Abstrak
Latar Belakang. Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak akhir tahun 2019 telah menginfeksi puluhan juta orang di di dunia, termasuk di Indonesia. Tes pemeriksaan PCR sebagai tes standar untuk diagnosis merupakan salah satu upaya pencegahan sekunder penting untuk mencegah penyebaran penyakit, mengetahui besar masalah dan pengambilan keputusan segera untuk upaya pencegahan selanjutnya. Adanya jeda waku yang panjang untuk menunda pemeriksaan diagnosis PCR ini berpotensi menimbulkan penyebaran virus yang lebih luas dan kemungkinan kesalahan diagnosis. Metode Penelitian. Penelitian dilakukan dengan Sumber data Rekam Medis pasien rawat inap COVID-19 tahun 2020 di Rumah Sakit Universitas Indonesia dengan pendekatan cross sectional. Total sampling dilakukan dengan menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil. Dari 254 subjek penelitian, laki-laki lebih banyak (55.1%). Panjang jeda waktu diagnosis di luar fasilitas peayanan kesehatan median 6 hari, di fasilitas pelayanan kesehatan 1 hari, dan total 7 hari. Jumlah pasien terlambat di luar fasilitas pelayanan ksesehatan lebih banyak dibandingn dengan terlambat di dalam fasilitas pelayanan kesehatan (80.7% vs. 5.7%). Dari uji chi-square, faktor yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis yaitu jenis kelamin (p=0.013), umur (p=<0.01), status perkawinan (p=0.021), pendidikan (p=0.024), riwayat kontak (p=0.031), dan gejala (p=0.003). Kesimpulan. Ada hubungan antara keterlambatan diagnosis COVID-19 dengan beberapa faktor demografi dan faktor penyakit pasien.