Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi penyebab kematian menular nomor satu di dunia. Indonesia menempati peringkat kedua dengan beban TB tertinggi. Kabupaten Bogor menjadi wilayah dengan kasus TB tertinggi di Jawa Barat pada tahun 2023. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor pelayanan kesehatan dan faktor individu terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 20 kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2023 – 2024. Metode: Penelitian menggunakan desain studi ekologi dengan sampel 20 kecamatan di Kabupaten Bogor. Menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor. Hasil: Hasil penelitian dengan variabel yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap incidence rate TB paru adalah cakupan pengobatan di Kabupaten Bogor (p = 0,000; r = 978), serta success rate di Kecamatan Leuwiliang (p = 0,004; r = 0,696), Kemang (p = 0,036; r = -0,543), dan Jasinga (p = 0,038; r = -0,540). Tidak terdapat hubungan signifikan pada variabel usia dan proporsi jenis kelamin (p>0,05). Kesimpulan: Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor disarankan untuk mengevaluasi metode penemuan kasus, memperkuat pelaporan TB oleh fasyankes, menyelenggarakan edukasi pentingnya pengobatan tuntas, serta meningkatkan intervensi pada kelompok berisiko.
Introduction: Pulmonary tuberculosis is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and is the leading cause of death from infectious diseases worldwide. Indonesia ranks second among countries with the highest TB burden. Bogor Regency had the highest number of TB cases in West Java in 2023. Objective: To determine the correlation between healthcare service factors and individual factors with the incidence of pulmonary tuberculosis in 20 sub-districts of Bogor Regency during 2023 – 2024. Methods: This study employed an ecological study design, with a sample of 20 sub-districts in Bogor Regency. Secondary data were obtained from the Bogor Regency Health Office and the Bogor Regency Central Bureau of Statistics. Results: The variable that showed a significant relationship with the incidence of pulmonary TB were treatment coverage in Bogor Regency (p = 0,000; r = 0,978), as well as treatment success rate in Leuwiliang sub-district (p = 0,004; r = 0,696), Kemang (p = 0,036; r = -0,543), and Jasinga (p = 0,038; r = -0,540). There was no significant correlation between the incidence rate and age or gender proportion (p>0,05). Conclusion: The Bogor Regency Health Office is advised to evaluate case-finding methods, strengthen TB reporting by health facilities, conduct education on the importance of completing treatment, and enhance interventions targeting at-risk groups.