Abstrak
Kebijakan pemerintah Republik Indonesia mengenai Keselamatan Pasien dituangkan dalamIUndang-UndangInomor 44Itahun 2009Itentang RumahISakit, khususnyaIpasal 43. Kemudianudijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Kebijakan ini menjadi dasar kewajiban pelaksanaan Keselamatan Pasien bagi rumah sakit. Rumah sakit jiwa mempunyai keunikannya sendiri dibandingkan dengan rumah sakit umum, termasuk dalam ranah Keselamatan Pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang berperan dalam kurang standarnya Keselamatan Pasien ditinjau dari perspektif implementasi kebijakan. Penelitianiini adalahipenelitian kualitatifidengan desainideskriptif yangidilaksanakan di RSJDeSungai BangkongeProvinsi KalimantaneBarat. 9 orangeinforman terlibatedalam penelitianfini. Pengumpulanfdata dilakukanfdenganfobservasi, telaahfdokumen, diikuti wawancaraimendalam danikemudian dilakukanianalisis dataikualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan 3 kelompok besar dalam kinerja penyelenggaraan keselamatan pasien belum terlaksana optimal. Telah ada produk kebijakan keselamatan pasien berupa keputusan direktur untuk pembentukan Sub Komite Keselamatan Pasien sebagai bagian dari Komite PMKP, namun hanya 1 dari 7 tugas Sub Komite Keselamatan Pasien yang telah dilaksanakan. Untuk ketersediaan sumber daya, terdapat kekurangan SDM keperawatan dan keamanan, serta belum adanya SOP dan panduan lainnya yang mengatur penyelenggaraan keselamatan pasien. Telah ada struktur organisasi yang relatif baik dalam bentuk Sub Komite Keselamatan Pasien. Kekurangan yang ditemukan dalam komponen kewenangan adalah belum adanya petugas Penggerak Keselamatan Pasien, serta adanya sikap menyalahkan individu dalam penerapan pelaporan IKP. Pada komponen fasilitas masih terdapat banyak kekurangan pada sumber daya penunjang, antara lain belum lengkapnya fasilitas fisik penunjang keselamatan dasar, tidak terdapat ruangan khusus dan fasilitas pendukung untuk administrasi, kurangnya pemanfaatan kemajuan teknologi, khususnya pada alat physical restraint dan sistem informasi untuk pendataan IKP yang baik. Dari komponen komunikasi terdapat kekurangan terutama pada jalur transmisi yang digunakan, yaitu kurangnya koordinasi dan sosialisasi yang terencana kepada para pelaksana pelayanan. Pada komponen pelatihan ditemukan standar pendidikan belum dipenuhi oleh RSJDSB untuk seluruh petugasnya. Tidak ada kebijakan insentif untuk petugas pelaksana dalam Penyelenggaraan Keselamatan Pasien. Secara keseluruhan implementasi kebijakan keselamatan pasien di RSJDSB tahun 2019 disimpulkan belum optimal sehingga diperlukan upaya perbaikan dan peningkatan pada ketersediaan sumber daya dan pelaksanaan program penyelenggaraan keselamatan pasien.