Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 37568 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Stya Hadi Saputra; Pembimbing: Mardiati Nadjib; Penguji: Vetty Yuliyanty Permanasari, Karnadi
Abstrak: Capaian cakupan CDR Kota Depok dari tahun 2009 sampai 2014 di bawah target nasional. Kota Depok berada di urutan 24 dari 27 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat dengan nilai CDR sebesar 34,28%. Hanya 5 dari 32 puskesmas yang mencapai target nasional pada tahun 2014. Penelitian kualitatif ini membahas tentang penemuan kasus TB paru BTA positif di Kota Depok. Sampelnya adalah Puskesmas Pancoran Mas yang mencapai target dan Puskesmas Sawangan yang tidak mencapai target. Variabel yang diteliti adalah faktor input puskesmas (SDM, Dana, Sarana Prasarana dan Implementasi), peran Dinas Kesehatan dan faktor Kemitraan Masyarakat. Ditemukan bahwa keberhasilan penemuan kasus TB paru BTA positif terutama karena promosi kesehatan yang melibatkan lintas program dan sektor. Petugas P2TB mempunyai peran penting untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan keluarga pasien didukung dengan ketersedian dana. Penelitian ini menyarankan diperluas evaluasi melibatkan seluruh petugas yang terkait dalam pelaksanaan P2TB, baik di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas Kata kunci : Penemuan Kasus TB Paru BTA Positif, Puskesmas dan Studi Kualitatif Case detection of TB cases with BTA positive has been underperformed in Depok since 2009 to 2014. Depok is listed as member 24 of the 27 district / city in West Java with CDR value of 34,28%. Of the 32 health centers in the city of Depok, only 5 community health center (15.6%), reached the national target of in 2014. This study discusses case finding of BTA positive pulmonary TB cases samples were Puskesmas Pancoran Mas with good performance and Puskesmas Sawangan that has not reached the target. Variables involved were Puskesmas input factors (Human Resources, Cost, Infrastructure and Implementation), role of district health office and community participation. It was found that the success of the case detection BTA positive pulmonary TB cases mainly because of health promotion involving other programs and multisectors. The P2TB officers played an important role to disseminate and provide education to the community and the families of patients, supported by the sufficient funding. The study suggested to conduct a thorough evaluation involving all relevant staffs in the implementation of P2TB, both in the District Health Office and Community Health Center. Key Words: Case Detection Rate of Tuberulosis, Community Health Center and Qualitative Study
Read More
S-8673
Depok : FKM-UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Idris Ahmad; Pembimbing: Sandi Iljanto; Penguji: Purnawan Djunadi, Nunuk Agustina
Abstrak: Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebebakan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. pada tahun 2012 mencapai prevalensi 12 juta prevalensi kasus dan 990 ribu kematian di dunia. Di Indonesia prevalensi penyakit ini sebesar 423/100.000 penduduk dan mortalitas sebesar 27/100.000 penduduk. Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari rata-rata nasional adalah Jawab Barat.Dalam sepuluh tahun terakhir pencapaian penemuan kasus baru TB BTA positif (CDR) kota Bekasi belum pernah mencapai target nasional. Selain itu, dari 31 puskesmas yang berada di wilayah Kota Bekasi hanya 3(10%) puskesmas yang mencapai target nasional.
 
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif di puskesmas wilayah Kota Bekasi tahun 2012. Penelitian ini menggunkan metode cross sectional deengan analisis uji T dan Chi square. Penelitian ini dilakukan bulan April–Juni 2013 dengan menggunakan data sekunder baik register TB di puskesmas, dinas Kesehatan, dan laporan pendukung lainnya. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem.
 
Hasil didapatkan bahwa dilihat dari kondisi SDM, terdapat 14 (54,8%) puskesmas dengan kondisi kurang, tingkat tanggung jawab yang dimiliki oleh penanggung jawab program TB 23 (74,2%) puskesmas tinggi, terdapat 26 (83,9%) puskesmas dengan penanggung jawab program TB dengan tingkat pengetahuan baik, dan 16 (51,6%) puskesmas memiliki proporsi pelatihan tinggi. Dari kondisi sarana dan prasarana diperoleh bahwa terdapat 23 (74,2%) puskesmas memiliki kondisi sarana dan prasarana yang baik.
 
Berdasarkan alokasi dana tersebar merata 45,2% puskesmas untuk rendah ataupun tinggi. Dilihat dari angka penjaringan suspek diperoleh bahwa 16 (51,6%) puskesmas memiliki angka penjaringan suspek tinggi, dilihat menurut frekuensi kegiatan KIE TB terdapat 26 (83,9%) puskesmas dengan frekuensi KIE TB tinggi, terdapat 20 (64,5%) puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak tinggi, dan terdapat 16 (51,6%) puskesmas dengan tingkat kemitraan masyrakat rendah.
 
Hasil analisis antara proses dan output didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara angka penjaringan suspek dengan cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif. Didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara KIE TB, pemeriksaan Kontak, dan juga kemitraan masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah angka penjaringan suspek berpengaruh terhadap cakupan penemuan kasus TB BTA Positif.
 

Tuberculosis is a disease that caused by the Mycobacterium tuberculosis. In 2012, the prevalence of the cases reached 12 million and caused 990 thousand death cases in the world. In Indonesia, the prevalence of this disease is 423/100.000 with 27/100.000 for the mortality rate. One of the provinces which have a higher prevalence than the national average is West Java. Bekasi, as one of the city in West Java still has problem in TB control. In the last ten years, the Case Detection Rate has not reached the national target. In addition, there are only 3 (10%) health centers in Bekasi City which are achieved the national target.
 
This reaserch is aimed to determine the factors related to the scope of tuberculosis new cases detection in Bekasi Regional Health Center Area in 2012. It then cross-sectional analysis with the T and Chi square test. The research was conducted on April-June 2013 by using secondary data from health centers, health departments, and other supporting reports. Furthermore, a system approach is used in this study.
 
The results obtained that the human condition 14 (54.8%) in health centers with the low conditions, the level of responsibility held by the person in charge of the TB program 23 (74.2%) in health centers with a high level of responsibility, there were 26 (83.9% ) which had charge of the TB program with a good level of knowledge, and 16 (51.6%) with high training proportions. In term of infrastructure condition, it is obtained that there are 23 (74.2%) health centers in the good condition.
 
Based on the fund allocation, it is equally spread 45.2% for good and low condition. In crawl suspect, it is obtained that 16 (51.6%) health center with high crawl suspect, seen by the frequency of Communication, Information, and Education of TB (KIE TB) activities there were 26 (83.9%) centers with a high frequency of KIE TB, then there are 20 (64.5%) health center with high examination for the person in contact, and there are 16 (51.6%) health centers with low levels of society partnerships.
 
