Abstrak
Beban rehabilitasi agar pasien menjadi mandiri dalam kehidupannya di Indonesia sangat tinggi. Data dari WHO Rehabilitation Need Estimator tahun 2019 menyebutkan bahwa 76 juta orang Indonesia memerlukan rehabilitasi. Didukung dengan adanya hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan bahwa proporsi disabilitas 5-17 tahun sebesar 3,3%, proporsi disabilitas pada dewasa 18-59 tahun sebesar 22%, dan lansia sebesar 2,6%. Salah satu tenaga kesehatan yang fokus kepada pemulihan kinerja fungsional agar pasien hidup mandiri adalah Terapis Okupasional. Terapis Okupasional sudah diakui di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, jumlah tenaga Terapis Okupasional di Indonesia sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah pasien yang ada. Belum adanya penelitian beban kerja Terapis Okupasional secara nasional merupakan alasan utama untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beban kerja Terapis Okupasional menggunakan data SISDMK dan Data Sampel BPJS Kesehatan tahun 2022 di Indonesia dan membuat decision support system untuk pemangku kepentingan dapat mengambil kebijakan lebih tepat. Penelitian ini merupakan penelitian gabungan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan pendekatan potong lintang. Teknik pengumpulan data kualitatif menggunakan focus group discussion dengan para kolegium dan Terapis Okupasional dan data kuantitatif menggunakan data SISDMK dan Data Sampel BPJS Kesehatan tahun 2022. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beban kerja Terapis Okupasional yang tinggi di beberapa provinsi yaitu Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Bahwa dalam studi ini juga ditemukan distribusi tenaga Terapis Okupasional yang hanya ada di ibu kota provinsi, yaitu di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara. Tingginya kesenjangan antara supply/ persediaan jumlah tenaga terapis okupasional dengan demand/ kebutuhan akan layanan terapi okupasional menyebabkan tidak terlayaninya masyarakat dengan baik. Hal ini diperlukan berbagai upaya untuk perbaikan yaitu dari enam bidang tindakan untuk pengembangan tenaga kesehatan yaitu kepemimpinan, keuangan, kebijakan, pendidikan, kemitraan, dan sistem manajemen sumber daya manusia. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu membuka program studi terapi okupasi di Universitas atau bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan yang telah mempunyai institusi pendidikan khusus kesehatan yaitu Politeknik Kesehatan Kemenkes. Diperlukan kerjasama berbagai pihak seperti pemerintah daerah untuk dapat memberikan beasiswa untuk masyarakatnya berkuliah di prodi terapi okupasi, adanya poltekkes pengampu prodi langka. Direktorat perencanaan tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan kebijakan untuk distribusi tenaga kesehatan yang merata di seluruh Indonesia.
The burden of medical rehabilitation in Indonesia is very high. According to the WHO Rehabilitation Need Estimator 2019, 76 million Indonesians need rehabilitation. RISKESDAS 2018 results shows that the proportion of disabilities in children 5-17 years is 3.3%, adults 18-59 years is 22%, and the elderly is 2.6%. Occupational Therapists help restore patients' functional performance so they can live independently. This research analyzes the workload of Occupational Therapists using focus group discussions, SISDMK data, 2022 BPJS Health Sample Data, and creates a decision support system for policy. The research results show high workloads in several provinces such as Central Java, Banten, DKI Jakarta, East Kalimantan, DI Yogyakarta, and South Sulawesi. The distribution of Occupational Therapist staff is only in provincial capitals, such as in North Sulawesi, South Sulawesi and North Kalimantan. The gap between the supply and need for occupational therapy services means that the community is not served well. Improvements are needed in six areas: leadership, finance, policy, education, partnerships, and human resource management systems. The Ministry of Education and Culture needs to open occupational therapy study programs at universities or collaborate with the Ministry of Health. Collaboration with local governments to provide scholarships and equal distribution of health workers is expected from the Directorate of Health Manpower Planning.