Abstrak
Penelitian ini membahas rumusan kebijakan asuransi kesehatan tambahan (AKT) untuk peserta program JKN di Indonesia. Program JKN menjamin pelayanan yang komprehensif untuk pesertanya sesuai kebutuhan atau indikasi medis (need), namun masih ada masyarakat yang menginginkan peningkatan dari pelayanan yang dijamin program JKN. Prinsip Program JKN sosial dan ekuitas, sedangkan prinsip AKT pasar dan keuntungan. Disertasi ini bertujuan membuat Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) Peserta JKN untuk menjembatani kedua prinsip tersebut. Pendekatan pada penelitian adalah kuantitatif dan kualitatif. Uji regresi logistik berganda dan multinomial menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2019-2021) dilakukan untuk mengatahui determinan yang berhubungan dengan kepemilikan dan pemanfaatan asuransi kesehatan tambahan. Analisis kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) kepada stakeholder yang berkaitan dengan perumusan kebijakan AKT. Variabel analisis kepemilikan AKT dengan Odd Ratio paling tinggi adalah pengeluaran selain makanan per kapita per bulan diatas rata-rata UMP nasional (rata-tara OR per tahun=4,34). Pemanfaatan kombinasi AKT dan JKN paling sedikit (rawat jalan=9,6%; rawat inap=4,3%); AKT paling banyak (rawat jalan=37,7%; rawat inap=56,5%), dan masih ada yang membayar sendiri atau OOP (rawat jalan=24%; rawat inap=7%). Terjadi tren kenaikan terhadap permintaan naik kelas rawat inap dengan rata-rata setiap tahun 509,75% (2019-2022). Melalui wawancara mendalam dengan peserta individu dan FGD bersama pemberi kerja, perusahaan AKT dan yayasan kesehatan pekerja ditemukan bahwa AKT lebih cenderung digunakan dibandingkan program JKN saat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Informan menjadi peserta program JKN karena mandatory dari Negara. Pemberi kerja dan AKT berharap pemanfaatan program JKN dapat lebih optimal, sehingga iurannya sepadan dengan manfaat yang didapatkan. Kebijakan AKT peserta JKN yang dirumuskan pada penelitian ini mengatur terkait (1) manfaat yang didorong untuk menjadi produk AKT yaitu top up dan melarang menduplikat pelayanan yang dijamin program JKN, (2) target peserta AKT adalah peserta aktif program JKN yang menginginkan peningkatan pelayanan; (3) ketentuan premi AKT memper-timbangkan status kepesertaan program JKN; dan (4) metode pembayaran AKT ke provider kesehatan menggunakan metode prospekfit; (5) ketentuan badan usaha yang dapat menjual AKT diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan.
This study discusses the policy of supplementary commercial health insurance (AKT) for Indonesia National Health Insurance Program (JKN) members. The JKN program covered comprehensive services for its participants according to their needs or medical indications, but there are still people who want an top up the services covered by the JKN program. The principle of the JKN program is social and equity, while the AKT principle is market and profit. This study aims to recommend the policy of supplementary health insurance for JKN members to bridge both principles. The approach to research is both quantitative and qualitative. This study using multiple and multinomial logistic regression to see the assocation of determinant variables and supplementary heath insurance ownership and utilization using data from the National Socioeconomic Survey (2019-2021) Qualitative analysis was carried out using in-depth interviews and focus group discussions (FGD) with stakeholders related to AKT policy.The highest Odd Ratio of AKT ownership analysis is per capita non-food expenditure per month above the national Province salary average (average OR per year = 4.34). The least use of the combination of AKT and JKN (outpatient=9.6%; inpatient=4.3%); Most AKT (outpatient = 37.7%; inpatient = 56.5%), and there are still those who pay their own or OOP (outpatient = 24%; inpatient = 7%). There is an increasing trend of demand for top up the inpatient ward with an annual average of 509.75% (2019-2022). Through in-depth interviews with individual member and FGDs with employers, AKT companies and workers' health foundations found that AKT is more likely to be used than the JKN program when accessing health care facilities. Informants registered as the JKN program member because it is mandatory program from the State. Employers and AKT companies hope that the utilization of the JKN program can be more optimal, so that the contributions are worth it’s benefits. This study proposed policy to regulate (1) the AKT mandatory benefits of AKT is the top up of JKN benefits and the prohibit AKT from duplicating benefits that covered by the JKN program, (2) the market of AKT are active JKN program member who want to improve benefits that already covered by JKN program; (3) the AKT premium must take into account JKN program membership status; (4) AKT using procpective payment method to health providers; (5) the term and condition for business entities to sell AKT are regulated by the Financial Services Authority.