The result for the process and output is obtained that there is a significant correlation between the number of crawl suspected to number of coverage of the Tuberculosis (+) new case detection. Meanwhile, there is no significant correlation between KIE TB, contact examination and as well as community partnerships. The conclusion of this study is the crawl of the suspect affects number of coverage of the Tuberculosis (+) new case detection.
Read More
S-7886
Depok : FKM-UI, 2013
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hilda Anandya Sugianto; Pembimbing: Budi Hidayat; Penguji: Pujiyanto, Tiur Febrina Pohan
S-8879
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Puteri Asma Dewi; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Mardiati Nadjib, Adang Bachtiar, Fajar Arianti, Amila Megraini
Abstrak:
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Tuberkulosis dengan Resistan Obat menjadi tantangan serius bagi pengendalian kasus tuberkulosis di Indonesia. Insiden TB yang meningkat menjadi salah satu dasar diterapkannya deteksi cepat TB menggunkan pemeriksaan biomolekuler yaitu dengan tes cepat molekuler. Dengan adanya alat TCM diharapkan dapat membantu penemuan diagnosa TB yang cepat dan dapat mengidentifikasi resistansi terhadap rifampisin secara simultan, sehingga inisiasi dini terapi yang akurat dapat diberikan dan dapat mengurangi insiden TB secara umum. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan case study yang bertujuan melihat bagaimana peristiwa dapat berjalan serta mengeksplorasi isu atau kasus dengan menggunakan kasus tersebut sebagai ilustrasi spesifik. Hasil dari penelitian ini yaitu mengevaluasi pemanfaatan alat dengan tes cepat molekuler dalam penemuan kasus TB resistan obat untuk itu diperlukan komitmen dalam menanggulangi masalah TB Resistan Obat yaitu dengan memastikan akses dan pemanfaatn alat TCM secara optimal dengan membangun sistem trasportasi spesimen, proses pencatatan dan pelaporan sesuai dengan kebijakan serta memfasilitasi pembentukan jejaring rujukan dalam pemanfaatan alat Tes Cepat Molekuler di Puskemas Pancoran Mas Kota Depok. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perlunya kolaborasi antar pemerintah dan swasta dengan memperkuat District Public Private Mix dalam penemuan kasus serta teritegrasinya proses pencatatan dan pelaporan baik untuk fasilitas kesehatan ke rumah sakit rujukan.

Tuberculosis is a public health problem which is a global challenge. Drug-Resistant Tuberculosis is a serious challenge for controlling tuberculosis cases in Indonesia. The increasing incidence of TB is one of the bases for implementing rapid detection of TB using biomolecular examinations, namely the molecular rapid test. With the existence of TCM tools, it is expected to be able to assist in the rapid discovery of TB diagnoses and to be able to identify resistance to rifampicin simultaneously, so that early initiation of accurate therapy can be given and can reduce the incidence of TB in general. This study uses a qualitative method with a case study approach that aims to see how events can proceed and explore issues or cases by using the case as a specific illustration. The results of this study are evaluating the use of tools with rapid molecular tests in the detection of drug-resistant TB cases, therefore, a commitment is needed in overcoming the problem of drug-resistant TB, namely by ensuring optimal access and use of TCM tools by building a specimen transport system, recording and reporting processes in accordance with policy and facilitate the establishment of a referral network in the use of the Molecular Rapid Test at Puskesmas Pancoran Mas, Depok. The conclusion in this study is the need for collaboration between the government and the private sector by strengthening the District Public Private Mix in case finding and the integration of the recording and reporting processes for both health facilities to referral hospitals.

