Abstrak
Pembayaran dengan sistem paket seringkali menimbulkan terjadinya selisih antara tarif paket INA-CBG dengan biaya pelayanan rumah sakit yang dianggap tidak mencukupi. Pembiayaan terbesar BPJS kesehatan terhadap penyakit katastropik adalah penyakit jantung dengan biaya sebesar 8,6T dan merupakan kasus terbanyak dibandingkan dengan kasus katastropik lainnya. RSWS merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Kawasan timur Indonesia dan menaungi sebuah instalasi pusat jantung terpadu. Pada tahun 2019, dr. Khalid Saleh, selaku Dirut di RSUP Wahidin Sudirohusodo, di dalam jumpa persnya menyatakan bahwa terjadi tunggakan oleh pihak BPJS Kesehatan yang mencapai ratusan miliar rupiah. Besarnya tunggakan tentunya akan memengaruhi proses pelayanan dan penangan pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar selisih yang terjadi antara biaya pelayanan penyakit jantung koroner dengan tarif INA-CBGs di RSWS dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya selisih. Penelitian ini adalah penelitian mix method dengan observasional analitik menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 112 data pasien PJK yang menjalani rawat inap di RSWS. Hasil penelitian menunjukkan adanya selisih positif sebesar 171.908.682 jika dihitung secara keseluruhan namun jika dilihat perkasus terhadap selisih negatif pada kasus angina pektoris. Faktor yang mempengaruhi terjadinya selisih biaya pelayanan dan tari INA-CBG pada penyakit jantung koroner adalah Tingkat keparahan (p-value = 0,000), lama hari rawat (p-value = 0,001), dan pelayanan medis (p-value = 0,002). Hasil wawancara menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya selisih biaya adalah adanya tindakan operasi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi selisih biaya yang terjadi di rumah sakit dengan melakukan subsidi silang, menginformasikan kepada pihak-pihak tertentu, mengadakan pertemuan dengan DPJP, dan membatasi tindakan-tindakan yang melebihi tarif rumah sakit pada kasus yang sifatnya tidak urgent. Rumah sakit perlu mengendalikan biaya agar tidak terjadi selisih negatif yang lebih besar antara pelayanan rumah sakit dengan tarif yang ditentukan BPJS dengan tetap memperhatikan kualitas pelayanan. Terus melakukan kendali mutu pelayanan yang efektif sebagaimana panduan praktik klinis.
Payment with a package system often result in a difference between the INA-CBG package rates and hospital service cost, which are considered insufficient. The largest BPJS health financing for catastrophic diseases is heart disease, with a cost of 8.6T, and it is the most common case compared to other catastrophic cases. RSWS is the highest referral hospital in Eastern Indonesia and houses an integrated heart center installation. In 2019, Dr. Khalid Saleh, as the President Director of RSUP Wahidin Sudirohusodo, stated in a press conference that there were arrears from BPJS Health reaching hundreds of billions of rupiah. The large amount of arrears will certainly affect the service and handling process for patients. This study aims to determine the magnitude of the difference between the cost of coronary heart disease services and the INA-CBGs rates at RSWS and the factors that influence the occurrence of the difference. This research is a mixed-method study with observational analytics using a cross-sectional approach. The sample used in this study was 112 data of CHD patients who underwent inpatient treatment at RSWS. The results showed a positive difference of 171.908.682 when calculated as a whole, but when viewed per case, there was a negative difference in cases of angina pectoris. Factors that influence the difference in service costs and INA-CBG rates in coronary heart disease are the severity level (p-value = 0.000), length of stay (pvalue = 0.001), and medical services (p-value = 0.002). Interview result indicated that the most influential factor in the cost difference is the presence of surgical procedures. Efforts are made to overcome the cost difference that occurs in hospitals by conducting crosssubsidies, informing certain parties, holding meetings with DPJP, and limiting actions that exceed hospital rates in cases that are not urgent. Hospitals need to control costs so that there is no greater negative difference between hospital services and the rates determined by BPJS while still paying attention to the quality of service. Continue to carry out effective quality control of services as guided by clinical practice guidelines.