Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 35595 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Rodiah; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Renti Mahkota, Ari Purbowati
Abstrak: Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok tertinggi di Asia Tenggara. Perokok perempuan di Indonesia mengalami peningkatan. Merokok pada perempuan memiliki banyak dampak pada kesehatan seperti risiko terkena penyakit kronis, penyebab kematian hingga menambah beban masalah kesehatan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perokok perempuan di Indonesia tahun 2012 dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan denganya yang bersifat kuantitatif dengan desain studi potong lintang menggunakan analisis chi-square dan regresi logistik sederhana. Populasi pada penelitian ini adalah wanita usia subur usia 19-49 tahun di Indonesia tahun 2012 yang berjumlah 45.607 responden dengan jumlah sampel 44.501 responden yang datanya lengkap dan menggunakan data sekunder yaitu data SDKI tahun 2012.Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara umur, status pendidikan, wilayah tempat tinggal, status pekerjaan, status perkawinan, dan paparan media massa dengan perilaku merokok responden. Responden umur 45-49 tahun memiliki POR (95% CI)= 3,272 (2,693-3,975), tidak sekolah dengan POR (95% CI)= 9,321 (7,123-12,198) dan kuintil kekayaan terbawah POR (95% CI)= 2,542 (2,091-3,091) terhadap perilaku merokok. Kata Kunci: Perilaku Merokok, Perempuan, Indonesia Indonesia is the country with the highest number of smokers in Southeast Asia. Female smokers in Indonesia have increased. Smoking in women has many health effects such as the risk of chronic illness, the cause of death so that it can increase the burden of health problems of Indonesian society in the future. This study aims to examine the description of female smokers in Indonesia in 2012 and what factors relate to them that are quantitative with cross sectional study design using chisquare analysis and logistic regression. The population in this study were women aged 19-49 years old in Indonesia in 2012 which amounted to 45,607 respondents with a total sample of 44,501 respondents whose data is complete and using secondary data SDKI 2012. The results of the study found that there was a statistically significant relationship between age, education status, residence area, employment status, marital status, and exposure to mass media with respondents' smoking behavior. Respondents age 45-49 years have POR (95% CI) = 3,272 (2,693-3,975), not school with POR (95% CI) = 9,321 (7,123-12,198) and lowest wealth quintile POR (95% CI) = 2,542 (2,091-3,091) to smoking behavior. Keywords: Smoking Behavior, Woman, Indonesia
Read More
S-9520
Depok : FKM-UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dinda Ayundita Lestari; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Helda, Titin Hardjana
S-9839
Depok : FKM-UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Vina Aulia Fitriani; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Helda, Asep Sopari
Abstrak: ABSTRAK Kehamilan remaja merupakan masalah yang dihadapi pada hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Besarnya jumlah populasi remaja dan masa transisi yang dialami remaja tersebut menjadi sebuah tantangan dalam permasalahan yang berkaitan dengan perilaku berisiko dan kesehatan reproduksi. Berbagai situasi saat ini seperti tingginya angka perkawinan dini, pengetahuan kesehatan reproduksi yang belum memadai serta berbagai hal lainnya dapat menempatkan remaja pada kondisi yang berisiko untuk mengalami kehamilan dini. Hal tersebut juga mengarahkannya pada morbiditas dan mortalitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kehamilan remaja dengan responden remaja putri usia 15-19 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual di Indonesia tahun 2012. Metode penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan data yang dianalisis menggunakan data sekunder hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan (p responden, tingkat pendidikan (OR 1.69, 95% CI= 1.26-2.26), status pekerjaan (OR 1.86, 95%CI= 1.39-2.48), status kawin (OR 26.6, 95% CI= 12.6-56.4) dan hidup bersama (OR 17.4, 95%CI= 6.38-47.6), pengetahuan kontrasepsi (OR 0.54, 95%CI=0.39-0.73) dan riwayat penggunaan kontrasepsi (OR 0.24, 95%CI= 0.18- 0.32) dengan kehamilan pada remaja. Disarankan agar pihak yang fokus pada masalah remaja dan pembuat kebijakan dapat berkolaborasi dan mengkaji ulang kebijakan terkait batasan usia menikah, mendukung terus peningkatan status wanita dengan memastikan akses pendidikan yang juga memuat informasi kesehatan reproduksi yang memadai, melakukan sosialisasi kepada orang tua terkait peraturan menikahkan anak dan pemahaman akan bahaya kehamilan dini, mendukung penuh perekonomian yang dapat melibatkan remaja serta dilakukannya penelitian lebih lanjut. Kata kunci: Remaja, Kehamilan Remaja, Indonesia Teenage pregnancy is a problem faced by almost all countries in the world including Indonesia. The large number of adolescent populations and the transition experienced by adolescents is a challenge in issues related to risk behavior and reproductive health. Current situations such as high rates of early marriage, inadequate knowledge of reproductive health and other things can put teenager at risk for early pregnancy that also leads to morbidity and mortality. The purpose of this study was to determine the factors associated with teenage pregnancy. Respondents from this study were women aged 15-19 years who had sexual intercourse in Indonesia in 2012. The method used cross-sectional study and data were analyzed using secondary data from Indonesian Demographic and Health Survey 2012. The results of this study showed a significant age, educational level (OR 1.69, 95% CI = 1.26-2,26), employment status (OR 1.86, 95% CI = 1.39 -2.48), marital status (OR 26.6, 95% CI = 12.6-56.4) and coexistence (OR 17.4, 95% CI = 6.38-47.6) , knowledge of contraception (OR 0.54, 95% CI = 0.39-0.73) and history of contraceptive use (OR 0.24, 95% CI = 0.18- 0.32) with teenage pregnancy. It is recommended that teen- focused parties and policymakers can collaborate and review policies related to marriage age restrictions, supporting the continual improvement of women's status by ensuring access to education that also includes adequate reproductive health information, socialize to parents related to marriage rules and understanding of the dangers of early pregnancy, also fully supporting the economy that can involve adolescents and conduct further research. Key words: Adolescent, Teenage Pregnancy, Indonesia
Read More
S-9842
Depok : FKM-UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dwi Rahmadini; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Helda, Rina Herarti, Dian Kristiani Irawaty
Abstrak:
Pernikahan dini didefinisikan sebagai perkawinan seorang anak perempuan atau laki-laki sebelum usia 18 tahun. Pernikahan dini memiliki lebih banyak implikasi negatif terhadap kelangsungan hidup remaja yang mengalaminya seperti kematian ibu, kanker serviks, ketidakmampuan ibu untuk mengambil keputusan untuk kepemilikan anak/penggunaan kontasepsi dan lainnya. Usia pernikahan yang semakin dini akan berdampak pada kesehatan ibu dan anaknya, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tren dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini pada perempuan muda usia 15-24 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sumber data berasal dari sata sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017. Sampel penelitian ini adalah WUS berusia 15-24 tahun yang sudah menikah berjumlah 4.075 responden. Data dianalisis menggunakan regresi cox untuk mengetahui prevalensi rasio pernikahan dini dengan variabel yang di duga sebagai fakto risiko. Signifikansi dinilai dengan melihat rentang kepercayaan (confident interval/CI) 95%.

Early marriage is defined as the marriage of a girl or boy before the age of 18. Early marriage has more negative implications for adolescent survival. An earlier marriage age will have an impact on the health of the mother and child, as well as increase morbidity and mortality. This study was conducted to determine trends and factors associated with early marriage in young women aged 15-24 years in Indonesia. This study used a cross-sectional study design with data sources derived from the secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey. The sample of this study was WUS aged 15-24 years who were married totaling 4,075 respondents. Data were analyzed using cox regression to determine the prevalence of the ratio of early marriage with the variables suspected as risk factors. Significance was assessed by looking at the 95% confident interval (CI). Meanwhile, to analyze trends, survey data were used from 1987 to 2017. The results of this study show that the trend of early marriage among women 15-24 years of age in Indonesia has decreased, namely 57.8% to 40.0%. From the analysis, it was found that 40.0% of respondents who were married were aged <18 years. Based on the results of the analysis, it was found that current age, age at first sexual intercourse, education level, internet exposure, age differences with partners, and differences in education levels with partners are all factors that influence a person in deciding to marry at a young age or not. . In this case, it can be seen that the level of education has the highest rate as a risk factor for early marriage so that strengthening the educational factor is needed to reduce the rate of early marriage among women in Indonesia.