Read More
T-5847
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nuril Rahmatika; Pembimbing: Mardiati Nadjib; Penguji: Vetty Yulianty Permanasari, Rien Pramindari, Weni Muniarti
Abstrak: Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan remaja. Dari data tingkat pemenuhan SN-PKPR bulan Mei-Juni 2020, terdapat 34 Puskesmas yang melakukan evaluasi diri. Terdapat 5 Puskesmas yang telah mencapai tingkat pemenuhan SN-PKPR paripurna Tujuan penelitian ini ialah untuk melakukan analisis implementasi PKPR di Puskesmas Kota Depok dengan studi kasus pada Puskesmas Cinere (Tingkat pemenuhan SN-PKPR optimal) dan Puskesmas Cisalak Pasar (Tingkat pemenuhan SN-PKPR minimal). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Triangulasi yang dilakukan ialah trangulasi sumber, metode, dan data. Penyelenggaraan PKPR di Puskesmas Cinere didukung tim PKPR dimana Penanggung Jawab programnya telah mendapatkan pelatihan, jumlah Kader Kesehatan Remaja yang mencukupi, terdapatnya ruang untuk konsultasi, adanya pedoman, dan dana. Dari data kunjungan kasus Puskesmas Cisalak Pasar, kunjungan remaja cenderung menurun sejak tahun 2019. Terdapat penurunan pemanfaatan PKPR yang jelas terlihat pada bulan April 2020 (7 remaja) dibandingkan Maret 2020 (32 remaja). Permasalahan yang ditemukan terkait dengan belum rutinnya pelatihan PKPR, kurangnya koordinasi dengan remaja, tidak ada ruang untuk konsultasi dan penyimpanan rekam medik remaja, tidak ada penggunaan dana untuk PKPR, kegiatan PKPR sudah tidak rutin sejak 2019, kurang lengkapnya pengisian format pencatatan dan pelaporan, target PKPR belum ditentukan, dan kurangnya dukungan lintas sektor. Penurunan pemanfaatan PKPR dapat terkait dengan permasalahan pada masing-masing Puskesmas. Penanggung Jawab program PKPR berserta tim PKPR perlu mengambil langkah yang tepat untuk memperbaikinya. Diperlukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga terkait untuk menyusun kebijakan perbaikan penyelenggaraan PKPR
Read More
T-6026
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Tasya Caesarena Pertiwi; Pembimbing: Masyitoh; Penguji; Mieke Savitri, Mutmainah Indriyati
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rujukan rawat jalan kasus nonspesialistik di Puskesmas Beji dan Puskesmas Depok Jaya. Penelitian ini menggunakanmetode kualitatif, dengan menggunakan data primer berupa wawancara mendalam, dandata sekunder dengan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diPuskesmas Beji dan Puskesmas Depok Jaya memiliki rasio rujukan rawat jalan kasusnon spesialistik yang optimal yaitu sebesar 0%, hal ini disebabkan karena dokter dikedua puskesmas memiliki kesadaran tinggi untuk memberikan rujukan sesuai indikasi,dan terdapat feedback dari BPJS terkait dengan capaian rasio rujukan rawat jalan kasusnon spesialistik. Dokter di Puskesmas Beji dan Puskesmas Depok Jaya memilikiketerampilan dan pengetahuan yang baik serta memiliki lama kerja sebagai dokter yangcukup panjang. Jumlah dokter di Puskesmas Beji dan Puskesmas Depok Jaya masihbelum cukup sesuai dengan analisis beban kerja. Pelatihan dibutuhkan oleh dokter nonPNS. Peralatan di kedua puskesmas masih kurang lengkap. Obat di kedua puskesmassudah lengkap namun terkadang terjadi kekosongan obat.Kata Kunci : Dokter; Rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik.
Read More
S-10255
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Halimah Dwi Putriyanti; Pembimbing: Puput Oktamianti; Penguji: Ascobat Gani, Kurnia Sari, Zakiah, Harimat Hendarwan
Abstrak:
Latar Belakang : Berdasarkan data statistic tahun 2020 kematian ibu di Indonesia sebesar 189 per 100.000 kelahiran hidup, masih belum mencapai angka yang di targetkan oleh SDG’s yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan kematian bayi di Indonesia mencapai 16,85 per 1.000 kelahiran hidup, dengan 17 bayi yang tidak mencapai usia 1 tahun. Indonesia merupkan negara yang menduduki peringkat ke 3 tertinggi AKI di ASEAN.  Metode: Penelitian ini menggunakan jenis data penelitian kuantitaif, desain penelitian non eksperimental metode pengambilan data cross sectional. Sampel berjumlah 111 ibu yang melahirkan dalam kurun waktu Bulan Januari 2024 sampai dengan Juni 2025, yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur dan dianalisis menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antar variabel. Kesimpulan: Faktor individu yaitu terdiri dari Penjaminan Asuransi kesehatan, Faktor Individual level/ Obstetric Characteristic yaitu terdiri dari paritas, dan factor Institutional Level terdiri dari Metode Persalinan, dan penolong persalinan adalah factor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan persalinan bagi ibu bersalin di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) Pancoran Mas tahun 2025.

Background: According to 2020 statistical data, the number of maternal deaths in Indonesia is 189 per 100,000 live births, which is still far from the SDGs target of 70 per 100,000 live births. Meanwhile, infant mortality in Indonesia reached 16.85 per 1,000 live births, with 17 babies not reaching the age of 1 year. Indonesia is the country with the 3rd highest MMR in ASEAN. Method: This study used a non-experimental design with a cross-sectional method. The sample consisted of 111 mothers who gave birth between January 2024 and June 2025, taken using a purposive sampling technique. Data were collected through a structured questionnaire and analyzed using the chi-square test to determine the relationship between variables. Conclusion: Individual factors consisting of health insurance coverage, individual-level/obstetric characteristic factors consisting of parity, and institutional-level factors consisting of delivery methods and delivery assistants are factors related to the utilization of delivery services for mothers giving birth at the Pancoran Mas Basic Emergency Obstetric Neonatal Services (PONED) Health Center in 2025.
Read More
T-7446
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nadia Putri Maretta; Pembimbing: Prastuti Soewondo; Penguji: Ede Surya Darmawan, Adang Bachtiar, Mira Miranti Puspitasari, Utang Wardaya
Abstrak:
Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang menjadi 60% penyebab kematian di Indonesia. DM tipe 2 dapat dilakukan pencegahannya yaitu dengan melakukan deteksi dini pada kelompok tanpa gejala dan prediabetes. Adanya Posbindu PTM menjadi salah satu wadah kegiatan untuk menyebarluaskan upaya deteksi dini DM tipe 2 di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan Posbindu PTM di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok pada tahun 2020. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Didapatkan informan sebanyak 11 orang dengan latar belakang peran yang berbeda. Teknik triangulasi sumber dan metode digunakan untuk melakukan crosscheck atau validasi data informan. Hasil: Belum semua Kelurahan di wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok memiliki Posbindu PTM dan pelaksanaanya masih belum optimal dalam menjangkau warga usia produktif (usia >15 tahun). Di masa pandemi Covid 19 pelaksanaan Posbindu PTM dihentikan. Permasalahan yang ditemui pada kesiapan variabel input yaitu ketersediaan SDM yang kurang memadai dan kompetensi kader yang tidak merata, keterbatasan dana operasional, sarana dan prasarana yang kurang memadai, tidak tersedianya petunjuk teknis bagi kader, dan kurangnya dukungan dari instansi pemerintah maupun swasta. Kemudian dari kesesuaian variabel proses mulai dari perencanaan, pengorganisasian, aktuasi, kontrol dan evaluasi masih harus dimaksimalkan yaitu dengan melakukan kolaborasi lintas sektoral dengan memaksimalkan peran masing-masing pihak yang terlibat. Pada capaian output indikator kuantitas pelaksanaan Posbindu PTM sudah berjalan sesuai panduan, namun pada indikator cakupan pemeriksaan faktor risiko DM tipe 2 dan cakupan rujukan masih belum tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kesimpulan: Pemberdayaan Posbindu PTM dalam upaya pencegahan DM tipe 2 belum berjalan optimal yang berakibat pada belum optimalnya temuan dini pada kelompok yang rentan menderita DM tipe 2. Disarankan agar semua pihak yang terlibat untuk berkolaborasi meningkatkan peran masing-masing di dalam pemberdayaan Posbindu PTM sebagai upaya pencegahan DM tipe 2

Background: The existence of Posbindu PTM has become a place for activities to disseminate early detection efforts for type 2 diabetes in the community. The purpose of this study was to investigate the implementation of empowerment Posbindu PTM. Method: This study use a qualitative approach. It was found 11 informants from different backgrounds. Result: The implementation is still not optimal in reaching productive age communities. During in Covid 19 situation, the Posbindu PTM was stopped. Problems encountered in the readiness of input variables are the availability of inadequate human resources and uneven competence of cadres, limited operational funds, inadequate facilities and infrastructure, unavailability of technical instructions for cadres, and lack of support from government and private agencies. Then from the suitability of the process variables ranging from planning, organizing, actuation, control and evaluation still have to be maximized, namely by conducting cross-sectoral collaboration by maximizing the role of each party involved. At the achievement of the output indicator the quantity of Posbindu PTM has been running according to the guidelines, but the indicator coverage of risk factors for DM type 2 and referral coverage has not been achieved in accordance with the targets set by the Department of Health. Conclusion: The empowerment of Posbindu PTM in preventing type 2 DM has not run optimally. It is recommended that all parties involved to collaborate increase their respective roles in empowering Posbindu PTM to prevent DM type 2

Read More
T-5892
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Reny Setiowati; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Anhari Achadi, Puput Oktamianti, Didin Aliyudin, Upi Meikawati
Abstrak: Indonesia menempati urutan kesembilan dari dua puluh tujuh negara yangmemiliki beban MDR (Multi Drug Resistan) TB (Tuberkulosis) di dunia.Kegagalan konversi pada pasien TB paru merupakan salah satu penyebabterjadinya resisten OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pasien TB paru BTA (BasilTahan Asam) positif kategori I yang mengalami kegagalan konversi di puskesmaswilayah Kota Serang tahun 2014 sebanyak 49 pasien dari 602 pasien TB yangdiobati. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungandengan kegagalan konversi pasien TB paru BTA positif kategori I denganmenggunakan studi cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah regresilogistik terhadap 168 orang pasien TB paru BTA positif kategori I tahun 2014.Hasil penelitian diperoleh bahwa pasien TB paru BTA positif kategori I yangmengalami kegagalan konversi sebanyak 28%. Ada hubungan antara tingkatpendapatan, pengetahuan tentang TB, sikap pasien terhadap pengalaman terkaitTB, jarak dan akses ke puskesmas, kondisi lingkungan tempat tinggal, informasikesehatan dari petugas TB dan efek samping obat terhadap kegagalan konversipasien TB paru BTA positif kategori I. Faktor yang paling dominan berhubunganadalah informasi kesehatan dari petugas TB (nilai p value = 0,002, OR 33,217,95% CI 3,600-306,497). Disimpulkan bahwa peran petugas kesehatan sangatberpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru. Diperlukankomitmen petugas dalam menjalankan fungsi kesehatan masyarakat di antaranyameningkatkan kemampuan petugas dalam memberikan informasi kesehatan sertamenjalin kerjasama dengan pasien dan keluarganya untuk terus memberikanpendampingan dan pemberian motivasi selama pengobatan sehingga mencegahterjadinya kegagalan konversi yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilanpengobatan.Kata kunci: TB, kegagalan konversi, BTA positif, kategori I.
Read More
T-4591
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wulansari; Pembimbing: Budi Hidayat; Penguji: Pujiyanto, Juri Hendrajadi, Arihni Suprapti
Abstrak:
Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan perorangan yang paripurna, adil, merata, dan berkualitas. Agar Puskesmas berkinerja optimal dan memuaskan masyarakat, diperlukan Manajemen Puskesmas untuk menjaga mutu melalui pengaturan sumber daya secara efektif, efisien, termasuk menjaga kualitas proses pengelolaannya. Belum semua puskesmas di Indonesia menerapkan manajemen puskesmas sesuai ketentuan Permenkes 44 tahun 2016. Di Kota Depok, baru 1 puskesmas yang memberikan pelayanan bermutu sesuai standar (terakreditasi paripurna) dan masih terdapat 12 Puskesmas dengan tata kelola cukup dan kurang. Tata Kelola puskesmas dan akreditasi sangat terkait dengan penerapan manajemen puskesmas. Disisi lain, cakupan pelatihan Manajemen Puskesmas sudah 100%. Penilaian akreditasi dan PKP di Puskesmas, tidak otomatis merefleksikan output dari puskesmas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan manajemen puskesmas pasca pelatihan Manajemen Puskesmas di Puskesmas X dan Y Kota Depok Tahun 2022, ditinjau dari sisi Input, Proses dan Output serta penerapan RTL pasca pelatihan di instansi masing-masing. Metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assessment Procedure telah digunakan dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan wawancara mendalam dan telaah dokumen untuk menjawab empat tujuan penelitian. Wawancara telah dilakukan informan kunci di Puskesmas terakreditasi madya, informan utama dan pendukung. Telaah dokumen dilakukan terhadap data sekunder Puskesmas serta Dinas Kesehatan. Hasil penelitian pada komponen input didapatkan bahwa faktor SDM, sumber pembiayaan, data dan SK tim belum terpenuhi secara optimal pada Puskesmas berkinerja cukup. Pada komponen proses, tahap P1 masih ada yang belum dilaksanakan sesuai pedoman, tahap P2 dilaksanakan belum sesuai agenda dan P3 pengawasan internal belum berjalan optimal serta belum memanfaatkan teknologi serta inovasi. Pada komponen Output, sebagian kecil Dokumen P1 dan P2 belum sesuai pedoman serta Rencana Tindak Lanjut Pelatihan belum seluruhnya diimplementasikan di Puskesmas karena beberapa kendala. Penerapan Manajemen Puskesmas Pasca Pelatihan Manajemen Puskesmas sangat dipengaruhi oleh komponen Input (SDM, sumber pembiayaan, tim efektif) serta Proses (P1, P2, Pengawasan dan Pengendalian). Pada akhirnya penelitian ini memberikan rekomendasi untuk melaksanakan upaya optimalisasi penerapan manajemen puskesmas di Puskesmas, mendorong terciptanya inovasi puskesmas, serta memformulasi ulang form rencana tindak lanjut pelatihan.

Health centers are required to provide health services to the community and individuals that are complete, fair, equitable, and of high quality. In order for Puskesmas to perform optimally and satisfy the community, Puskesmas Management is needed to maintain quality through effective and efficient resource management, including maintaining the quality of the management process. Not all health centers in Indonesia have implemented health center management according to the provisions of Permenkes 44 of 2016. In Depok City, only 1 health center provides quality services according to standards (fully accredited) and there are still 12 health centers with sufficient and insufficient governance. PHC governance and accreditation are closely related to the implementation of PHC management. On the other hand, the coverage of Puskesmas Management training is 100%. Assessment of accreditation and PKP at Puskesmas, does not automatically reflect the output of the puskesmas. This study aims to determine how the implementation of puskesmas management after Puskesmas Management training at Puskesmas X and Y, Depok City in 2022, in terms of Input, Process and Output as well as the implementation of RTL after training in their respective agencies. The qualitative method with the Rapid Assessment Procedure approach has been used in this study. Researchers used in-depth interviews and document review to answer the four research objectives. Interviews have been conducted with key informants at intermediate accredited health centers, main and supporting informants. Document review was conducted on secondary data from the Puskesmas and the Health Office. The results of the research on the input component found that the factors of human resources, financial resources, data and team decree have not been fulfilled optimally in moderately performing health centers. In the process component, there are still P1 stages that have not been implemented according to guidelines, P2 stages have not been implemented according to the agenda and P3 internal supervision has not run optimally and has not utilized technology and innovation. In the Output component, a small part of the P1 and P2 documents have not been in accordance with the guidelines and the Training Follow-Up Plan has not been fully implemented at the Puskesmas due to several obstacles. The implementation of Puskesmas Management after Puskesmas Management Training is strongly influenced by the Input component (HR, financial resources, effective team) and Process (P1, P2, Supervision and Control). The implementation of Puskesmas Management after Puskesmas Management Training is strongly influenced by the Input component (HR, financial resources, effective team) and Process (P1, P2, Supervision and Control).In the end, this study provides recommendations for carrying out efforts to optimize the implementation of puskesmas management at Puskesmas, encourage the creation of puskesmas innovations, and reformulate the training follow-up plan form.
Read More
T-6797
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive