Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 15041 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Titik Handayani
JKI Vol.VII, No.1
Jakarta : LIPI, 2011
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ida Farida; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Anhari Achadi, Vetty Yulianty, Deksa Presiana
Abstrak: Label pangan memiliki peranan yang penting dalam memengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk pangan. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan sebagai upaya menjamin keamanan pangan melalui pencantuman informasi yang benar dan jelas pada label pangan antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Namun, implementasi kebijakan tersebut belum berjalan optimal dan masih banyak ditemukan pelanggaran label khususnya produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pangan. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan label pangan pada UMKM pangan di Jakarta dan Semarang. Penelitan ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk menggali pandangan stakeholder melalui wawancara mendalam serta fokus grup diskusi (FGD). Dilakukan content analysis untuk menyimpulkan fenomena tematik yang dilengkapi dengan observasi terhadap 12 produk UMKM di Jakarta dan 7 produk UMKM di Semarang sebagai bentuk triangulasi untuk menjaga validitas data. Analisis diperdalam dengan framework implementasi kebijakan Edward III meliputi empat variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Hasil observasi terhadap label UMKM pangan mendapatkan produk yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) di Jakarta (91,6%) dan Semarang (85,7%) dengan pelanggaran tertinggi adalah tidak tercantumnya keterangan kode produksi. Rendahnya penerapan kebijakan label pangan antara lain disebabkan kurangnya dukungan pemerintah sehingga membatasi frekuensi sosialisasi, alokasi sumber daya, monitoring dan evaluasi juga memengaruhi koordinasi lintas sektor yang menyebabkan rendahnya keberhasilan program pengawasan dan pembinaan UMKM pangan. Penerapan kebijakan label pangan pada UMKM pangan di Jakarta dan Semarang belum berjalan optimal yang dibuktikan dengan masih tingginya pelanggaran terhadap pencantuman keterangan pada label. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat memperkuat frekuensi komunikasi, alokasi sumber daya, monitoring dan evaluasi serta koordinasi lintas sektor agar proses implementasi kebijakan oleh UMKM pangan baik di Jakarta maupun Semarang dapat berjalan optimal
Read More
T-5485
Depok : FKM UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurmala Meilasari; Pembimbing: Wiku Bakti Bawono Adisasmito; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Purnawan Junadi, Lysbeth Regina Pandjaitan, Sri Puji Wahyuni
Abstrak:

Stunting merupakan permasalahan serius di seluruh dunia. Prevalensi stunting di Indonesia tahun 2023 sebesar 21,5% menurun 0,1% dari tahun 2022. Prevalensi stunting di DKI Jakarta sebesar 17,6% meningkat 2,8% dari tahun 2022 sedangkan Jakarta utara memiliki kenaikan prevalensi stunting terendah dari 4 Kota Administrasi di DKI Jakarta yaitu 1,3% dari tahun 2022 dengan prevalensi stunting sebesar 19,8%. Jakarta utara memiliki kebijakan berupa modul aksi cegah stunting yaitu Jakarta Utara menuju Zero Stunting. Berdasarkan data BPS tahun 2023, terdapat 13,33% perempuan usia 10 tahun ketas di Jakarta Utara yang tidak menyelesaikan pendidikannya dan terdapat 7,24% penduduk miskin di Jakarta Utara. Berdasarkan Perpres RI No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, target prevalensi stunting tahun 2024 sebesar 14%. Jakarta Utara masih memiliki gap sebesar 5,8% untuk mencapai target 14% prevalensi stunting di tahun 2024. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis implementasi kebijakan stunting di Jakarta Utara dari aspek ekonomi berupa program pemberian susu, telur untuk balita bermasalah gizi, makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dan aspek pendidikan melalui edukasi stunting kepada ibu hamil dan orang tua balita sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan stunting. Model implemntasi kebijakan yang digunakan adalah model Van Meter Van Horn. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan data melalui wawancara mendalam kepada 15 informan dari instansi pemerintah, orang tua balita dan ibu hamil serta FGD kepada kader posyandu di wilayah Cilincing dan Tanjung priok sebagai lokasi penelitian. Hasil penelitian dari aspek ekonomi pemberian susu dan telur bagi balita bermasalah gizi pada tahun 2023 berkontribusi terhadap pencegahan dan penanganan balita stunting di Jakarta Utara. Hal ini dapat dilihat dari 72,11% balita weight faltering mengalami kenaikan berat badan, 59,01% balita under weight sudah tidak under weight, 54,9% balita gizi kurang sudah tidak gizi kurang  dan 45,34% gizi buruk sudah tidak menjadi gizi buruk serta 149 balita stunting sudah tidak menjadi stunting berdasarkan status gizi. Dari aspek pendidikan pemberian edukasi mengenai stunting kepada ibu hamil kurang optimal karena hanya 9,93% ibu hamil mendapatkan edukasi melalui kelas ibu yang dianggarkan oleh puskesmas di Jakarta Utara, namun semua orang tua balita bermasalah gizi sudah mendapatkan edukasi mengenai stunting. Diperlukan edukasi mengenai pencegahan dan penanganan stunting secara masif kepada ibu hamil dan orang tua balita serta perlu adanya regulasi mengenai pemberian pangan tinggi protein hewani bagi ibu hamil dan balita bermasalah gizi dan bagi balita dari keluarga dengan penghasilan di bawah UMP


 

Stunting is a serious problem throughout the world. The prevalence of stunting in Indonesia in 2023 is 21.5%, a decrease of 0.1% from 2022. The prevalence of stunting in DKI Jakarta is 17.6%, an increase of 2.8% from 2022, while North Jakarta has the lowest increase in stunting prevalence of the 4 Administrative Cities in DKI Jakarta, namely 1.3% from 2022 with a stunting prevalence of 19.8%. North Jakarta has a policy in the form of an action module to prevent stunting, namely North Jakarta towards Zero Stunting. Based on BPS data for 2023, there are 13.33% of women aged 10 years and above in North Jakarta who have not completed their education and there are 7.24% of poor people in North Jakarta. Based on RI Presidential Decree No. 72 of 2021 concerning the Acceleration of Reducing Stunting, the target for stunting prevalence in 2024 is 14%. North Jakarta still has a gap of 5.8% to achieve the target of 14% stunting prevalence in 2024. Therefore research was conducted regarding the analysis of the implementation of stunting policies in North Jakarta from an economic aspect in the form of programs providing milk, eggs for toddlers with nutritional problems, additional food. for pregnant women with Chronic Energy Deficiency (KEK) and educational aspects through stunting education for pregnant women and parents of toddlers as an effort to prevent and overcome stunting. The policy implementation model used is the Van Meter Van Horn model. This research is qualitative research with a case study approach. Data were collected through in-depth interviews with 15 informants from government agencies, parents of toddlers and pregnant women as well as FGDs with posyandu cadres in the Cilincing and Tanjung Priok areas as research locations. The results of research from the economic aspect of providing milk and eggs to toddlers with nutritional problems in 2023 will contribute to the prevention and handling of stunting toddlers in North Jakarta. This can be seen from 72.11% of underweight toddlers experiencing weight gain, 59.01% of underweight toddlers are no longer underweight, 54.9% of underweight toddlers are no longer underweight and 45.34% of underweight toddlers are no longer underweight. malnutrition and 149 stunted toddlers were no longer stunted based on nutritional status. From an educational aspect, providing education about stunting to pregnant women is less than optimal because only 9.93% of pregnant women receive education through maternal classes budgeted for by the community health center in North Jakarta, but all parents of toddlers with nutritional problems have received education about stunting. Massive education regarding the prevention and handling of stunting is needed for pregnant women and parents of toddlers and there is a need for regulations regarding providing food high in animal protein for pregnant women and toddlers with nutritional problems and for toddlers from families with incomes below the UMP

Read More
T-7135
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Melia Roza; Pembimbing: Helen Andriani; Penguji: Adang Bachtiar, Ascobat Gani, Desra Elena, Delri Soni
Abstrak:
Kota Pariaman merupakan kota tertinggi yang menggunakan sumber air minum dari Depot Air Minum (DAM) yaitu sebesar 56,1% untuk mengatur keberadaan DAM di kota Pariaman pemerintah Kota Pariaman menerbitkan Peraturan Daerah Kota Pariaman No 9 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Depot Air Minum dengan tujuan sebagai upaya pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap usaha depot air minum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat/konsumen pengguna Depot Air Minum dari resiko penyakit akibat mengkonsumsi air yang tidak memenuhi syarat. Akan tetapi pemilik Depot banyak yang tidak melaksanakan Perda, tahun 2021 terdapat 69 DAM di Kota Pariaman yang memiliki izin usaha hanya 15 depot (21,7%). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kota Pariaman No.9 tahun 2015 tentang Izin Usaha Depot Air Minum. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) kepada informan serta telaah dokumen dengan framework Edward III meliputi variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Informan penelitian yaitu perwakilan dari perangkat daerah yang tergabung dalam Tim Pengawas Perda dan pelaku usaha/pemilik depot air minum. Penelitian dilakukan bulan Juni hingga Juli 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum berjalan karena, komunikasi yang dilakukan belum optimal. Sumber daya dan fasilitas yang tersedia cukup memadai, untuk sub variabel anggaran belum berjalan dengan baik. Koordinasi belum berjalan dengan, sanksi yang dituangkan dalam Perda juga belum terealisasi dengan optimal. Disposisi terkait dengan komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan belum terlaksana. Kesimpulannya implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kota Pariaman No.9 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Depot Air Minum belum berjalan dengan optimal dengan masih adanya kendala pada variabel komunikasi, variabel sumber daya pada sub variabel sumber daya manusia dan anggaran, struktur birokrasi pada sub variabel koordinasi dan sanksi, serta pada variabel disposisi. Dengan demikian pelaksanaan Perda masih perlu ditingkatkan dengan melaksanakan kegiatan secara koordinatif antar Tim Pengawas Perda. Sosialisasi rutin tentang Perda kepada pemilik depot dan masyarakat 2 kali dalam setahun. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Perda, dan membuat peraturan turunan terkait Pengawasan depot air minum, agar depot dapat melaksanakan pemeriksaan rutin sesuai dengan yang tertuang di dalam Perda dan memudahkan Dinas Kesehatan melakukan pengawasan.

Pariaman City is the highest city that uses drinking water sources from Drinking Water Depots (DAM), which is 56.1% to regulate the presence of DAM in Pariaman City. as an effort to develop, supervise, and evaluate the drinking water depot business and provide protection to the public/consumers who use the DAM from the risk of disease due to consuming unqualified air. However, many Depot owners do not implement the Perda, in 2021 there are 69 DAMs in Kota Pariaman that have business permits only 15 depots (21.7%). The purpose of this study was to analyze the implementation of the Pariaman City Regional Regulation No. 9 of 2015 concerning the Drinking Water Depot Business Permit. The type of this research is qualitative. Data were collected through in-depth interviews and focus group discussions (FGD) with some informants and also reviewing the documents with the Edward III framework covering the variables of communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. Research informants are representatives from regional apparatus who are members of the regional regulatiors driving team and business actors/drink water depot owners. This research was conducted from June to July 2022. The results showed that the implementation of the policy had not yet been well implemented because the communication was not optimal. The available resources and facilities are quite adequate, for the sub-variables of budgeting have not been running well. While the coordination has not been going well, accompanied by the sanctions in the Regional Regulation have also not been fully realized. The disposition related to the government's commitment the implementing of policy has not been implemented. In conclusion, the implementation of the Pariaman City Regional Regulation No. 9 of 2015 concerning Drinking Water Depot Business Permits has not run optimally with still constraints on the human resources and budgeting sub-variables, the bureaucratic structure on the coordination and sanctions sub-variables, as well as on the disposition variable. Thus, the implementation of regional regulations still needs to be improved by carrying out coordinating activities between the regional regulation driving teams. Routinely socialization of local regulations to depot owners and the public for 2 times a year. Whereas monitoring and evaluating the implementation of the Regional Regulation, and making derivatives related to the supervision of drinking water depots, so that the depots can carry out routinely inspections in accordance with those contained in the Regional Regulations and make it easier for the public health officer to controlling as a supervisor.
Read More
T-6581
Depok : FKM UI, 2022
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Muhammad Yusuf; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Mieke Savitri, Rima Damayanti, Ihwan
Abstrak: PPIA merupakan bagian dari rangkaian upaya pengendalian HIV dan AIDS. Tujuan utamanya adalah agar bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV terbebaskan dari HIV, serta ibu dan bayi tetap hidup dan sehat. Saat ini dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan bagi Kabupaten/Kota secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar dengan target capaian 100%. Target ini cukup berat bila melihat data capaian PPIA selama ini yang masih sangat rendah. Data rutin Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2017, cakupan kunjungan pertama kali ibu hamil ke tenaga kesehatan Kota Tangerang sudah mencapai 100% akan tetapi jumlah ibu hamil yang dites HIV baru berjumlah 4.230orang atau hanya 10% (SIHA, 2017). Untuk itu peneliti melakukan analisis pelaksanaan kebijakan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) untuk mendapatkan informasi mendalam bagaimana pelaksanaan kebijakan PPIA di Kota Tangerang tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan FGD. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari satu informan dengan informan yang lain. Telaah terhadap dokumen yang dihasilkan, serta studi literatur dilakukan sebagai pembanding terhadap informasi yang telah di dapatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan PPIA di Kota Tangerang tahun 2017 masih belum sesuai dengan kebijakan dalam Pedoman Manajemen Program PPIA dan Pedoman Pelaksanaan PPIA, sehingga output belum menggambarkan implementasi PPIA secara menyeluruh. Faktor komunikasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap implementasi, khususnya komunikasi dengan klinik, rumah sakit swasta dan bidan praktik mandiri. Faktor sumberdaya khususnya fasilitas, perlu dipertimbangan untuk distribusi reagensia dan RDT tidak hanya di puskesmas tetapi juga kepada fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta. Faktor disposisi khususnya komitmen agar RS Kota Tangerang mampu menjadi RS rujukan PPIA. Faktor struktur birokrasi perlunya dibentuk tim lintas program/lintas sektor dalam pelayanan PPIA yang bergabung dalam topik HIV, serta penguatan pencatatan dan pelaporan bidan praktik mandiri terkait indikator ibu hamil yang dites HIV dan ibu hamil positif HIV. Kondisi sosial ekonomi mendukung pelayanan PPIA dengan adanya program jaminan kesehatan gratis melalui Universal Health Coverage (UHC) bagi semua warga Kota Tangerang. Akan tetapi masih ada stigma dan diskriminasi yang dapat menghambat ibu hamil untuk dites HIV
Kata kunci: AIDS; HIV; Implementasi Kebijakan; Kota Tangerang;

PPIA PMTCT is part of a series of HIV and AIDS control efforts. The ultimate goal is that infants born to mothers with HIV are released from HIV, and mothers and infants remain alive and well. Currently with the Regulation of the Minister of Health No. 43 of 2016 on Minimum Service Standards (MSP) of the health sector for the District / City explicitly states that everyone is at risk of HIV infection (pregnant women, TB patients, STI patients, transgender, drug users, and prisoners) get standard HIV testing with 100% achievement targets. This target is quite heavy when looking at data PMTCT achievement during this time is still very low. Regular data of Tangerang City Health Office in 2017, coverage of first antenatal visit to health worker of Tangerang City has reached 100% but the number of pregnant women tested by HIV is only 4,230 people or only 10% (SIHA, 2017). Therefore, the researcher conducted analysis of policy implementation of Prevention of Mother to Child of HIV Transmission (PMTCT) to get in-depth information how the implementation of PMTCT policy in Tangerang City 2017. This research is a qualitative research with data collection technique in depth interview and focus group discussion. Triangulation of sources is done by comparing data obtained from one informant with another informant. The study of the documents produced, as well as the literature study done as a comparison to the information that has been obtained. The results showed that the implementation of PMTCT policy in Tangerang City in 2017 still not in accordance with the policy in PMTCT Program Management Guidelines and Implementation Guidelines of PMTCT, so that the output has not depicted the implementation of PMTCT as a whole. Communication factors are factors that affect implementation, especially communication with clinics, private hospitals and independent midwives. Resource factors, especially facilities, need to be considered for the distribution of reagents and RDT not only in puskesmas but also to private health care facilities. Disposition factors, especially the commitment to Tangerang City Hospital is able to become a reference hospital PPIA. Bureaucratic structural factors need to be established cross-program / cross-sectoral teams in PPIA services joining HIV topics, as well as strengthening the recording and reporting of independent midwives on indicators of pregnant women tested for HIV and HIV-positive pregnant women. Socio-economic conditions support PMTCT services with a free health insurance program through Universal Health Coverage (UHC) for all citizens of Tangerang City. However, there are still stigma and discrimination that can prevent pregnant women from testing HIV.
Key words: AIDS; HIV; PMTCT; policy implementation; Tangerang City
Read More
T-5310
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dina Zakiah; Pembimbing: Pujiyanto; Penguji: Sandi Iljanto, Enny Ekasari
Abstrak:

ABSTRAK

Tesis ini membahas kesiapan puskesmas di Kabupaten Ketapang dalam menyongsongImplementasi Jaminan Kesehatan Nasional 2014 nanti. Penelitian ini adalahpenelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dilengkapi dengan wawancara.Dari hasil analisis variabel penelitian didapatkan bahwa tidak ada puskesmas yangsiap dilihat dari dimensi utilisasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Penelitimenyarankan agar Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang menambah sumber dayapuskesmas seperti tenaga kesehatan inti yaitu dokter, dokter gigi, perawat, dan bidan;juga peralatan dan obat pelayanan kesehatan dasar; dengan melakukan advokasi kepemerintah daerah untuk menambah anggaran kesehatan.


 

ABSTRACT

Readiness in order to facing the implementation of the National Health Insurance2014. This study was a quantitative research with cross sectional design featuresinterview with key informants. From the analysis of the study variables mentionedthat no primary health care is ready viewed from the dimensions of utilization andquality of health services. Researchers suggested that the health departement inKetapang Regency to adds resources center specially for the core professional suchas doctors, dentists, nurses, and midwives; other things is also for equipment andprimary health care medicines; by advocating to local governments for increase thehealth budget.

Read More
T-3931
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Santi Dewiki; Pembimbing: Mieke Savitri; Penguji: Wahyu Sulistiadi, Rina Anggorodi, Ida Daswati, Tri Damayanti
Abstrak:

Kebijakan untuk meningkatkan pendidikan dan wawasan berfikir tenaga Gerakan Keluarga Berencana Nasional (GKBN) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) yang masih berpendidikan SLTA merupakan tindakan yang positif bagi pengembangan sumber daya manusia.Upaya untuk meningkatkan pendidikan tenaga penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB) dan pengawas (PLKB) sejalan dengan kebijakan Mental Aparatur Negara RI. (Menpan RI)) untuk meningkatkan jabatan mereka menjadi jabatan fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi (pelaksanaan) kebijakan kerjasama di bidang pendidikan jarak jauh antara BKKBN dengan UT.Metoda penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam di bidang pendidikan jarak jauh (PJJ), telaahan dokumen sebagai data sekunder dan diskusi kelompok terarah (DKT) dengan peserta didik program kerja sama (PLKB dan PPLKB).Hasil penelitian menunjukkan bahwa kamponen masukan yang berkaitan dengan kebijakan kerjasama yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan Universitas Terbuka untuk meningkatkan pendidikan PLKB dan PPLKB yang bertempat tinggal dan bekerja di seluruh pelosok Indonesia dapat dilakukan dengan baik. Kedudukan tim pembina yang terdiri dari unsur satuan tugas BKKBN propinsi/kabupaten/kota dan unit pelaksana belajar jarak jauh (UPBJJ) dapat digunakan dengan baik oleh peserta didik, namun uraian tugas dan fungsi belum terinci akibat belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas yang semestinya dibuat oleh UT. Komponen proses yang berkaitan dengan koordinasi antara tim pengelola (BKKBN pusat dan UT pusat) dengan tim pembina BKKBN propinsifkabupatenfkota (satgas dan UPBJJ) cukup dilaksanakan per semester, namun hail koordinasi belum diinformasikan/dikomunikasikan ke seluruh sektor terkait. Selain itu perlu memberikan pemahaman lebih dalam dan rinci serta berulang (untuk mengingatkan kembali) tentang sistem belajar jarak jauh (SBJJ) kepada tim pembina di daerah. Perekrutan peserta didik selain berdasarkan prestasi kerja, tetapi juga atas dasar keinginan yang besar untuk meningkatkan diri dalam pendidikan. Saran dalam melakukan kerjasama dengan instansi lain atau mitra kerja lainnya, diperlukan naskah kerjasama, naskah perjanjian/kontrak kerjasama juga ada petunjuk pelaksanaan dan teknis yang rinci dan jelas dan terdokumentasi dengan baik agar mudah menemukannya bila diperlukan. Informasi yang akan disampaikan kepada peserta didik diberikan pada waktu yang khusus yang tidak disatukan dengan pertemuan-pertemuan lain yang membahas masalah lain sehingga tidak ada persaingan dengan informasi lain (informasi tentang pekerjaan rutin).


 

The Analysis of the Implementation of Policy on Providing Higher Learning at a Distance Cooperation in for Family Planning Advisors and their Supervisors in Jakarta and Bogor in the Year 2000The policy to improve the education and broaden the mind of the family planning advisors and supervisors who still have high school diploma seems to be necessary for human resources development.The effort to improve their education as well as their supervisor's coincides with the policy of the State Minister for Control of Machinery of the state which is to promote them to have functional position. The main purpose of this research is to know the extent to which the policy implemented between the Coordinating Body of the Family Planning (BKKBN) and Indonesian Open Learning University (Universitas Terbuka/UT)The method used is qualitative approach. The data collection technique is in depth interview in the field of distant education, books or documents review as secondary data, and focus group discussion will be participants of the cooperation programs. The research result shows that the variable input which has something to do with the policy done by BKKBN and Universitas Terbuka can be done well.The participants can take advantage the task force of the coordinating body in provinces, districts and cities and of UT's regional centers (UPBJJ). However their job descriptions are not clear yet because there is no standard operating procedure which UT is supposed to give the component process connected with the coordination between central BKKBN and UT or as the working team and the development team, BKKBN in provinces/districts/cities (the task forces and UPBJJ) is enough to be once per semester. However, the coordination result has not been informed or communicated to whole relevant sectors. Besides it is necessary to give a deeper more detail and repeated understanding of distant learning system to the development team in regions. The recruitments of the participants are not only based on their working performance, but also on big intention to improve their education. I suggest that in doing cooperation with other parties or working partner, it is necessary to have MOU and SOP that are clear, detail and well documented so that they are easily found when needed. Information for the participants should be given on a separate occasion, not at same time as other meeting that discus other matters so that there will be misinformation (especially on routines).

Read More
T-1277
Depok : FKM-UI, 2002
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Warta Demografi, 37. No.1 , 2007, hal. 15-24. ( ket. ada di bendel 2006 - 2007)
[s.l.] : [s.n.] : s.a.]
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive