Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 33020 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Dora Herdiana; Pembimbing: Nurhayati Prihartono; Penguji: Ratna Djuwita, Heidy Agustin, Sulistyo
Abstrak: Tingginya angka putus berobat merupakan masalah serius dalampengobatan TB karena memunculkan resistensi obat, meningkatkan kekambuhan,gagal pengobatan,dan berpotensi penularan yang menyebabkan peningkatanbeban dan transmisi TB. Sistem skoring faktor risiko untuk memprediksikesintasan putus berobat pada penderita TB belum banyak diteliti. Studi inibertujuan untuk mengetahui sistem skoring faktor prediktor kesintasan putusberobat penderita TB paru.Studi dilakukan pada April-Mei 2015 di poli DOTS RSUP Persahabatan,menggunakan desain cohort retrospective yang bersumber dari form TB 01 danrekam medis. Sampel sebanyak 370 dengan penderita putus berobat sebagai event,70 orang, penderita sembuh dan pengobatan lengkap sebagai sensor, 300 orang.Probabilitas kumulatif kesintasan putus berobat penderita TB adalah 81%. Hasilanalisis multivariat menemukan prediktor jenis kelamin, diagnosis TB, dan ambilobat sesuai jadwal yang berinteraksi dengan waktu mempunyai nilai p 0,043,0,008, 0,0001 berturut-turut, berisiko terhadap kesintasan putus berobat denganHR 1,7 (95%CI:1,02-2,99), 1,9 (95%CI:1,18-3,05) dan 32,7 (95%CI:14,78-72,18).Variabel mengambil obat sesuai jadwal semakin meningkat HR nya seiringmeningkatnya waktu pengamatan. Hasil skoring model akhir mampu memprediksikesintasan kejadian putus berobat penderita TB paru sebesar 92%, dan nilai cut-off untuk skor model skoring ≥21.Perlu meningkatkan KIE pada penderita secara efektif khususnyapenderita yang laki-laki, diagnosis TB BTA negatif dan mengambil obat tidaksesuai jadwal, meningkatkan jejaring internal maupun eksternal rumah sakit,untuk mengendalikan angka putus berobat TB.Kata Kunci: tuberculosis, putus berobat, kesintasan, skoring
Treatment default is a serious problem in tuberculosis control because itimplies resistance, increased relaps, failure, persistence of infectious source andfurther increased burden and transmission tuberculosis. Scoring system of defaultrisk factors to predict survival patients have been not studied yet, particularly inIndonesia. The aim of this study to determine the predictors scouring system ofsurvival defaulting treatment for tuberculosis patients.This retrospective cohort study was conducted from April to Mei 2013 atpoli DOTS RSUP Persahabatan. were identified from TB 01 forms and medicalrecords. Patients defaulting from treatment were considered as event and thosecure and completing treatment as censors. 370 tuberculosis patients wereincluded, 70 events and 300 censors. Overall patients survival rate was 81%.Survival defaulting associated significanly to sex, smear diagnosis and taking drugaccording to guideline with p value are 0,043, 0,008, 0,0001 respectively, found tobe risk factors for survival defaulting HR 1,7 (95%CI:1,02-2,99), HR 1,9;(95%CI:1,18-3.05), dan HR 32,7 (95%CI:14,78-72,18) respectively. IncreasingHR of taking drug according to guideline followed with increased alteration oftime observation. Scoring results are obtained predicting survival patientsdefaulting by 92%, and a cut-off point for the scoring model is ≥21.Communication, information and education must be increased das well asincreased internal and external hospital linkage to decrease default outcome.Keywords: tuberculosis, default, survival, scouring
Read More
T4472
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ririn Ayudiasari; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Syahrizal, Meilina Farikha
Abstrak:
Tren angka putus berobat pada pasien TBC RO cenderung fluktuatif. Angka putus berobat TBC RO pada tahun 2020 sebesar 19%, angka ini menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar 22% dan 2018 sebesar 27%. Angka putus berobat ini memberikan dampak yang besar bagi indikator program tuberkulosis nasional yang secara tidak langsung memengaruhi keberhasilan pengobatan TBC RO yang belum mencapai target 80%. Penelitian terdahulu menyebutkan kejadian putus berobat ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Akan tetapi, penyebab pasti dari kejadian putus berobat pasien TBC RO di Indonesia belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia Tahun 2022-2023. Sampel penelitian ini adalah semua kasus pasien TBC RO di Indonesia yang memulai pengobatan pada tahun 2022-2023 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan dinyatakan sembuh, pengobatan lengkap, dan putus berobat pada Mei 2024. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status HIV, status DM, jenis resistansi, kategori panduan OAT, dan jenis fasyankes terhadap kejadian putus berobat pada pasien TBC RO. Sedangkan faktor riwayat pengobatan dan wilayah fasyankes tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian putus berobat. Perluasan fasyankes pelaksana layanan TBC RO dan kolaborasi antara fasyankes dan komunitas TB dalam melakukan pendampingan dan memberikan dukungan psikososial dapat membantu mencegah terjadinya kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia.

The trend of treatment loss to follow up (LTFU) rates in DR-TB patients tends to fluctuate. The DR-TB treatment LTFU 2020 was 19%, this number decreased compared to 2019 of 22% and 2018 of 27%. LTFU have a major impact on national TB programme indicators, which indirectly affect the success of DR-TB treatment, which has not yet reached the 80% target. Previous studies have found that LTFU is influenced by individual characteristics, behavioural factors, and environmental factors. However, the exact causes of LTFU among DR-TB patients in Indonesia are still unknown. This study aims to find out what factors are associated with the incidence of LTFU in patients with DR-TB in Indonesia in 2022-2023. The sample of this study was all DR-TB patients in Indonesia who started treatment in 2022-2023 and had the final results of treatment declared cured, complete treatment, and LTFU in May 2024. The results showed that there was an association between age, gender, HIV status, DM status, type of resistance, OAT guideline category, and type of health facility with LTFU in patients with DR-TB. Meanwhile, the treatment history and health facility region did not show a significant association with LTFU. Expansion of health facilities providing DR-TB treatment and collaboration between health facilities and TB communities in assisting and providing psychosocial support can help prevent LTFU among patients with DR-TB in Indonesia.
Read More
S-11668
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Marlinggom Silitonga; Pembimbing: Bambang Sutrisna
T-863
Depok : FKM UI, 2000
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lia Amalia; Pembimbing: Nurhayati Adnan; Syahrizal Syarif; Penguji: Syahruddin, Elisna; Punto Dewo
Abstrak: ABSTRAK Kanker paru merupakan kanker yang paling sering didiagnosis dan menjadi penyebab utama kematian akibat kanker. Prognosisnya masih buruk karena di tahap awal tidak ada gejala yang merujuk pada kanker paru sehingga sebagian besar didiagnosis pada stadium lanjut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan pasien kanker paru. Penelitian kohort retrospektifdilakukan di RSUP Persahabatan menggunakan data rekam medis pasien kanker paru yang didiagnosis pada periode 2014-2016 dengan 228 pasien eligibel. Terdapat sepuluh faktor yang dianalisisyaitu usia, jenis kelamin, status merokok, status gizi, komorbiditas, performance status, sumber pembiayaan, stadium klinis, jenis histologi dan jenis terapi. Pada analisis Kaplan Meier diperoleh survival ratesatu, dua dan tiga tahun adalah 50%, 425dan 38% dengan median 12 bulan (95% CI 6,31-17,69). Hasil analisis cox proportional hazards menunjukkan bahwa pada kesintasan 1 tahun stadium IV memiliki risiko 2,46 kali lebih besar untuk terjadi kematian (95%CI: 1,25-4,87; P=0,010). Pada kesintasan 2 tahun, stadium IV memiliki risiko 2,58 kali (95%CI: 1,35-4,93; P=0,004)dan performance status (PS) >2 memiliki risiko 1,85 kali lebih besar untuk terjadi kematian (95%CI: 1,21-2,83; P=0,005). Pada kesintasan 3 tahun, stadium IV memiliki risiko 2,26 kali lebih besar untuk terjadi kematian (95%CI: 1,24-4,11; P=0,008) dan pada interaksi stadium IV dengan PS >2 memiliki risiko 4,07 kali untuk terjadi kematian. Disimpulkan stadium klinis dan performance statusmerupakan faktor prediktor kesintasan pasien kanker paru. Kata Kunci : kesintasan, kanker paru, faktor prediktor Lung cancer is the most commonly diagnosed cancer and the leading cause of cancer deaths. The prognosis is still poor because in the early stages there are no symptoms that refer to lung cancer so that most are diagnosed at an advanced stage. The objective of this studywas to determine the factors affecting survival of lung cancer. The retrospective cohort study was conducted in Persahabatan Hospital using medical record data of lung cancer patients diagnosed in the period 2014-2016 with 228 eligible patients. There were ten factors analyzed: age, sex, smoking status, nutritional status, comorbidity, performance status, funding source, stage, histology type and therapy. In Kaplan Meier analysis showed that one-, two- and three years survival rate were 50%, 42 and 38% with median 12 months (95% CI 6.31-17,69). The results of cox proportional hazards analysis showed that in the 1st year of survival, stage IV had 2.46 times higher risk for death (95% CI: 1.25-4,87; P = 0.010). At 2 years survival, stage IV and performance status (PS) >2 had a risk of 2.58 (95% CI: 1.35-4.93; P = 0.004) and 1.85 times greater risk for death ( 95% CI: 1.21-2,83; P = 0.005). At 3-year survival, stage IV had a 2.26 times greater risk of death (95% CI: 1.24-4.11, P = 0.008) and in interaction betweenstage IV with PS> 2 had a risk of 4.07 times for death. Stage and performance status are a predictor factors of lung cancer survival. Key words:survival rate, lung cancer, predictor factors
Read More
T-5135
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Tika Dwi Tama; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Ratna Djuwita, Erlina Burhan, Sulistyo
T-4250
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Al Khoirul Idrus Muhammad Fitri; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Sulistyo, Muhammad Bal`an Kamali Rangkuti
Abstrak: Program penanggulangan TB nasional menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) telah dilaksanakan sejak tahun 1995. Secara nasional strategi DOTS telah memberikan perubahan meskipun belum secara komprehensif. Kondisi diatas diperparah dengan munculnya masalah baru, diantaranya adalah kejadian TB-HIV. Tipe penderita dan ko-infeksi TB-HIV menjadi faktor risiko terjadinya putus berobat OAT pada penderita TB Paru BTA Positif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tipe penderita dan ko- infeksi TB-HIV dengan kejadian putus berobat penderita TB Paru BTA positif di Kota Jakarta Timur. Desain penelitian kasus kontrol, dilakukan pengamatan pada penderita TB Paru BTA positif di Kota Jakarta Timur. Analisis multivariat dengan regresi logistic. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang signifikan antara ko-infeksi TB-HIV dengan kejadian putus berobat pada penderita TB Paru BTA positif di Kota Jakarta Timur dengan aOR 19,27 setelah dikontrol jenis kelamin dan status PMO (p value=0,006; 95% CI: 2,36-157,21). Keberadaan infeksi HIV secara bersamaan dengan infeksi TB semakin mengancam kelangsungan hidup sehingga diperlukan terapi yang adekuat untuk mengendalikan virus dan membunuh kuman mycobacterium tuberculosis. Skrining HIV pada penderita TB harus dilakukan secara intensif untuk tata laksana pengobatan yang adekuat melalui program kolaborasi TB-HIV sehingga penderita bisa sembuh dari infeksi TB. Kata Kunci : penderita, TB-HIV, BTA positif

A national TB control program using the DOTS strategy (Directly Observed Treatment Shortcourse) has been implemented since 1995. Nationally, the DOTS strategy has provided changes although not yet comprehensively. The above conditions are exacerbated by the emergence of new problem, such as the incidence of TB-HIV. Type of patient and TB-HIV co-infection is a risk factor to default of anti tuberculosis drugs on positive smear pulmonary tuberculosis patient. The purpose research is to know relation between patient type and TB- HIV co-infection default of treatment for positive smear pulmonary tuberculosis patients in East Jakarta. The design of case control research, conducted observation on the patient of smear positive pulmonary tuberculosis in East Jakarta. Multivariate analysis with logistic regression. The result of anti tuberculosis drugs of the research showed significant correlation between TB-HIV co-infection with default with smear positive pulmonary tuberculosis patient with aOR 19,27 after controlled sex and drug administer superviser statue (p value = 0,006; 95% CI: 2,36-157.21). The presence of HIV infection simultaneously with TB infection is increasingly threatening survival so that adequate therapy is needed to control the virus and kill the bacteria mycobacterium tuberculosis. HIV screening of tuberculosis patients should be intensified for an adequate treatment regimen through a TB-HIV collaboration program so that people can recover from TB infection. Key Word : patient, co-infection TB-HIV, positive BTA
Read More
T-4942
Depok : FKM UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Elizabeth Simamora; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Yunis Tri Miko Wahyono, M. Arifin Nawas
S-6798
Depok : FKM UI, 2011
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Angga Berliana Dewi; Pembimbing: Nuning MK Masjkuri; Penguji: Lukman Hakim Tarigan, Soedjono
S-5519
Depok : FKM-UI, 2008
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Indah Mediana; Pembimbing: Syahrizal Syarif; Penguji: Yovsyah, Rina Handayani
S-10413
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lia Alfiana Fauziah; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Dwi Gayatri, Fahiyah Isbaniyah
Abstrak: Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia baik dalam hal prevalensinya maupun masalah-masalah lainnya yang ditimbulkannya. Upaya dalam penanggulangan penyakit tuberkulosis masih terus dilakukan. Namun dalam perjalanannya banyak hambatan dalam upaya tersebut, salah satunya adalah adanya fenomena tuberkulosis multidrug resistant (TB-MDR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus-kontrol dengan populasinya pasien TB di RSUP Persahabatan tahun 2013.
 
Penelitian ini menghasilkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR di RSUP Persahabatan adalah umur (OR 1,7; 95%CI 0,7-4,1), konsumsi alkohol (OR 1,5; 95%CI 0,5-4,5), riwayat kontak TB (OR 2,1; 95%CI 0,8-5,2), kepatuhan minum obat (OR 10,8; 95%CI 4,4-26,8), status gizi (OR 3,3; 95%CI 1,4-7,8) dan diabetes mellitus (OR 2,1; 0,7-5,8). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk mendukung pelaksanaan program DOTS, penderita TB harus terus dimonitoring dan dikontrol selama pengobatannya terutama dalam hal kepatuhan dalam minum obat.
 

Tuberculosis remains a major problem of public health in Indonesia, both in terms of prevalence and other problems it causes. An attempt of the tuberculosis prevention is still underway. But along the way there are a lot of obstacles in it, one of which is a phenomenon of multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB). This study intended to find the factors that affecting the MDR-TB. The design study is a case-controland the population is patients with TB at RSUP Persahabatan in 2013.
 
This study found that affected is the factors in MDR-TB at RSUP Persahabatan are the age (OR 1.7; 95%CI 0.7-4.1), alcohol consumption (OR 1.5; 95%CI 0.5-4.5), history of TB contact (OR 2.1; 95%CI 0.8-5.2), medication compliance (OR 10.8; 95%CI 4.4-26.8), nutritional status (OR 3.3; 95%CI 1.4-7.8) and diabetes mellitus (OR 2.1; 95%CI 0.7-5.8). The study showed that to support the implementation of DOTS program, TB patients should be closely monitored and controlled during treatment, especially in terms of medication compliance.
Read More
S-7783
Depok : FKM-UI, 2013
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive