Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronik dan infeksi berulang yang memiliki efek panjang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan kejadian stunting pada balita 6-23 bulan di Nusa Tenggara Timur, provinsi dengan kasus stunting paling tinggi di Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 461 balita yang didapat dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Riskesdas 2018 Kementerian Kesehatan. Variabel independen yang diteliti meliputi determinan anak yakni BBLR, inisiasi menyusu dini, ASI eksklusif, status menyusui, minimum dietary diversity (MDD), konsumsi vitamin A, umur anak, jenis kelamin dan determinan orangtua yakni pendidikan ayah, ibu, pekerjaan ibu dan umur ibu. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square/binary logistic dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada balita usia 623 bulan sebesar 44,9%. Analisis bivariat menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting, yaitu status menyusui (OR: 2,002 CI 95%: 1,333-3,006), MDD (OR: 1,962 CI 95%: 1,256-3,063), riwayat imunisasi dasar (OR: 0,544 CI 95%: 0,3750,790), umur anak (OR: 3,097 CI 95%: 2,060-4,657), jenis kelamin (OR: 1,795 CI 95%: 1,237-2,606). Hasil analisis multivariat diketahui faktor paling dominan kejadian stunting yaitu umur anak dengan nilai OR terbesar (OR: 2,619). Anak yang berusia 12-23 bulan berisiko mengalami stunting 2,6 kali lebih tinggi dibanding anak yang berumur 6-11 bulan setelah dikontrol oleh status menyusui, MDD, riwayat imunisasi dasar dan jenis kelamin