Read More
T-5827
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hilmar Sinaga; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Sabrinah, Umi Zakiati
S-7516
Depok : FKM UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Meyrisca Fatmarani; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Rahmadewi
S-8859
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Anggi Purwaningsih; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Renti Mahkota, Tiur Febrina Pohan
Abstrak:
Tren infeksi HIV di Indonesia memperlihatkan adanya peningkatan jumlah infeksi baru terutama di kalangan LSL. Tingginya laju epidemi HIV dapat ditekan dengan menerapkan perilaku seks aman yaitu dengan menggunakan kondom. Efektivitas kondom mencapai 95% jika digunakan secara konsisten. UNAIDS (2016) menyebutkan bahwa penggunaan kondom secara konsisten terbukti sulit dicapai di semua populasi. Penggunaan kondom pada kalangan LSL secara global tidak mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada LSL dilihat berdasarkan teori perilaku Green (faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat). Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan sumber data sekunder dari hasil STBP tahun 2018. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. Total jumlah sampel penelitian adalah 3.399 LSL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom adalah umur, pendidikan, pekerjaan, persepsi risiko tertular HIV/AIDS, pengetahuan tentang HIV/AIDS, ketersediaan kondom, akses sumber informasi, program pencegahan HIV/AIDS, dan program tes HIV. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan intervensi HIV/AIDS berbasis internet, memperkuat kerjasama dengan OMS dan tokoh yang dekat dengan LSL (mami/mucikari, komunitas LSL), dan mengembangkan model layanan kesehatan ramah LSL.

HIV infection trends in Indonesia show an increasing number of new infections, especially among MSM. The high rate of the HIV epidemic can be suppressed by implementing safe sex behaviors, especially by using condoms. The effectiveness of condoms reaches 95% if used consistently. UNAIDS (2016) stated that the use of condoms consistently was difficult to achieve in all populations. Condom use among MSM globally has not increased in recent years. This study aims to determine the factors associated with condom use behavior among MSM based on Green's behavioral theory (predisposing, enabling, and reinforcing factors). This cross-sectional study was conducted among 3.399 MSM selected from IBBS 2018. Univariate and bivariate (chi square) analyses were performed to identify factors associated with condom use behavior. The results showed that the factors associated with condom use behavior were age, education, occupation, perceived risk of contracting HIV/AIDS, knowledge about HIV/AIDS, condom availability, access to information sources, HIV/AIDS prevention programs, and HIV testing programs. Therefore, it is necessary to develop internet-based HIV/AIDS interventions, strengthen collaboration with CSOs and figures close to MSM (mothers/pimps, MSM communities), and develop MSM-friendly health service models
Read More
S-11120
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Madiya Safira; Pembimbing: Lhuri Dwianti Rahmartani; Penguji: Rizka Maulida, Syafirah Hardani
Abstrak:

