Abstrak
Pandemi Covid-19 telah mengekspos kerentanan dalam sistem kesehatan di Indonesia dan menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat kesiapsiagaan di pintu masuk negara. Salah satu instrumen untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit menular yang berpotensi pandemi adalah melalui penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk Negara dilaksanakan oleh UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, kapasitas unit ini dihadapkan pada berbagai tantangan seperti kapasitas koordinasi dan komunikasi lintas sektor di pintu masuk masih lemah dan bervariasi antar wilayah, regulasi yang sudah tidak relevan, keterbatasan SDM, sarana dan prasarana serta teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan terkait kelembagaan, tata kerja dan sumber daya pada UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan di Indonesia. Pendekatan mixed-methods dengan desain explanatory sequential digunakan dalam penelitian ini. Diawali dengan survei online terhadap 287 responden, kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam dengan 7 informan. Hasilnya, UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan perlu penguatan kelembagaan melalui pembentukan Badan/Direktorat Jenderal yang fokus pada urusan kekarantinaan kesehatan atau bahkan badan mandiri yang mengadopsi model CDC (Center for Disease Control and Prevention) dimana fungsi surveilans, penelitian dan laboratorium berada dalam satu organisasi serta menggunakan pendekatan one-health. Meskipun tata kerja UPT telah berjalan cukup efektif dengan adanya NSPK dan SOP, namun sebagian besar SOP perlu diperbarui agar selaras dengan kebutuhan dan tantangan kekarantinaan kesehatan terkini. Selain itu, masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan jumlah pegawai yang tersedia yang dapat memengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, sehingga dibutuhkan perencanaan SDM yang lebih terukur, terstruktur, dan berkelanjutan guna memperkuat kapasitas kelembagaan secara menyeluruh.


The Covid-19 pandemic has exposed vulnerabilities in Indonesia’s health system and served as a wake-up call for the government to strengthen preparedness at the country’s points of entry. One key instrument for preventing and controlling the spread of potentially pandemic infectious diseases is the implementation of health quarantine. Health quarantine at points of entry is carried out by the Health Quarantine Technical Implementation Unit (UPT). However, these units face various challenges, such as weak and inconsistent cross-sectoral coordination and communication across regions, outdated regulations, limited human resources, inadequate infrastructure, and insufficient technology. This study aims to analyze policies related to institutional structure, work systems, and resources of the Health Quarantine UPT in Indonesia. A mixed-methods approach with an explanatory sequential design was used, starting with an online survey of 287 respondents, followed by in-depth interviews with 7 informants. The results show that institutional strengthening is needed, including the establishment of an Agency or Directorate General focused on health quarantine affairs—or even an independent body modeled after the CDC (Centers for Disease Control and Prevention), in which surveillance, research, and laboratory functions are integrated under one organization using a one-health approach. Although UPT work systems are relatively effective with the presence of NSPK and SOPs, many SOPs need to be updated to meet current health quarantine challenges. Additionally, a gap remains between workforce needs and available personnel, affecting the effectiveness of the UPT’s functions. Therefore, structured, measurable, and sustainable human resource planning is required to comprehensively strengthen institutional capacity.