Stunted merupakan kondisi dimana anak mempunyai perawakan pendek atau sangat pendek akibat malnutrisi kronis, dengan tinggi badan menurut umur kurang dari -2 Standar Deviasi. Masa remaja merupakan periode kritis kedua untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan dan mencegah stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunted pada remaja usia 10-14 tahun di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional menggunakan data sekunder hasil survei Riskesdas tahun 2018 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 6.032 responden. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, analisis bivariat menggunakan chi square dan regresi logistik ganda, serta analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunted di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 49,1%, dengan faktor rumah tangga dan orang tua (jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan orang tua, status pekerjaan ibu), lingkungan (sumber air minum, wilayah tempat tinggal, perilaku mencuci tangan), konsumsi protein hewani, dan aktivitas fisik yang berhubungan signifikan dengan kejadian stunted (p < 0,05). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunted pada remaja adalah tingkat pendidikan ayah (p = 0,0001; OR = 1,973; 95% CI: 1,392-2,797).
Stunted is a condition where a child has a short or very short stature due to chronic malnutrition, with a height-for-age less than -2 Standard Deviations. Adolescence is the second critical period for catching up on growth and preventing stunting. This study aims to identify the dominant factors associated with stunting in adolescents aged 10-14 years in East Nusa Tenggara Province. The research method used is a cross-sectional study design utilizing secondary data from the 2018 Riskesdas survey with a total sample of 6,032 respondents. Data analysis in this study includes univariate analysis, bivariate analysis using chi-square and multiple logistic regression, and multivariate analysis using multiple logistic regression. The results showed that the prevalence of stunted adolescents in East Nusa Tenggara Province was 49.1%, with household and parental factors (number of family members, parents' education level, mother's employment status), environmental factors (source of drinking water, place of residence, handwashing behavior), animal proteins consumption, and physical activity significantly associated with stunting (p < 0.05). The dominant factor associated with stunting in adolescents is the father's education level (p = 0.0001; OR = 1.973; 95% CI: 1.392-2.797).