Ditemukan 37033 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Usaha Jasa Boga Golongan A3 merupakan salah satu industri kecil sektor informal yang melayani kebutuhan umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja. Dalam mengolah bahan makanan usaha jasa boga di Jakarta pada umumnya menu tnakan bahan bakar elpiji karena elpiji mempunyai beberapa keunggulan dibanding bahan bakar lain. Disamping mempunyai keunggulan, elpiji juga tidak luput dari terjadinya kebakaran. Prevalensi kebakaran yang disebabkan oleh elpiji cukup tinggi, hal ini dikarenakan pengetahuan dan perilaku yang salah oleh pekerja dalam men gunakan elpiji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat (Green 1991) dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pada pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3 di Jakarta Selatan tahun 2002. Penelitian ini menggunakan data primer tentang umur, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan tentang elpiji, pengetahuan tentang keselamatan kerja, prosedur kerja, fasilitas, pelatihan, kebijakan dan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pada pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3. Desain penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, Iokasi penelitian di 10 (sepuluh) usaha jasa boga golongan A3 yang mempunyai izin tetap penyehatan makanan di Jakarta Selatan. Pcngambilan sampel secara purposive pada 100 pekerja bagian pengolahan, pengumpulan data primer melalui kuesioner untuk variabel umur, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan tentang elpiji, pengetahuan tentang keselamatan kerja, prosedur kerja, fasilitas kerja, pelatihan dan kebijakan. Wawancara dan observasi dilakukan untuk variabel dependen yaitu perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji_ Data dianalisa dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden berperilaku keselamatan kerja baik (73%), sedangkan yang berperilaku keselamatan kerja kurang baik sebesar (27%), sebagain responden berjenis kelamin Iaki-laki (70%), umur responden sebagian besar antara 18 - 49 tahun (91%), tingkat pendidikan tinggi (5%), menengah (59%) dan rendah (36%). Masa kerja responden sebagain besar kurang dari 10 tahun (74%) sedangkan pengetahuan responden tentang elpiji balk (44%), sedang (16%), kurang (40%) dan pengetahuan responden tentang keselamatan kerja baik (42%), sedang (32%) dan kurang (26%). Prosedur kerja, responden menjawab (57%) sesuai dan (43%) tidak sesuai. Fasilitas tersedia (42%), tidak tersedia (58%), ada pelatihan (33%), ada kebijakan (30%), dan sebagain besar tidak ada pelatihan dan kebijakan. Hasil analisis bivariat temayata pengetahuan tentang elpiji (M0,048), pengetahuan tentang keselamatan kerja (P),037), prosedur kerja (P.),004), pelatihan (P),005) berhubungan secara bermakna dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pads pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3 di Jakarta Selatan. Dari basil multivariate, variabel prosedur kerja (P,0256) dan pelatihan (M0,0295), memberikan hubungan yang bermakna dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji, maka penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa prosedur kerja dan pelatihan adalah faktor yang paling dominan dan erat hubungannya dengan perilaku keselamatan kerja maka penelitian ini juga memberikan saran agar memberikan pelatihan, monitoring, pengawasan tentang perilaku keselamatan kerja mengguaakan elpiji. Untuk semua usaha jasa boga agar meningkatkan fasilitas, memperhatikan prosedur kerja dan mensosialisasikan kebijakan agar tejadi suasana kerja yang mengutamakan keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
The A3 category of catering known is one of the informal small industries sector serving public need, which is processed by using special kitchen and helped by some hired hands. The process of raw food materials for catering business in Jakarta, generally uses elpiji because it has some advantages compared other fuels. Besides its advantages, elpiji as well as other fuels can not avoid the fire to happen. The rate of occurrences of fire caused by elpiji is high enough, and this is because the know how and correct manner is not sufficiently observed by workers using it. The study has purpose to find out whether or not there is predisposition, causing and encouraging factors relationship (Green 1991) with working safety manners of the workers involved in catering business category A3 in South Jakarta in 2002. This study uses primary data on age, education, gender, works experience/duration, knowledge on elpiji, the knowledge of the work safety, work procedures, facility, training, policy and manner of using elpiji safely at the processing division catering A3. The design of study was quantitative to cross sectional approach, location at 10 (ten) catering A3 that hold permanent license of food sanitary at South Jakarta. The purposive sample selection is done to 100 processing workers, primary data collection through questioner on variable ages, education, gender, work experience/duration, knowledge of elpiji, knowledge of working safety, working procedures, working facilities, training and policies. Interviews and observation performed for dependent variable, that is working safety measures of using elpiji. Data analyze using univariat, bivariat and multivariat analyses. The result of the study indicates that some respondents are good at observing safety manner (73%), while those behaving rather badly is (27%). Some respondents are of male sex (70%). Most of respondents age is between 18 - 49 years (91%); those of low education is (36%). Work experience/duration of some of the respondents is less than 10 years (74%), while their knowledge about elpiji ranges from good (42%), moderate (32%) and somewhat bad (26%). Work procedures answered by (57%) is in accordance with the regulation and as much as (43%) is not. About 42% of facilities is available, unavailable (58%); training provided (33%); policies imposed (30%), and mostly there is no training and policies provided. The analysis outcome of bivariat indicates that the knowledge on elpiji (P=0.048), knowledge on safety (P~_037), work procedures (P=0.004), training (P=0.005) has significant relationship with the safety manner of using elpiji at the processing of catering business in Jakarta Selatan. As from the result of multivariate analysis, work procedure variables is (P=0.025) and training is (P=0.029), has significant relationship with the working safety manner of using elpiji. From the factors having relationship with safety manner of using elpiji, this study concludes that work procedures and training is a dominant factor and has close relationship with working safety behavior. Thereby this study also offers suggestions to establish training, monitoring, control on working safety manner following the use of elpiji. For catering it is advised to foster facility, observe work procedures and socialize policies so that there will be an acceptable work atmosphere that put working safety and work health in the first place.
ABSTRAKNama : Sofia Anis IsnaniProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Iodium dalam GaramBeriodium Merek “R” pada tingkat rumah tangga di 9 RW kelurahan Cimpaeun Kota Depok Tahun 2017Ketersediaan iodium dalam garam beriodium yang kurang atau berlebih dapat menyebabkan penyakitgangguan tiroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungandengan ketersediaan iodium dalam garam beriodium merek “R” pada tingkat rumah tangga. Garamberiodium merek “R” merupakan salah satu produk garam beriodium yang telah terdaftar. Penelitianini merupakan penelitian kuantitatif yang mengunakan desain cross sectional. Sampel penelitianadalah 124 rumah tangga yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara wadah penyimpanan garam denganketersediaan iodium dalam garam beriodium (p = 0,044 dan OR = 4,083). Sebagian besar ketersediaaniodium dalam sampel garam merek “R” berlebih sehingga dapat memicu timbulnya penyakit hipertiroid.Sebaiknya pemerintah memberikan perhatian terhadap kemungkinan munculnya hipertiroidisme sebagaidampak dari program iodisasi garam.Kata kunci :Iodium, garam beriodium, hipertiroid
ABSTRACTName : Sofia Anis IsnaniStudy Program : Public Health ScienceJudul : Factors Associated with Iodine Availability in the “R” Branded Iodized Salt atHousehold Level in 9 sub villages of Cimpaeun village Depok City Year 2017The availability of less or excessive iodine in iodized salt can cause thyroid disorder disease.This study aimed to determine the factors associated with the availability of iodine in the “R”branded iodized salt at the household level. The "R" branded iodized salt is one of the registerediodized salt products.This study is a quantitative research using cross sectional design. Thesample of this study was 124 households obtained with purposive sampling technique. The resultsshowed that there was a significant association between salt storage containers with iodineavailability in iodized salt (p = 0.044 and OR = 4,083). Most of the availability of iodine in the“R” branded iodized salt samples were excessive, so it could lead to hyperthyroidism. Thegovernment should pay attention to the possibility of hyperthyroidism as an impact of the saltiodization program.Keywords :Iodine, iodized salt, hyperthyroidism
Prevalensi Sifilis menurut data STBP Kemenkes Tahun 2011 pada 7 populasi kunci adalah sebesar 6% dimana prevalensi Sifilis tertinggi ditemukan pada Transgender Waria (25%) kemudian diikuti WPSL (10%), LSL (9%), WBP (5%), Pria Potensial Risti (4%), WPSTL (3%) dan Penasun (2%). Sifilis pada Transgender Waria meningkat 1% dari 27% pada STBP 2007 menjadi 28% pada STBP 2011 di kota yang sama. Faktor- faktor yang diduga berhubungan dengan infeksi Sifilis pada Transgender Waria antara lain : Umur, Tingkat Pendidikan, Penggunaan kondom, Penggunaan Napza Suntik, Penggunaan Hormon Suntik Silikon, Status HIV, Datang ke Layanan Klinik IMS, Konsumsi Alkohol dan Lama melakukan hubungan Seks Komersial dengan mendapat imbalan. Tujuan : Mengetahui hubungan faktor ?faktor terhadap infeksi Sifilis pada Transgender Waria. Desain studi Cross Sectional dengan sampel sebanyak 1.089 Waria secara acak dan berasal dari 5 kota besar di Indonesia melalui metode wawancara, Diagnosis Laboratorium Sifilis dilakukan dengan TPHA dan RPR. Hasil : Prevalensi Sifilis pada Transgender Waria di 5 Kota sebesar 25,25%, Faktor yang berhubungan signifikan adalah Status HIV(p=0,000), PR =2,28 (95% CI 1,78-2,92) kemudian Umur >31 tahun (p=0,000) ,PR= 1,76 (95% CI 1,36- 2,28) dan Penggunaan Hormon Suntik Silikon (p=0,012) PR=1,37 (95% CI 1,07-1,76), Tingkat pendidikan, Lamanya melakukan hubungan seks komersial dengan imbalan, Penggunaan Kondom, Konsumsi Napza Suntik, Konsumsi Alkohol dan Akses ke Layanan IMS tidak berhubungan. Kesimpulan : Faktor biologis Status HIV memiliki hubungan yang kuat PR =2,28 (95% CI 1,78-2,92)dengan Kejadian Sifilis pada Kelompok Transgender Waria di 5 Kota besar di Indonesia.
The prevalence of syphilis according to MOH- IBBS 2007 was found at 6% in the High Risk Population. Highest prevalence was found in Transvestite (25%) followed by Direct Female Sex Worker (10%), MSM (9%), PLT (5%), High Risk Men's (4%), Non Direct Female Sex Worker (3%) and IDU (2%). Syphilis Prevalens among Transvestite increased 1% from 27% to 28 % (2007 to 2011 in the same city). Factors associated with syphilis infection in Transvestite are Age, level of Education, Condom use, Drug Injection use, Use of Silicon Injections, HIV Status, Access to STI Service Clinic, Alcohol consumption and The duration of engaging in commercial sex. Purpose: Knowing associated factors of syphilis infection on Transvestite. Design Cross sectional study with a sample of 1089 randomly Transvestite and derived from the 5 major cities in Indonesia through the interview method and Laboratory diagnosis of syphilis is performed by TPHA and RPR. Results: The prevalence of syphilis in Transvestite in 5 Cities is 25.25% and significant factors related are HIV status (p = 0.000), PR =2,28 (95% CI 1,78-2,92), Age > 31 years (p=0,000) ,PR= 1,76 (95% CI 1,36-2,28), Use of Silicon Injection Hormone p=0,012) PR=1,37 (95% CI 1,07-1,76), Low educational level, The duration of engaging in commercial sex, Condom Use, Drug Injection, Alcohol consumption and Access to STI Service Clinic are not significant related. Conclusion: HIV Status as a biological factors have a strong relation with Syphilis incidence in Transvestite group population within 5 major cities in Indonesia PR =2,28 (95% CI 1,78-2,92).
