Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 30497 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Helmi Suryani Nasution; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Pandu Riono, Sulistyo, RR. Diah Handayani
Abstrak: Salah satu tantangan dalam program TB resistan obat di Indonesia adalahmeningkatnya trend putus berobat. Di tahun 2009, persentase pasien TB resistan obatyang mangkir adalah sebesar 10,5% dan terus mengalami peningkatan di tahun-tahunselanjutnya. Untuk tahun 2013, angka ini meningkat menjadi 28,7%. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian putusberobat pada pasien TB resistan obat di Indonesia tahun 2014-2015. Desain penelitianadalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB resistan obat yangtercatat memulai pengobatan di tahun 2014-2015 dan tercatat di E-TB Manager.Statistik deskriptif, analisis survival dan multivariat digunakan untuk mengetahuipengaruh dari variabel-variabel prediktor terhadap kejadian putus berobat pada kasusTB resistan obat. Dari 2.783 kasus, 30,18% (840) kasus putus berobat. Pada pengobatan< 60 hari, kejadian putus berobat pada pasien berusia 41-84 tahun adalah 1,938 (95%CI,239-3,032) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang berumur 15-40 tahun danpada pengobatan ≥ 60 hari, kejadian putus berobat pada usia 15-40 tahun adalah 1,938(95%CI 1,239-3,030) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang berumur 41-84tahun. Kejadian putus berobat pada kasus TB resistan obat yang kabupaten/kota tempattinggal pasien sama dengan kabupaten/kota di mana fasyankes TB resistan obat beradaadalah 1,672 (95%CI 1,357-2,062) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yangberasal dari kabupaten/kota yang berbeda dengan kabupaten/kota di mana fasyankes TBresistan obat berada. Hubungan interaksi (rate-difference modification) antara tempattinggal pasien dengan letak fasyankes rujukan TB resistan obat dan lama interupsipengobatan dengan kejadian putus berobat pada kasus TB resistan obat padapengobatan < 60 hari adalah positif sementara pada pengobatan ≥ 60 hari adalah negatif.Begitu pula hubungan interaksi antara lama interupsi pengobatan dan dukunganpsikososial.Kata kunci:Putus berobat, default, TB resistan obat, TB MDR.
Read More
T-5166
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ririn Ayudiasari; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Syahrizal, Meilina Farikha
Abstrak:
Tren angka putus berobat pada pasien TBC RO cenderung fluktuatif. Angka putus berobat TBC RO pada tahun 2020 sebesar 19%, angka ini menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar 22% dan 2018 sebesar 27%. Angka putus berobat ini memberikan dampak yang besar bagi indikator program tuberkulosis nasional yang secara tidak langsung memengaruhi keberhasilan pengobatan TBC RO yang belum mencapai target 80%. Penelitian terdahulu menyebutkan kejadian putus berobat ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Akan tetapi, penyebab pasti dari kejadian putus berobat pasien TBC RO di Indonesia belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia Tahun 2022-2023. Sampel penelitian ini adalah semua kasus pasien TBC RO di Indonesia yang memulai pengobatan pada tahun 2022-2023 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan dinyatakan sembuh, pengobatan lengkap, dan putus berobat pada Mei 2024. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status HIV, status DM, jenis resistansi, kategori panduan OAT, dan jenis fasyankes terhadap kejadian putus berobat pada pasien TBC RO. Sedangkan faktor riwayat pengobatan dan wilayah fasyankes tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian putus berobat. Perluasan fasyankes pelaksana layanan TBC RO dan kolaborasi antara fasyankes dan komunitas TB dalam melakukan pendampingan dan memberikan dukungan psikososial dapat membantu mencegah terjadinya kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia.

The trend of treatment loss to follow up (LTFU) rates in DR-TB patients tends to fluctuate. The DR-TB treatment LTFU 2020 was 19%, this number decreased compared to 2019 of 22% and 2018 of 27%. LTFU have a major impact on national TB programme indicators, which indirectly affect the success of DR-TB treatment, which has not yet reached the 80% target. Previous studies have found that LTFU is influenced by individual characteristics, behavioural factors, and environmental factors. However, the exact causes of LTFU among DR-TB patients in Indonesia are still unknown. This study aims to find out what factors are associated with the incidence of LTFU in patients with DR-TB in Indonesia in 2022-2023. The sample of this study was all DR-TB patients in Indonesia who started treatment in 2022-2023 and had the final results of treatment declared cured, complete treatment, and LTFU in May 2024. The results showed that there was an association between age, gender, HIV status, DM status, type of resistance, OAT guideline category, and type of health facility with LTFU in patients with DR-TB. Meanwhile, the treatment history and health facility region did not show a significant association with LTFU. Expansion of health facilities providing DR-TB treatment and collaboration between health facilities and TB communities in assisting and providing psychosocial support can help prevent LTFU among patients with DR-TB in Indonesia.
Read More
S-11668
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nenden Siti Aminah; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Retno Kusuma Dewi, Ani Herna Sari
Abstrak:
Tiga permasalahan TB di Indonesia yaitu TB sensitif, TB Resistan Obat (TB-RO) dan TB-HIV. TB-RO merupakan masalah yang menghawatirkan, angka penemuan kasus TBRO setiap tahun semakin meningkat, namun tidak diimbangi dengan angka pengobatan. Penggunaan paduan jangka pendek untuk pengobatan pasien TB-RO sejak September 2017 merupakan salah satu upaya menekan peningkatan kasus pasien putus berobat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat trend dan faktor yang berhubungan dengan keberhasilan pengobatan pasien TB Resistan Obat (TB RO) dengan paduan Shorter Treatment Regiment (STR) di Indonesia Tahun 2017-2019. Penelitian menggunakan desain kohort restropektif. Sumber data adalah semua pasien TB RO paduan jangka pendek yang terdaftar dalam sistem informasi TB MDR Subdit Tuberkulosis. Metode sampling adalah total sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis yang digunakan adalah uji chi-square dan uji cox regression. Sebanyak 3.100 pasien disertakan dalam analisis, didapat angka keberhasilan pengobatan adalah 41,94%. Hasil analisis menunjukkan faktor yang berhubungan dengan keberhasilan pengobatan adalah umur, kepatuhan, hasil pemeriksaan sputum awal pengobatan, pola resistensi monoresisten dan poliresisten, serta wilayah tempat tinggal. Kepatuhan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan keberhasilan pengobatan. Perlu dilakukan upaya penguatan kepatuhan dengan melakukan konseling sedini mungkin, pendamping PMO dari non petugas dan inisiasi grup dukungan pasien di setiap faskes MDR

TB problems in Indonesia are TB sensitive, Drug-Resistant TB and TB-HIV. TB-RO is the most challengging  problem, the number of case finding is increase every year, but treatment rate is decrease. The use of short-term  regiment since September 2017 is one of strategy to reduce default of TB treatment. This research was  conducted to see trends and factors related to the TB treatment success rate among patients with Drug  Resistance TB (TB RO) using Shorter Treatment Regiment (STR) in Indonesia 2017-2019. The study desain is  restropective cohort. Data sources are all patients of TB RO using STR regiment, which is enrolled in the e-TB  manager, Sud Directorate of Tuberculosis, MoH RI. The sampling method is total sampling that meets the  inclusion and exclusion criteria. The analysis used was the chi-square test and the cox regression test. As many  as 3,100 patients were included in the analysis, the treatment success rate was 41,94%. The results of the  analysis showed that factors related to treatment success were age, adherence, results of initial sputum  examination of treatment, patterns of monoresistant and polyresistant resistance, and area of ​​residence.  Adherence is a dominant factor related to treatment success. Efforts should be made to strengthen compliance  by conducting counseling as early as possible, PMO assistants from non-helath officers and initiating patient  support groups in each MDR facility 

Read More
T-5925
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shena Masyita Deviernur; Pembimbing: Nurhayati Adnan; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Trisari Anggondowati, Sulistyo dan Meilina Farikha
Abstrak:
Proporsi pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) yang memiliki hasil akhir pengobatan meninggal meningkat di tahun 2021 menjadi 19%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB RO yang memulai pengobatan tahun 2020-2021 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan hingga Mei 2023 dan tercatat pada Sistem Informasi Tuberkulosis. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, survival dengan menggunakan Kaplan Meier, dan multivariat dengan menggunakan cox regression. Jumlah sampel penelitian adalah 7.515. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 19,39% pasien meninggal dengan laju kejadian keseluruhan adalah 6 per 10.000 orang hari dan probabilitas kumulatif survival sebesar 73%. Analisis multivariat menunjukkan Faktor – faktor yang mempengaruhi kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia adalah kelompok umur 45-65 (HR 1,519; 95% CI 1,275-1,809) tahun dan 65+ (HR 3,170; 95% CI 2,512-4,001), wilayah fasyankes Jawa-Bali (HR 1,474; 95% CI 1,267-1,714), koinfeksi HIV (HR 3,493; 95% CI 2,785-4,379), tidak mengetahui status HIV (HR 1,655; 95% CI 1,474-1,858) memiliki riwayat pengobatan (HR 1,244; 95% CI 1,117-1,385), tidak konversi ≤3 bulan (HR 4,435; 95% CI 3,920-5,017), paduan pengobatan LTR (1,759; 95% CI 1,559-1,985), kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat 1-30 hari (HR 0,844; 95% CI 0,748-0,953) dan kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat >30 hari (HR 0,318; 95% CI 0,273-0,370).

The proportion of drug-resistant tuberculosis (RO-TB) patients who have the final outcome of treatment will die in 2021 to 19%. The purpose of this study was to determine the risk factors for death of TB RO patients during the treatment period in Indonesia. The design of this study was a retrospective cohort using data on TB RO cases that started treatment in 2020-2021 and had final treatment results until May 2023 and were recorded in the Tuberculosis Information System. The analysis used in this study is descriptive analysis, survival using Kaplan Meier, and multivariate using cox regression. The number of research samples is 7,515. The results of this study showed that 19.39% of patients died with an overall incidence rate of 6 per 10,000 person days and a cumulative probability of survival of 73%. Multivariate analysis shows that the factors that influence the death of TB RO patients during the period of treatment in Indonesia are the age group 45-65 (HR 1.519; 95% CI 1.275-1.809) years and 65+ (HR 3.170; 95% CI 2.512-4.001), health facilities area Java-Bali (HR 1.474; 95% CI 1.267-1.714), HIV coinfection (HR 3.493; 95% CI 2.785-4.379), do not know HIV status (HR 1.655; 95% CI 1.474-1.858) have a history of treatment ( HR 1.244; 95% CI 1.117-1.385), no conversion ≤3 months (HR 4.435; 95% CI 3.920-5.017), mixed treatment LTR (1.759; 95% CI 1.559-1.985), treatment adherence in non-medication group 1 -30 days (HR 0.844; 95% CI 0.748-0.953) and medication adherence in the non-medication group >30 days (HR 0.318; 95% CI 0.273-0.370).
Read More
T-6699
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nadhira Kannitha Putri; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Syahrizal Syarief, Retno Kusuma Dewi
Abstrak: Penelitian ini melihat hasil pengobatan pasien TB RO serta faktor faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan TB RO di Indonesia pada tahun 2017 sampai 2019 dengan menggunakan desain cross sectional. Menggunakan data pasien dari e-TB Manager berumur ≥15 tahun yang telah menyelesaikan pengobatannya tahun 2017-2019. Terdapat 3822 kasus dengan sembuh sebanyak 35,5%, pengobatan lengkap sebanyak 4,7%, putus berobat sebanyak 32,8%, meninggal sebanyak 17,7%, gagal sebanyak 6,9%, perubahan diagnosis 1,2%, dan lainnya 8%. Jenis kelamin, riwayat pengobatan sebelumnya, aksesibilitas geografis ke fasilitas pelayanan kesehatan secara statitsik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hasil pengobatan. Faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan TB RO adalah usia (PR 1,328; 95% CI 1,773 - 2,332), pasien XDR (PR 1,353; 95% 1,225-1,494), pasien pre XDR (PR 1,234; 95% CI 1,145-1,330) pasien MDR (PR 0,869; 95% CI 0,8110,930), dan interval inisiasi pengobatan >7 hari (PR 1,069; 95% CI 1,002-1,140).
Read More
S-10788
Depok : FKM-UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Indri Rizkiyani; Pembimbing: Syahrizal; Penguji: Trisari Anggondowati, Sulistyo
Abstrak:
Capaian inisiasi pengobatan TBC RO di Indonesia pada tahun 2022 masih rendah yaitu 65% dibandingkan target nasional yaitu 93%. Selain itu, tren inisiasi pengobatan TBC RO dalam 5 tahun ke belakang meningkat, tetapi rata-rata pasien yang tidak berobat masih rendah yaitu >35%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pasien terdiagnosis TBC RO yang tidak berobat di Indonesia tahun 2022 dengan menggunakan desain studi kohort retrospektif dan data sekunder nasional dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Analisis multivariat dilakukan dengan pemodelan prediksi yang bertujuan untuk memperoleh model yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian inisiasi pengobatan dengan menggunakan cox regression. Sampel penelitan adalah semua pasien terdiagnosis TBC RO yang tercatat di register TB 06 SITB tahun 2022 (total sampling) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 11.589 pasien TBC RO yang eligible menjadi sampel penelitian, sebanyak 3.482 pasien TBC RO (30%) yang tidak inisiasi pengobatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian pasien pasien TBC RO tidak inisiasi pengobatan di Indonesia tahun 2022 adalah usia, riwayat pengobatan TBC, ketersediaan layanan TBC RO, dan wilayah dampingan komunitas. Perluasan akses pengobatan TBC RO dan penguatan pendampingan dari komunitas menjadi faktor penting untuk meningkatkan inisiasi pengobatan TBC RO, sehingga dapat menurunkan risiko penularan TBC RO di masyarakat.

Low achievement of drug-resistant TB treatment initiation in Indonesia (65%) compared to the national target (93%) in 2022. The trend of drug-resistant TB treatment initiation in the past 5 years has increased, but the average number of pre-treatement lost to follow up is more than 35%. The aim of this study is to determine the factors related to drug-resistant TB patients not initiating treatment in Indonesia year 2022 using a retrospective cohort study design and secondary data from the national Tuberculosis Information System (SITB). Multivariate analysis was carried out using predictive modeling which aims to obtain a model that is considered the best for predicting the incidence of treatment initiation using cox regression. The research sample was all patients diagnosed with drug-resistant TB recorded in the TB 06 register in SITB year 2022 (total sampling) who met the inclusion and exclusion criteria. Out of the 11,589 drug-resistant TB patients who were eligible as research samples, 3.482 RO TB patients (30%) did not initiate treatment. The results of the multivariate analysis showed that the factors associated with the incidence of drug-resistant TB patients not initiating treatment are age, history of TB treatment, availability of drug-resistant services, and community support areas. Expanding access to drug-resistant TB treatment and strengthening assistance from the community are important factors in increasing the initiation of drug-resistant TB treatment as well as reducing the risk of drug-resistant transmission in the community.
Read More
T-6997
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maria Regina Loprang; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Helda, Tri Yunis Miko Wahyono, RR Diah Handayani, Sulistyo
Abstrak:
Tuberkulosis resisten obat (TBC RO) tetap menjadi hambatan utama dalam eliminasi tuberkulosis, dengan Indonesia menempati peringkat ketiga dalam beban TBC RO secara global. Dari perkiraan 30.000 kasus baru setiap tahun, hanya 39% yang terdiagnosis dan dilaporkan, dengan tingkat keberhasilan pengobatan yang rendah sebesar 57%. Penelitian ini menganalisis faktor risiko kematian pada pasien TBC RO yang menggunakan paduan pengobatan jangka pendek (STR) di Indonesia selama 2020–2022 dengan desain kohort retrospektif dan analisis survival menggunakan data SITB. Temuan utama mengidentifikasi usia lanjut (≥65 tahun), koinfeksi HIV tanpa ART, riwayat pengobatan ulang, keterlambatan memulai pengobatan (>3 bulan), dan rejimen berbasis suntikan STR sebagai faktor risiko kematian yang signifikan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (87,37%) ditemukan pada pasien yang memulai pengobatan dalam 2–4 minggu setelah diagnosis dan terendah (77,36%) pada mereka yang menunda pengobatan lebih dari tiga bulan. Koinfeksi HIV tanpa ART menjadi faktor risiko terkuat, meningkatkan risiko kematian hingga sepuluh kali lipat, sementara usia lanjut meningkatkan risiko 3,67 kali dibandingkan kelompok usia yang lebih muda. Temuan ini menegaskan pentingnya diagnosis dan pengobatan tepat waktu, khususnya bagi kelompok berisiko tinggi.

Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) remains a critical barrier to tuberculosis elimination, with Indonesia ranking third globally in DR-TB burden. Despite an estimated 30,000 new cases annually, only 39% are diagnosed and reported, with a low treatment success rate of 57%. This study analyzed mortality risk factors among DR-TB patients treated with shorter treatment regimens (STR) in Indonesia from 2020 to 2022 using retrospective cohort and survival analyses of SITB data. Key findings identified older age (≥65 years), HIV co-infection without ART, re-treatment history, delayed treatment initiation (>3 months), and STR injection-based regimens as significant mortality risk factors. Survival was highest (87.37%) among patients starting treatment within 2–4 weeks of diagnosis and lowest (77.36%) for those delaying beyond three months. HIV co-infection without ART posed the strongest risk, increasing mortality tenfold, while advanced age raised the risk 3.67 times compared to younger cohorts. These findings underscore the need for timely diagnosis and treatment, particularly for high-risk groups
Read More
T-7436
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Idrus Salim; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Zulasmi Mamdy, Lukman Hakim Siregar, Rosmini Day
Abstrak:

Proporsi ketidakpatuhan penderita Tb paru berobat di beberapa daerah di Indonesia, angkanya bervariasi dan umumnya masih tinggi mulai dari 30 % sampai dengan 65 %. Kepatuhan berobat sangat penting karena berhubungan dengan resistensi. Di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat penderita Tb paru dengan pengobatan kategori 1, tidak patuh berobat sebesar 38,88 %, sehingga kemungkinan terjadinya resistensi masih cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi penderita terhadap peran pengawas menelan obat dengan kepatuhan penderita Tb paru berobat di kota Padang tahun 2001. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu satu setengah bulan dengan menggunakan data primer.Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol. Sampelnya adalah sebagian atau seluruh penderita tuberkulosis paru berumur 15 tahun atau lebih yang berobat ke Puskesmas di Kota Padang dari 1 Januari 2001 s/d 31 Desember 2001 yang memdapat obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I. Jumlah sampel sebesar 260 responden, yang terdiri dari 130 responden sebagai kasus dan 130 responden sebagai kontrol.Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas penderita Tb paru BTA positif yang tidak patuh berobat terpapar oleh aktivitas PMO kurang baik 18,95 kali lebih besar, dibandingkan dengan probabilitas penderita Tb paru BTA positif yang terpapar dengan aktivitas PMO baik, setelah dikontrol oleh penghasilan keluarga dan pengetahuan penderita.Pengukuran dampak potensial memberikan informasi adanya kantribusi aktivitas PMO kurang baik terhadap terjadinya ketidakpatuhan penderita Tb paru BTA positif berobat di Kota Padang sebesar 81,46 %.Penelitian ini menyarankan kepada pengelola program perlu meningkatkan pengetahuan dan motivasi pengawas menelan obat, agar dalam melaksanakan tugas pengawasannya berjalan secara aktif. Meningkatkan pengetahuan penderita mengenai penyakit Tb paru serta akibat bila tidak patuh berobat. Dan perlu di teliti lebih lanjut terhadap variabel jenis PMO dan pekerjaan serta penghasilan keluarga dengan sampel yang lebih besar.


