Ditemukan 33909 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Nur Asniati Djaali; Promotor: Soekidjo Notoatmodjo; Kopromotor: Indang Trihandini, Fasli Jalal; Penguji: Sudijamso Kamso; Ratna Djuwita, Kusharisupeni, Yvonne Handayani, Suriah
D-352
Depok : FKM-UI, 2016
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Citra Puspa Juwita; Promotor: Rita Damyanti; Kopromotor: Djohan Aras, Besral, Dian Ayubi, Sudijanto Kamso, Wahyuddin, Chandra Rudyanto, Muhammad Andry Usman
Abstrak:
Read More
Osteoartritis (OA) lutut merupakan penyakit sendi yang umumnya diderita oleh lansia, dimana lansia akan merasakan nyeri, kaku, dan gangguan fungsional, yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan dapat memengaruhi kualitas hidup lansia. Salah satu penanganan OA adalah dengan kepatuhan melakukan latihan fisik, sehingga diperlukan edukasi latihan fisik OA berbasiskan efikasi diri. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan edukasi berbasiskan efikasi diri yang dapat memengaruhi perilaku aktivitas fisik pada lansia OA lutut. Metode penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen pre dan post edukasi. Pengembangan edukasi menerapkan Intervention Mapping (IM), melalui enam tahapan, yaitu menentukan masalah, menentukan tujuan program, mendesain program, merencanakan program, implementasi, dan evaluasi. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Jakarta Timur, yang melibatkan 20 Posyandu Lansia. Populasi adalah lansia dengan kondisi OA lutut, dengan jumlah subjek penelitian 195 lansia, dipilih cluster random sampling pada empat grup intervensi. OA lutut pada lansia didasarkan pada pemeriksaan rontgen. Pengumpulan data menggunakan instrumen Western Ontario and MacMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC), instrumen self efficacy for exercise, kuesioner Self Reported Questioners (SRQ-20), dan self reported aktivitas fisik dengan log book. Analisis data yang dilakukan univariat, bivariat, dan multivariat dengan uji Different in Different (DID) untuk melihat delta dari perubahan aktivitas fisik sebelum dan sesudah diberikan edukasi latihan fisik OA. Pengukuran dilakukan sebanyak empat kali yaitu sebelum intervensi, satu bulan, dua bulan, dan tiga bulan sesudah intervensi. Hasil penelitian didapat bahwa edukasi latihan fisik berbasiskan efikasi diri pada lansia osteoarthritis lutut adalah latihan fisik yang terdiri dari pemanasan, enam gerak inti, pola berjalan, dan materi efikasi diri. Terdapat pengaruh edukasi latihan fisik OA sebesar 32% terhadap aktivitas fisik, dimana terlihat delta perbedaan efek intervensi pada grup berbasiskan efikasi diri lebih tinggi 0,6 hari dibandingkan grup tidak berbasiskan efikasi diri. Didapat pengaruh edukasi latihan fisik OA terhadap aktivitas fisik sebesar 22% pada metode edukasi, dimana terlihat perbedaan efek intervensi pada metode edukasi kelompok lebih tinggi 0,5 hari dibandingkan metode edukasi individu. Kepatuhan aktivitas fisik secara berurutan dari yang tinggi ke yang rendah adalah kelompok efikasi diri, individu efikasi diri, kelompok tidak efikasi diri, dan yang terakhir individu tidak efikasi diri. Disarankan agar Puskesmas dan Posyandu Lansia dapat menerapkan edukasi latihan fisik OA berbasiskan efikasi diri untuk mengatasi masalah OA lutut pada lansia. Peningkatan kapasitas kader Posyandu Lansia perlu terus dilakukan secara rutin, untuk dapat mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
Osteoarthritis (OA) of the knee is a joint disease commonly suffered by the elderly, that causing pain, stiffness, and functional limitation, and will affect their quality of life if not treated properly. One of the treatment of OA is with adherence physical exercise, thus based-on-self-efficacy-physical-exercise education is needed. The purpose of this study is to develop based-on-self-efficacy education that can affect physical activity behavior in the elderly OA knee. This research method uses quasi-experimental design of pre and post education. Educational development implements Intervention Mapping (IM), through six stages, namely determining problems, determining program goals, designing programs, planning programs, implementation, and evaluation. The location of the study was conducted in the city of East Jakarta, which involved 20 Elderly Posyandu. The population is elderly with OA knee condition, with the number of study subjects 195 elderly, selected cluster random sampling in four intervention groups. Osteoarthritis conditions in subjects using X-ray examination of the knee. Data collection using Western Ontario and MacMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC), self efficacy instrument for exercise, emotional mental health questionnaire (SRQ-20), and self reported physical activity with log book. Data analysis conducted univariate, bivariate, and multivariate with Different in Different (DID) test to see the delta of changes in physical activity before and after OA physical exercise education. Measurements were taken four times that consists before the intervention, one month, two months, and three months after the intervention. The results obtained that physical exercise education based on self-efficacy in the elderly osteoarthritis of the knee is a physical exercise consisting of warm-up, six core physical exercises, walking patterns, and induction of self-efficacy. There was a 32% effect of OA physical exercise education on physical activity, where the delta difference in the intervention effect in the self-efficacy based group was 0.6 days higher than the non-self-efficacy based group. Obtained the effect of OA physical exercise education method on physical activity by 22%, where the difference in the effect of intervention in the group was 0.5 days higher than individuals. The regularity of physical activity in order from high to low is the self-efficacy group, the self-efficacy individual, the non-self-efficacy group, and finally the non-self-efficacy individual. It is recommended that Puskesmas and Posyandu for the elderly can apply OA physical exercise education based on self-efficacy to minimalize knee OA problems in the elderly. Increasing the capacity of Elderly Posyandu cadres needs to be done regularly, to solve health problems in the elderly.
D-482
Depok : FKM-UI, 2023
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Nia Murniati; Promotor: Sudijanto Kamso; Kopromotor: Ratu Ayu Dewi Sartika, Purwantyastuti; Penguji: Ratna Djuwita, Ali Nina Liche Seniati, Herqutanto, Ria Maria Theresa, Fidiansjah
Abstrak:
Read More
Banyak faktor pemicu terjadinya depresi pada lansia yang sudah terdokumentasi dengan baik melalui berbagai literatur, namun belum ada kajian antar kelompok lansia perkotaan dan perdesaan di Indonesia. Kajian antar kelompok ini diperlukan agar penatalaksanaan masalah depresi pada lansia dapat lebih tepat sasaran. Peran biopsikososial dipertimbangkan sebagai kajian holistik yang saling terkait untuk memeriksa sejauh mana hubungannya dengan depresi pada lansia. Kajian dilakukan menggunakan data Indonesia Family Life Survey gelombang 4 dan 5. Hasil menunjukkan terdapat perubahan faktor biopsikososial dengan depresi lansia di perkotaan dan perdesaan Indonesia. Perubahan kondisi fisik dan kesejahteraan subyektif menjadi risiko depresi lansia di perkotaan. Sedangkan untuk lansia perdesaan, ditemukan perubahan kondisi fisik, perubahan rasa saling percaya, perubahan partisipasi masyarakat dan perubahan status marital sebagai risiko depresi lansia.
There are several well-documented factors that contribute to elderly depression, however there haven't been any research in Indonesia comparing elderly populations in urban and rural areas. In order to better effectively manage depression issues in the elderly, a research across groups is required. The role of biopsychosocial is viewed as an interrelated holistic study to determine the extent of its impact on depression in the elderly using data from the Indonesian Family Life Survey waves 4 and 5. The results show that there are differences in the risk of depression in the elderly in urban and rural Indonesia. Changes in physical condition and subjective well-being are risks of depression in urban elderly people. Meanwhile, for rural elderly, changes in physical condition, changes in mutual trust, changes in community participation and changes in marital status were found as risks for elderly depression.
D-496
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Indang Trihandini; Promotor: Sudijanto Kamso; Ko-Promotor: Purwantyastuti; Penguji: Tri Budhi W Rahardjo, Dharmayati Lubis, Soewarta Kosen, Kusharisupeni
Abstrak:
Laporan Sidang Dunia Kedua tentang Lanjut Usia (2002) memperkirakan jumlah lansia di Indonesia menempati urutan ke empat terbesar di dunia dalam abad 21. SKRT 2001 menunjukan angka disabilitas 88,9% lansia, termasuk disabilitas ringan, yang merupakan masalah besar bagi Indonesia. Di Amerika layanan kesehatan telah menurunkan angka disabilitas lansia dari 22,1% pada tahun 1984 menjadi 16% pada tahun 2002 (DHHS, 2003). Studi menggunakan data Indonesian Family Life Survey (SAKERTI) yang didisain panel di 13 provinsi dari tahun 1993 - 2000, dengan tiga kali pengambilan data. Studi bertujuan membuktikan hubungan antara medical check-up dengan pemeliharaan aktifitas fisik dasar pada lansia. Populasi dan sampel adalah pra-lansia aktif (aktif fisik dasar lansia) yang berusia 55 tahun atau lebih pada tahun 1993. Analisis yang digunakan adalah regresi logitik multi-level. Hasil studi didapatkan bahwa dari 1541 pra-lansia (pada tahun 1993), 1464 (89,54%) lansia masih dapat melakukan aktifitas fisik dasar pada tahun 2000. Angka insiden kejadian limitasi aktifitas fisik dasar sebesar 3,2/tahun, yang berarti dari 100 lansia sekitar 3 - 4 lansia akan mengalami disabilitas (memiliki limitasi aktifitas fisik dasar) setiap tahunnya. Hasil analisis mendapatkan bahwa rasio odds peran medical check-up terhadap aktifitas fisik dasar sebesar 1,85 ( 95% CI= 1,64 - 2,13) berarti lansia yang tidak melakukan medical check-up teratur berisiko mengalami disabilitas 1,85 kali dibandingkan dengan lansia yang melakukan medical check-up dengan teratur.
The Effect of Medical Check-up and Basic Physical Activities Daily Living: Panel Study on among Indoesian Elderly 1993-2000. In the 21st Century, Indonesia becomes the fourth biggest ageing country in the World as reported by the Second World Assembly on Ageing (2002). The Indonesian Household Health Survey (2001) reported 88,9% of the elderly suffered from disability (including mild disability). In the US health services, medical check-up had significantly reduced disability from 22,1% in 1984 to 16% in 2002 (DHHS, 2003).The study has aims to confirm the relationship between medical check-up and basic physical activities daily living among elderly in Indonesia. Data used the Indonesian Family Life Survey. Those who were 55 years or older and active in 1993 were included for the study. In total, 1,541 were sampled. Multilevel logistic regression analyses were applied for modeling basic physical activities daily living. Among the sample, there were 1464 (89,54 %) in 2000 still active on basic physical activities daily living, and giving an incidence rate of 3.2% per year for limitation on basic physical activities daily living. This rate indicates that in a year, out of every 100 active elderly in Indonesia, between three and four elderly would have developed limited physical activity. The multivariate analysis showed that there were significant effects of medical check-up on maintaining in basic physical activities daily living among elderly (OR=1,85; 95% CI: 1,64 - 2,13). This suggests that elderly with routine medical check-up would have a chance to maintain their ability to perform daily activity almost twice compared to those who did not receive routine medical check-up.
