Abstrak
Gangguan otot dan tulang rangka akibat kerja (gotrak) merupakan salah satu masalah kesehatan kerja utama di sektor konstruksi, termasuk pada industri beton pracetak yang menuntut beban fisik tinggi, postur kerja janggal, dan aktivitas manual berulang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi serta hubungan antara faktor individu, organisasi, psikososial, dan fisik dengan kejadian gotrak pada pekerja beton pracetak di PT ABC. Studi ini menggunakan desain potong lintang dengan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 180 pekerja dari tiga pabrik PT ABC di Pulau Jawa. Data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur, yaitu Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ), Effort-Reward Imbalance (ERI), Job Content Questionnaire (JCQ), dan COPSOQ II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi keluhan gotrak cukup tinggi, yaitu 81,7% dalam 7 hari terakhir dan 68,3% dalam 12 bulan terakhir. Dari lima faktor individu yang dianalisis, hanya usia yang memiliki hubungan signifikan terhadap gotrak jangka pendek. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara faktor organisasi (shift kerja, status kepegawaian, jenis pekerjaan) dengan kejadian gotrak. Namun, pada faktor psikososial, ditemukan bahwa tuntutan psikologis tinggi berhubungan signifikan dengan peningkatan risiko gotrak dalam 7 hari terakhir (OR=3,3), sedangkan kepuasan kerja tinggi berhubungan dengan penurunan risiko gotrak dalam 12 bulan terakhir (OR=0,45). Selain itu, pengangkatan beban manual 16–25 kg sebanyak ≥2 hari/minggu terbukti meningkatkan risiko gotrak jangka panjang secara signifikan. Temuan ini menunjukkan perlunya pemantauan dan pengendalian faktor risiko ergonomi secara menyeluruh, terutama pada pekerja lapangan, untuk meningkatkan kesehatan kerja, mencegah kecelakaan, serta menjaga produktivitas di industri beton pracetak.
Work-related musculoskeletal disorders (WMSDs) are a major occupational health issue in the construction sector, particularly in the precast concrete industry, which involves physically demanding tasks, awkward working postures, and repetitive manual activities. This study aims to analyze the prevalence and associations between individual, organizational, psychosocial, and physical factors with WMSDs among precast concrete workers at PT ABC. A cross-sectional quantitative approach was employed, involving 180 workers from three PT ABC plants located in Java, Indonesia. Data were collected using structured questionnaires, including the Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ), Effort-Reward Imbalance (ERI), Job Content Questionnaire (JCQ), and COPSOQ II. The results revealed a high prevalence of WMSD complaints, with 81.7% of workers reporting symptoms in the past 7 days and 68.3% within the past 12 months. Of the five individual factors analyzed, only age showed a significant association with short-term WMSDs. No statistically significant associations were found between organizational factors (shift work, employment status, job type) and WMSDs. However, two psychosocial factors were significantly associated: high psychological demands increased WMSD risk in the past 7 days (OR=3.3), while high job satisfaction reduced long-term WMSD risk in the past 12 months (OR=0.45). Additionally, manual lifting of 16–25 kg for ≥2 days/week was significantly associated with long-term WMSDs. These findings highlight the urgent need for comprehensive ergonomic risk monitoring and interventions, especially for field workers, to improve occupational health, prevent injuries, and maintain productivity in the precast concrete industry.