Berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu pembagian urusan bidang kesehatan yang didesentralisasikan yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Implementasi UKM esensial yang dilaksanakan Puskesmas memiliki banyak tantangan dan belum diprioritaskan dalam implementasinya. Sejak desentralisasi ada indikasi marginalisasi UKM. Permasalahan kekurangan SDM, keterbatasan dan keterlambatan dana UKM yang berkaitan dengan kebijakan desentralisasi. Sebagai wilayah perkotaan, Puskesmas di Kota Depok seharusnya memprioritaskan UKM. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk mengevaluasi implementasi UKM esensial dalam konteks kebijakan desentralisasi meliputi politik, fungsi, fiskal dan penguatan kapasitas di Puskesmas Kota Depok. Hasil penelitian menunjukan bahwa indikator kinerja daerah terkait UKM esensial sebagian besar belum mencapai target. Sejumlah 13 dari 20 indikator pada renstra serta 12 dari 14 indikator RPJMD belum tercapai terutama untuk pelayanan kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan dan P2P. Desentralisasi politik dalam UKM esensial sudah diberikan kewenangan yang disertai tanggungjawab dan akutabilitas. Pada konteks desentralisasi fungsi sudah tersedia NSPK yang mendukung walaupun masih ditemui sejumlah masalah. Desentralisasi fiskal belum sempurna dilaksanakan dan menjadi tantanangan implementasi UKM esensial. Permasalahannya antara lain kecukupan pembiayaan, keterlambatan anggaran dan realisasi. Penguatan kapasitas daerah di Kota Depok belum optimal dalam SDM, sistem informasi dan sarana prasarana. Pelaksanaan UKM esensial yang belum mencapai target terkendala konteks desentralisasi fiskal dan penguatan kapasitas. Namun hal yang menarik ditemukan bahwa kelembagaan Puskesmas sebagai PPK-BLUD di Kota Depok menjadi best practice yang cukup mendukung pelaksanaan UKM esensial