Read More
D-210
Depok : FKM-UI, 2007
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Yeni Mahwati; Promotor: Sudijanto Kamso; Ko Promotor: Fasli Jalal, Purwantyastuti; Penguji: Purnawan Junadi, Kusharisupeni, Soewarta Kosen, Fidiansjah
D-322
Depok : FKM-UI, 2015
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ammaylucy Christa BR Tarigan; Pembimbing: Wiku Bakti Bawono Adisasmito; Penguji: Ede Surya Darmawan, Yunita Fitriani
Abstrak:
Skripsi ini membahas mengenai analisis pengaruh sikap dan tingkat pendidikan pada Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga di Kelurahan Beji. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Jumlah responden penelitian ini adalah 51 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh sikap pada PIS-PK terhadap kesehatan keluarga dengan nilai t hitung = 9,631 > nilai t tabel = 2,011. Secara parsial tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesehatan keluarga dengan nilai t hitung = 0,068 < nilai t tabel = 2,011.Sikap pada PIS-PK dan tingkat pendidikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesehatan keluarga di Kelurahan Beji dengan nilai F hitung =47,290 > nilai F tabel = 3,191.
Read More
S-10099
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Eviana Sumarti Tambunan; Promotor: Hadi Pratomo; Kopromotor: Ella Nurlaela Hadi, Yeni Rustina; Penguji: Asri C Adisasmista, Sutanto Priyo Hastono, Nani Dharmasetyawani, Setyadewi Lusyati, Ade Iva Wicaksono
Abstrak:
Pendidikan kesehatan pada ibu dapat meningkatkan praktik perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR), namun kemampuan ibu untuk melakukan praktik perawatan BBLR di rumah belum banyak digali. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh paket pendidikan kesehatan pada ibu terhadap praktik perawatan BBLR di Jakarta Pusat. Penelitian dilakukan terhadap 159 ibu dengan BBLR yang bayinya dinyatakan boleh pulang dari ruang Perinatologi dengan pendekatan quasi eksperimen (78 ibu kelompok intervensi dan 81 ibu kelompok kontrol) dan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Ibu dengan BBLR yang berdomisili di wilayah intervensi mendapatkan paket pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat puskesmas. Paket pendidikan kesehatan terdiri dari penyuluhan tentang perawatan BBLR, yang diberikan pada 3-5 hari setelah BBLR keluar RS dan pendampingan pada ibu dan keluarga pada minggu ke-2 dan ke-6 setelah penyuluhan atau pengukuran awal. Ibu yang berdomisili di wilayah kontrol mendapatkan booklet tentang perawatan BBLR. Kedua kelompok dilakukan pengukuran dengan waktu yang sama sebanyak 4x yaitu 3 hari setelah keluar RS, 2, 6 dan 12 minggu setelah penyuluhan atau pengukuran awal. Pengumpulan data kualitatif juga dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperlukan setelah mendapatkan gambaran hasil kuantitaif. Analisis multvariat dilakukan dengan Regresi Linier Ganda General Estimating Equation (GEE). Hasil memperlihatkan pemberian paket pendidikan kesehatan pada ibu dengan BBLR memberikan efek peningkatan praktik ibu dalam perawatan BBLR sebesar 25,19%. Praktik perawatan BBLR pada ibu di kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol pada setiap waktu pengukuran (p=0,000). Variabel sikap dan dukungan kader kesehatan yang dilatih merupakan konfonder yang mempengaruhi hubungan pendidikan kesehatan terhadap praktik ibu dalam perawatan BBLR. Kesimpulan: Pemberian paket pendidikan kesehatan yang dilakukan berkelanjutan selama 6 minggu berdampak efektif terhadap peningkatan praktik perawatan BBLR di rumah dan terhadap peningkatan status kesehatan bayi. Paket pendidikan kesehatan dapat dikembangkan di komunitas dengan melibatkan kader kesehatan untuk memberikan pendampingan pada ibu dengan BBLR diwilayahnya. Pelatihan ataupun sosialisasi tentang perawatan BBLR perlu diberikan pada tenaga kesehatan puskesmas dan kader kesehatan, sehingga dapat melakukan pendampingan secara tepat pada ibu dengan BBLR.
Health education for mothers can improve low birth weight (LBW) infant care practices. Yet, the ability of mothers to exercise LBW infant care at home has not been much explored. This study aims to assess the effect of health education packages on mothers towards LBW infant care practices in Central Jakarta. The study was conducted on 159 LBW mothers whose babies were permitted to return from the perinatology room with a quasi-experimental approach (78 mothers in the intervention group and 81 mothers in the control group). The sampling technique of this study was consecutive sampling. LBW mothers who were domiciled in the intervention areas received health education packages provided by nurses in health centers. The health education package consisted of counseling on LBW care given in 3-5 days after LBW infant out of the hospital and mentoring for mothers and families at the 2nd and 6th weeks after counseling or initial measuring. Mothers who lived in the control area received a booklet on LBW infant care. The two groups were measured with the same time as much as 4 times, which was 3 days after leaving the hospital, 2, 6 and 12 weeks after counseling or the initial measurements. Qualitative data collection were also done to complete the information needed after getting a picture of the quantitative results. Multivariate analysis was carried out with Multiple Linear Regression General Estimating Equation (GEE). The results showed the provision of health education packages to mothers with LBW have an effect to increase the practice of mothers in LBW infant care by 25.19%. The practice of LBW infant care among mothers in intervention group were higher than those in control groups at each measurement (p = 0,000). The attitude and support of trained health cadres variable are confounders that influence the relationship of health education to the practice of mothers in LBW care. Conclusion: The provision of health education packages carried out continuously for 6 weeks has an effective impact on improving the practice of LBW infant care at home and has an impact on improving the health status of infants. Community-based health education packages developed by involving health cadres to provide assistance to mothers with LBW infant in their area. Training or socialization of LBW infant care to be given to health center workers and cadres, so they could provide appropriate assistance to LBW mothers.
Read More
D-402
Depok : FKM-UI, 2019
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Sudarti Kresno; Pembimbing: Soeratmi Poerbonegoro
D-63
Depok : FKM UI, 1999
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Yvonne Suzy Handajani; Promotor: Soekidjo Notoatmodjo; Ko-promotor: Tri Budi W Rahardjo, Sudijanto Kamso; Hasbullah Thabrani; Sasanto Wibisono, Hary Isbagio, Kusharisupeni, Agus Suwandono, Lindawati Kusdhany
D-197
Depok : FKM-UI, 2006
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Retno Andantya; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Indriyanti Wakhyuni
Abstrak:
Rasio rujukan merupakan indikator yang dipakai untuk melihat pemanfaatan pelayanan kesehatan di FKTP sebagai gate keeper dalam pelaksanaan program JKN. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat apakah ada hubungan antara rasio rujukan dengan kriteria FKTP deperti rasio dokter, jenis FKTP, Jumlah tenaga kesehatan dan Sebaran peserta pada FKTP di Wilayah kerja BPJS Kesehatan Jakarta Pusat Tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan dta sekunder berupa data kunjungan dan rujukan di FKTP Wilayah jakarta Pusat selama tahun 2018, data jumlah Tenaga kesehatan, dan data Peserta terdaftar di masing-masing FKTP Wilayah Jakarta Pusat tahun 2018. Analisis data menggunakan uji Anova dan korelasi. Hasil penelitia menunjukkan bahwa rata-rata rasio rujukan FKTP di BPJS Kesehatan masih di atas 15%, terutama pada FKTP Jenis Klinik TNI/POLRI mencapai 50,50% yang dapat dkatakan rasio rujukan yang tinggi, terdapat perbedaan antara Rasio rujukan dengan Jenis FKTP di BPJS Kesehatan Jakarta Pusat (p=0,000) sedangkan pada variabel rasio dokter, jumlah tenaga kesehatan, dan jumlah peserta terdaftar secara statistik tidak memiliki hubungan yang signifikan. Dengan demikian, perlu dilakukan moitoring rutin terhadap FKTP khususnya TNI/POLRI dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda pada FTKP yang memiliki rasio rujukan yang tinggi
Read More
S-10068
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