Latar belakang: Praktik Pemotongan/Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Prevalensi P2GP di Indonesia yang dilaporkan tahun 2021 mencapai 50,5% pada perempuan berusia 15–49 tahun, dengan 55,0% anak mereka juga mengalami P2GP. Peningkatan prevalensi dari generasi sebelumnya ke generasi saat ini menandakan masalah ini belum sepenuhnya teratasi. Tujuan: Mengetahui gambaran kejadian P2GP pada anak dari ibu berusia 15–64 tahun di Indonesia tahun 2024 dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Penelitian ini menggunakan data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2024 dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ini terdiri dari 5.653 perempuan berusia 15–64 tahun yang memiliki anak perempuan hidup dan tinggal serumah . Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dan regresi logistik sederhana. Hasil: Prevalensi P2GP pada anak di Indonesia sebesar 47,9%. Faktor individu yang berasosiasi positif dengan P2GP pada anak meliputi usia ibu 55–64 tahun (dibandingkan usia ibu 15-24 tahun) (OR = 1,38, 95% CI: 1,02–1,87), pendidikan ibu tingkat dasar (dibandingkan tingkat tinggi) (OR = 1,20; 95% CI: 1,01–1,41), pendidikan ayah tingkat dasar dan menengah (dibandingkan tingkat tinggi) (OR = 1,40; 95% CI: 1,16–1,69), ibu beragama Islam (dibandingkan lainnya) (OR = 83,58; 95% CI: 44,65–156,44), status ekonomi terendah hingga menengah (dibandingkan teratas) (OR = 1,58; 95% CI: 1,34–1,88), ibu tidak bekerja (OR = 1,15; 95% CI: 1,04–1,28), serta ibu dengan riwayat P2GP serta tidak tahu/tidak ingat dan tidak menjawab (dibandingkan tanpa riwayat P2GP) (OR = 134,37; 95% CI: 106,36–169,76) dan mendukung kelanjutan P2GP dan tidak tahu (dibandingkan mendukung penghentian) (OR = 36,89; 95% CI: 31,27–43,52). Faktor komunitas yang berasosiasi positif dengan P2GP pada anak adalah wilayah dengan keberadaan P2GP (dibandingkan tanpa keberadaan P2GP) (OR = 22,62; 95% CI: 19,58–26,12) serta tinggal di wilayah Kalimantan (OR = 1,94; 95% CI: 1,54–2,44), Maluku (OR = 2,05; 95% CI: 1,29–3,24), Sulawesi (OR = 1,61; 95% CI: 1,32–1,97), dan Sumatra (OR = 2,70; 95% CI: 2,35–3,09) (dibandingkan Jawa). Sementara itu, tinggal di perdesaan (OR = 0,82; 95% CI: 0,72 – 0,91) serta di Kepulauan Sunda Kecil (OR = 0,36; 95% CI: 0,27–0,49) dan Papua (OR = 0,27; 95% CI: 0,16–0,43) (dibandingkan Jawa) berasosiasi negatif dengan P2GP pada anak. Kesimpulan: Penghapusan P2GP memerlukan penegakan regulasi, perluasan akses pendidikan kesehatan reproduksi komprehensif, pengawasan fasilitas kesehatan, kolaborasi dengan tokoh agama, pemberdayaan perempuan oleh pemerintah, serta penolakan aktif terhadap P2GP oleh masyarakat.


Background: Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) is a violation of women’s human rights as it provides no health benefits and interferes with the natural functions of the female body. In Indonesia, the prevalence of FGM/C in 2021 reached 50.5% among women aged 15–49 years, with 55.0% of their daughters also having undergone the practice. The increased prevalence from the previous generation to the current one indicates that this issue remains unresolved.  Objective: To describe the prevalence of FGM/C among daughters of women aged 15–64 years in Indonesia in 2024 and the associated factors.  Methods: This study used data from the 2024 National Survey on Women’s Life Experiences with a cross-sectional design. The sample consisted of 5.653 women aged 15–64 years who had at least one living daughter residing in the same household. Data were analyzed using Chi-square and logistic regression tests.  