 

The Relationship of the Perception of Tb Patients on the Role of Treatment Observer and Compliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Padang, 2001The proportion of tuberculosis patients who does not take treatment regularly in Indonesia varies with areas, with the number ranging from 30 to 65%. Regularity in taking treatment is very crucial because it relates to drug resistance. In Padang, West Sumatra, category I tuberculosis sufferers who do not take treatment regularly is 38, 88%. Hence, the possibility of resistance is still high. The objective of the research is to study the perception relationship between the role of drug intake supervisors (DIS) or treatment observer and compliance of pulmonary tuberculosis patient attending the treatment in Padang in 2001. This study was conducted during a month and a half period using primary data.The design used is case-control study. Its sample consists of all pulmonary TB patient age 15 or above who take treatment at public health centers in Padang from January 1 to December 31, 2001. All of TB patient received-category I anti-tuberculosis drugs. The size of the sample is 260; the respondents consist of 130 as cases and another 130 as controls. The study found that the probability of positive sputum acid fast bacilli (category I) pulmonary TB patient who do not take treatment regularly under insufficient supervision of drug intake supervisors (DIS) is 18.95 times higher than the probability of category I pulmonary TB patients who do not take treatment regularly under sufficient supervision of drug intake supervisors (DIS), after improvement of family income and knowledge level of TB patients.As a conclusion, potential impact measurement provide information that insufficient activities of drug intake supervisors contribute to the irregularity of category I pulmonary TB patients in taking treatment in Padang of 81.46%.It is recommended to all program directors to improve knowledge and motivation of treatment observer and compliant in order to increase effectiveness of their supervisory duties. In addition, they should also improve knowledge of pulmonary TB patients and communicate negative impacts of not taking treatment regularly. And research of this kind should be expanded in the future, especially that relates to drug intake supervisors types, jobs, and family income, with bigger samples.

Read More
T-1302
Depok : FKM-UI, 2002
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Eni Iswati; Pembimbing: Nuning Maria Kiptiyah; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Endang Lukitosari; RR. Diah Handayani
Abstrak: ABSTRAK Multi Drug Resistant Tuberculosis (TB MDR) adalah tuberkulosis yang resistant terhadap obat anti tuberkulosis paling efektif yaitu isoniazid dan rifampisin. Kemenkes RI (2017) menyebutkan bahwa sukses pengobatan TB resisten obat di Indonesia tahun 2016 sebesar 65% dan target sukses pengobatan TB resisten obat tahun 2020 adalah 75%. Salah satu faktor yang berhubungan dengan sukses pengobatan TB MDR adalah konversi kultur sputum pada 3 bulan pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konversi kultur sputum pada 3 bulan pengobatan dengan sukses pengobatan TB MDR di Indonesia tahun 2014-2015. Desain penelitian ini adalah cohort retrospective. Populasi pada penelitian ini adalah kasus TB MDR yang teregistrasi pada aplikasi eTB Manager tahun 2014-2015 yaitu 1.219 kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel riwayat pengobatan TB sebelumnya berinteraksi dengan waktu yaitu pada bulan ke-26 sehingga HR pada kasus yang memperoleh hasil pengobatan sebelum 26 bulan berbeda dengan HR pada kasus yang memperoleh hasil pengobatan 26 bulan atau lebih. Hasil analisis multivariat dengan cox extended menunjukkan bahwa hubungan konversi kultur sputum pada 3 bulan dengan sukses pengobatan TB MDR memiliki HR 4,245 (95% CI: 1,347-13,373) setelah dikontrol oleh HIV dan interaksi riwayat pengobatan TB sebelumnya dengan konversi kultur pada 3 bulan pengobatan. Tidak adanya riwayat pengobatan TB menambah efek konversi kultur sputum pada 3 bulan sebagai indikator sukses pengobatan TB MDR. Kata kunci: Konversi Kultur, Sukses Pengobatan, TB MDR Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) is tuberculosis that resistant to the most effective anti-tubeculosis drugs isoniazid and rifampicin. Kemenkes RI (2017) mentioned that success treatment of resistant TB in Indonesia in 2016 is 65% and target of success treatment of resistant TB in 2020 is 75%. One of the factors associated with successful MDR TB was sputum culture conversion at 3 months of treatment. The purpose of this study was to determine the relationship between sputum culture conversion at 3 months of treatment with success of MDR TB treatment in Indonesia in 2014-2015. The design of this study was a restrospective cohort. Population in this research is MDR TB cases registered in e-TB Manager application in 2014-2015 that is 1,219 cases. The result showed that previous history TB has interaction with time in 26th months so HR in cases that get outcome before 26 months different with HR in casesthat ger outcome in 26th months or more. Multivariate analysis with extended cox showed that association of sputum culture conversion at 3 months with successful outcome (HR = 4,245; 95% CI: 1,347-13,373) after adjusted with HIV and interaction of TB treatment history and culture conversion at 3 months. The absence of TB treatment history increase sputum culture conversion effect as indicator success treatment of MDR TB. Key words: Culture conversion, success treatment, MDR TB
Read More
T-5147
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Putri Immi Rizky Budiyani; Pembimbing: Ratna Djuwita; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani, Meilina Farikha
Abstrak:
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan global, termasuk di DKI Jakarta dengan beban TBC Resistan Obat (TBC RO) yang tinggi. Konversi kultur dahak adalah indikator penting dalam pemantauan pengobatan TBC. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi waktu konversi kultur dahak dan mengidentifikasi prediktor yang mempengaruhinya pada pasien TBC RO di DKI Jakarta tahun 2020-2022 menggunakan desain kohort retrospektif. Variabel yang dianalisis meliputi tipe resistensi, inisial sputum, usia, jenis kelamin, riwayat pengobatan sebelumnya, komorbid HIV, komorbid Diabetes Mellitus, jenis fasilitas kesehatan, dan paduan pengobatan TBC RO. Dari 936 pasien yang dianalisis, 82,05% mengalami konversi kultur dahak dengan probabilitas survival kumulatif di akhir pengamatan sebesar 11,01% dan median survival keseluruhan 3 bulan. Enam variabel yang menjadi prediktor waktu konversi kultur dahak adalah tipe resistensi, inisial sputum, usia, riwayat pengobatan sebelumnya, jenis fasilitas kesehatan, dan paduan pengobatan yang digunakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bermanfaat untuk program TBC serta menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya

Tuberculosis (TB) is an infectious disease that poses a global health problem, including in DKI Jakarta, which has a high burden of Drug-Resistant TB (DR-TB). Sputum culture conversion is an important indicator in monitoring TB treatment. This study aims to evaluate the time to sputum culture conversion and identify its predictors among DR-TB patients in DKI Jakarta from 2020 to 2022 using a retrospective cohort design. The analyzed variables include resistance type, initial sputum, age, gender, previous treatment history, HIV comorbidity, Diabetes Mellitus comorbidity, type of healthcare facility, and DR-TB treatment regimen. Out of 936 analyzed patients, 82.05% experienced sputum culture conversion with a cumulative survival probability at the end of observation of 11.01% and an overall median survival of 3 months. Six variables were identified as predictors of sputum culture conversion time: resistance type, initial sputum, age, previous treatment history, type of healthcare facility, and treatment regimen used. This study is expected to provide valuable information for TB programs and serve as a reference for future research
Read More
T-7105
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive