Abstrak
Kondisi temperatur pesisir Jakarta yang terus meningkat akibat dampak dari perubahan iklim akan mempengaruhi penularan dan perkembangan penyakit, termasuk Tuberkulosis Paru. Kota Administrasi Jakarta Timur memiliki jumlah kasus TB Paru tertinggi di Provinsi DKI Jakarta dan terus mengalami kenaikan kasus. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi untuk menganalisis hubungan signifikan antara faktor mikro iklim dengan insiden TB Paru BTA (+). Hasil uji korelasi menunjukan adanya hubungan antara temperatur udara (lag 1: r= 0,1,93; lag 2: r= 0,289), kecepatan angin (lag 1: r= -0,139) dan curah hujan (lag 2: r= -0,173) dengan insiden TB Paru. Hasil analisis per bulan dan per tahun menunjukan hubungan antara faktor mikro iklim dengan insiden TB Paru BTA (+) pada periode musim basah. Faktor variabilitas mikro iklim dapat menggambarkan 0,8% dari insiden TB Paru BTA (+) yang sebenarnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan searah antara temperatur udara, kecepatan angin, tekanan udara dan curah hujan tinggi terhadap insiden TB Paru. Sementara itu curah hujan yang rendah dan kelembaban relatif memiliki hubungan berlawanan arah dengan insiden TB Paru. Saran dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan deteksi dini potensi peningkatan kasus TB Paru dengan indikator mikro iklim, serta memfokuskan pencegahan dan pengendalian TB Paru di musim basah.
The condition of Jakarta's coastal temperature which continues to increase due to the impact of climate change will affect the transmission and development of diseases, including Pulmonary Tuberculosis. East Jakarta Administrative City has the highest number of pulmonary TB cases in DKI Jakarta Province and continues to experience an increase in cases. This study used an ecological study design to analyze the significant relationship between microclimatic factors and the incidence of AFB (+) pulmonary TB. The results of the correlation test showed that there was a relationship between air temperature (lag 1: r= 0.1.93; lag 2: r= 0.289), wind speed (lag 1: r= -0.139) and rainfall (lag 2: r= - 0.173) with the incidence of pulmonary TB. The results of analysis per month and per year show the relationship between microclimatic factors and the incidence of AFB (+) pulmonary TB in the wet season period. The microclimate variability factor can describe 0.8% of the actual incident (+) Lung TB. The conclusion of this study is that there is a unidirectional relationship between air temperature, wind speed, air pressure and high rainfall on the incidence of pulmonary TB. Meanwhile, low rainfall and relative humidity have an opposite relationship with the incidence of pulmonary TB. Suggestions from this study are to develop early detection of the potential increase in pulmonary TB cases with microclimate indicators, and focus on prevention and control of pulmonary TB in the wet season.