Abstrak
Rasio angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tinggi. Keluarga Berencana (KB) berkontribusi secara langsung terhadap penurunan rasio angka kematian ibu. Namun, kebutuhan KB yang tidak terpenuhi dan angka penggunaan kontrasepsi cara modern di Indonesia masih stagnan. Belum ada definisi dan pengukuran baku mengenai partisipasi laki-laki dalam KB. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tren partisipasi laki-laki dalam KB di Indonesia pada tahun 2007, 2012 dan 2017 dengan alasannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian potong lintang berdasarkan data pasangan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, 2012 dan 2017. Subyek penelitian adalah pasangan (suami dan istri) yang berhasil diwawancarai dalam SDKI namun mereka menyatakan bahwa istrinya tidak sedang hamil dan menyatakan tidak ingin memiliki anak. Jumlah subyek penelitian sebesar 4.661 pasangan pada tahun 2007, 4.553 pasangan pada tahun 2012 dan 5.117 pasangan pada tahun 2017. Variabel bebas pada penelitian ini adalah sumber informasi KB yang diterima oleh suami baik melalui tenaga kesehatan, tenaga penyuluh KB atau media. Variabel terikat pada penelitian ini adalah partisipasi laki-laki dalam keluarga berencana yang diukur berdasarkan hasil analisis faktor dari pengetahuan suami mengenai kontrasepsi, sikap suami mengenai KB, sikap suami mengenai kontrasepsi, komunikasi pasangan mengenai KB, pengambil keputusan mengenai kontrasepsi, dan penggunaan kontrasepsi. Variabel kontrol adalah karakteristik sosial demografi pasangan. Analisis menggunakan analisis satu arah (one- way) dan analisis varians ganda (multiway Analysis of Variance-ANOVA). Dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi secara langsung antara suami dengan tenaga kesehatan dan tenaga penyuluh KB berhubungan secara signifikan dengan partisipasi laki-laki dalam KB. Suami yang mendapat informasi KB dari tenaga penyuluh KB memiliki skor partisipasi yang baik daripada suami yang mendapat informasi dari tenaga kesehatan. Media tidak berhubungan secara signifikan dengan partisipasi laki-laki dalam KB. Disarankan tenaga penyuluh KB maupun tenaga kesehatan memberikan informasi KB secara langsung kepada suami dengan pendekatan yang sensitif jender.
Indonesia faces huge challenges for reducing maternal mortality ratio. Family planning has direct contribution for reducing maternal mortality ratio. Nevertheless, the unmet need for family planning and contraceptive prevalence rate for modern methods remains stagnan. No universal measurement of male engagement in FP. Hence, the objective of this research is to analyze various factors associated with low male engagement in family planning in Indonesia during 2007, 2012 and 2017. This cross-sectional study utilized a quantitative approach based on couple- matched data from 2007, 2012 and 2017 Indonesian Demographic and Health Surveys (IDHS). Research subjects were couples (husbands and wives) who had successfully interviewed by the IDHS but they declared that their wives were not pregnant and they were not want any child. The numbers of research subjects were 4.661 couples in 2007, 4.553 couples in 2012 and 5.117 couples in 2017. The independent variable of this study was source of family planning information received by husbands, either through health workers, family planning field workers or the media (television, radio, newspaper/magazine). This study conducted a factor analysis for reducing a set of complex variables in terms of male engagement in family planning, as the dependent variable of this study, measured by husband's knowledge on contraception, husband's attitude about family planning, husband's attitude about contraception, inter-spousal communication regarding family planning, contraceptive decision-maker, and contraceptive use. The control variable was the socio-demographic characteristics of couples. This research utilized one-way and multi-way Analysis of Variance (ANOVA). The conclusion that family planning field workers and health workers revealed significant association to male engagement into FP. Husbands who received FP information from family planning field worker had higher score of male engagement of FP than husbands who received information from health workers. Media has no correlation with male engagement into FP. Hence, it is recommended that family planning field worker and health workers provide face-to-face counselling of FP to husbands with gender sensitive approach