military threats, non-military threats, and hybrid threats.
Continuous existenceof NKRI into the future is greatly affected by the development of multiple threats,including hybrid threats. One possibility is the use of biological agents as weapons inbioterrorism. Currently, bioterrorism does not receive adequate attention, owing to thefact that it has not occurred in Indonesia. Therefore, there is no defined law with regardsto bioterrorism. This is a qualitative analytic study. Informants were chosen using apurposive approach. It was done under the consideration that detailed informationregarding readiness of the National Defense Component of Republic of Indonesia in theface of bioterrorism threats is crucial. Data collected from informants is supported byexpert judgment for triangulation purpose.
The results show that there are obstacles in theimplementation of the Ministry of Defense regulations in the environment on the Ministryof Defense. These include direct socialization of the primary policies of Regulation of theMinistry of Defense Number 19 Year 2015 has yet to be conducted. Hence, the primaryaim of integrating the entire primary and supporting strength components are not wellachieved. Coordination between the Ministry of Defense, the national guard, with theministry or other organizations in overcoming the threat of bioterrorism have yet to bedefined in a clear roadmap as there are obstacles in communication, coordination, andsynchronization between sectors. The next step is to determine the urgency ofbioterrorism, to form a consideration across sectors regarding the importance of formingregulations to encompass overcoming bioterrorism in Indonesia.