Abstrak
Kanker serviks menempati urutan keempat di dunia. Menurut WHO, kasus baru kankerserviks tahun 2018 sebanyak 570.000 dengan angka kematian sebanyak 311.000. DiIndonesia, berdasarkan data Globocan tahun 2018, kasus baru kanker serviks sebanyak32.469 menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Angka kematian kanker serviksdi Indonesia mencapai 18.279 per tahun. Salah satu faktor yang membuat tingginya angkakejadian kanker serviks dikarenakan terlambatnya penemuan kasus kanker serviks. 70%kasus kanker serviks yang ditemui di rumah sakit berada pada stadium lanjut sehinggaangka kematian kanker serviks menjadi tinggi. Skrining kanker serviks bertujuanmengurangi angka kejadian dan angka kematian kanker serviks. Jika kanker serviksterdeteksi sejak awal tahap pra kanker, maka dapat diberikan tindak lanjut pengobatansehingga tidak berkembang menjadi kanker serviks. Namun, kenyataannya cakupanskrining kanker serviks masih rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaranpengetahuan, sikap, dan hambatan terkait dengan perilaku pemanfaatan skrining kankerserviks. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.Pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Informan penelitian terdiri dari 5 orangyang sudah pernah skrining kanker serviks dan 5 orang yang belum pernah skrining kankerserviks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan yang pernah skrining kankerserviks memiliki pengetahuan yang lebih baik, sebagian besar informan memiliki sikappositif terhadap skrining kanker serviks. Ketakutan merupakan faktor yang menjadihambatan melakukan skrining kanker serviks. Alasan informan tidak melakukan skriningkanker serviks karena takut, tidak ada gejala, dan kurangnya informasi. Hampir semuainforman yang pernah melakukan skrining kanker serviks karena motivasi diri sendiri.Pengetahuan yang baik, sikap yang positif, serta tidak adaya hambatan memungkinkaninforman untuk melakukan skrining kanker serviks.Kata kunci:Kanker serviks, kematian, skrining kanker serviks
Cervical cancer ranks fourth in the world. According to WHO, new cases of cervicalcancer in 2018 were 570,000 with a death rate of 311,000. In Indonesia, based onGlobocan data in 2018, 32,469 new cases of cervical cancer rank second after breastcancer. Cervical cancer mortality rate in Indonesia reaches 18,279 per year. One of thefactors that make the high incidence of cervical cancer is due to the late discovery ofcervical cancer cases. 70% of cervical cancer cases found in hospital are at an advancedstage so that the cervical cancer mortality rate is high. Cervical cancer screening aims toreduce the incidence and mortality rate of cervical cancer. If cervical cancer is detectedearly in the pre-cancer stage, follow-up treatment can be given so that it does not developinto cervical cancer. However, the reality is that cervical cancer screening coverage is stilllow. The purpose of this study was to describe the knowledge, attitudes, and barriersassociated with cervical cancer screening behavior. This study uses a qualitative methodwith a case study approach. Data collection through indepth interviews. The researchinformants consisted of 5 people who had been screened for cervical cancer and 5 peoplewho had never been screened for cervical cancer. The results showed that the informantswho had cervical cancer screening had better knowledge, most of the informants had apositive attitude towards cervical cancer screening. Fear is a factor that hinders cervicalcancer screening. The reason the informants did not do cervical cancer screening wasbecause of fear, no symptoms, and lack of information. Almost all informants who hadcervical cancer screening were self-motivated. Good knowledge, a positive attitude, and noobstacles allowed the informants to do cervical cancer screening.Key words:Cervical cancer, mortality, cervical cancer screening.