Results: The prevalence of FGM/C in children in Indonesia is 47.9%. Individual factors positively associated with FGM/C in children include: maternal age 55–64 years (compared to 15–24 years) (OR = 1.38; 95% CI: 1.02–1.87), maternal primary education (compared to higher education) (OR = 1.20; 95% CI: 1.01–1.41), paternal primary and secondary education (compared to higher education) (OR = 1.40; 95% CI: 1.16–1.69), Muslim mothers (compared to others) (OR = 83.58; 95% CI: 44.65–156.44), lowest to middle economic status (compared to the highest) (OR = 1.58; 95% CI: 1.34–1.88), unemployed mothers (OR = 1.15; 95% CI: 1.04–1.28), mothers with a history of FGM/C and who did not know/did not remember and did not respond (compared to those without a history) (OR = 134.37; 95% CI: 106.36–169.76), and mothers who support the continuation of FGM/C and are unsure (compared to those who support its discontinuation) (OR = 36.89; 95% CI: 31.27–43.52). Community-level factors positively associated with FGM/C in children include: living in areas where FGM/C is practiced (compared to areas where it is not) (OR = 22.62; 95% CI: 19.58–26.12), and residing in Kalimantan (OR = 1.94; 95% CI: 1.54–2.44), Maluku (OR = 2.05; 95% CI: 1.29–3.24), Sulawesi (OR = 1.61; 95% CI: 1.32–1.97), and Sumatra (OR = 2.70; 95% CI: 2.35–3.09) (compared to Jawa). Meanwhile, living in rural areas (OR = 0,82; 95% CI: 0,72 – 0,91), the Lesser Sunda Islands (OR = 0,36; 95% CI: 0,27–0,49), and Papua (OR = 0,27; 95% CI: 0,16–0,43) is negatively associated with FGM/C in children (compared to Java).  Conclusion: Efforts to eliminate FGM/C in Indonesia require enforcement of current regulations, expansion of access to comprehensive reproductive health education, health facility oversight, intersectoral collaboration including religious leaders, the empowerment of women, and active public rejection of FGM/C.

Read More
S-11942
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Caprina Runggu Hasiholan; Pembimbing: Dwi Gayatri; Penguji: Krisnawati Bantas, Nies Andekayani, Maya Trisiswati
Abstrak: Di Indonesia, peningkatan kasus HIV(+) terjadi secara substantif pada tahun-tahunterakhir, khususnya pada lelaki seks dengan lelaki (LSL). Tujuan studi ini adalahmengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan HIV(+) pada LSL. Penelitianini dilakukan studi cross sectional untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungandengan HIV(+) pada LSL di Kota Makassar, Tangerang dan Yogyakarta, Indonesiadan dampak dari faktor risiko yang dominan, dengan menggunakan data SurveiTerpadu Biologi dan Perilaku Tahun 2013. Analisis regresi logistik dilakukan untukmenilai faktor-faktor yang berhubungan dengan HIV(+). Prevalensi HIV(+) padaLSL dalam studi ini sebesar 17,19%. Memiliki setidaknya 2 pasangan seks lelakipada bulan terakhir berhubungan dengan peningkatan risiko HIV(+) (adjusted OR2,43; 95% CI: 1,15-5,13). LSL dengan banyak pasangan seksual lelaki akanmeningkatkan risiko terinfeksi HIV(+). Dampak potensial menjadi HIV(+) padaLSL dengan banyak pasangan seks lelaki sebesar 70,8%. Sementara itu penggunaankondom inkonsisten menjadi faktor protektif kemungkinan disebabkan olehketerbatasan studi di mana pemakaian kondom konsisten pada pasangan seks tidaktetap belum dapat menggambarkan penggunaan kondom konsisten pada pasangantetap, waria, pelanggan dan pasangan membeli seks, kemungkinan adanya biaspewawancara, bias normatif, clever hans effect bias, dan bias insidens-prevalens.Memfokuskan promosi setia pada satu pasangan seksual; konseling dan testing HIVpada LSL dan pasangannya, termasuk lakukan tes HIV rutin setiap 6 bulan padaLSL dengan HIV(-) akan efektif mengurangi angka penularan HIV. Pelatihanpewawancara, pewawancara yang tepat, penelitian lebih lanjut tentang kesalahanpemakain kondom disarankan untuk meminimalkan bias.Kata kunci: HIV(+), LSL, pasangan seks lelaki.
Read More
T-4762
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Gusti Ayu Sindy Prabayuni; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Sandra Fikawati, Farida Ekasari
S-8574
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive