Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 20105 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Arrum Shafa Maulidiazmi Umar; Pembimbing: Suyud Warno Utomo; Penguji: Budi Hartono, Alvina Widhani
Abstrak: Penelaahan ini dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai peran faktor stres terhadap kejadian Lupus Eritematosus Sistemik, khususnya pada aspek fisik dan aspek psikologis penyintas LES. Penelaahan kualitatif ini menggunakan desain literature review. Hasil penelaahan ditemukan 9 jurnal internasional yang meneliti peran faktor stres terhadap aspek fisik, dan 11 jurnal internasional yang meneliti peran faktor stres terhadap aspek psikologis penyintas Lupus LES. Sebagian jurnal internasional berasal dari Amerika Serikat dan Eropa. Hanya terdapat dua jurnal yang berasal dari Asia (Korea dan Jepang). Jurnal internasional terlama yang digunakan dalam penelaahan ini adalah jurnal oleh Wekking, et al yang dipublikasi pada tahun 1991. Sedangkan jurnal internasional terbaru yang digunakan dalam penelaahan ini adalah jurnal oleh Sumner, et al pada tahun 2019. Dampak dari faktor stres lebih mendominasi pada aspek psikologis dibandingan dengan dampak pada aspek fisik pasien LES. Kesimpulan dari penelaahan ini, yaitu stres dapat memicu flare dan memperburuk gejala LES. Jenis stres yang paling berpengaruh dalam munculnya flare dan perburukan gejalanya adalah daily stress (interpersonal dan stres dari lingkungan pekerjaan). Daily stress juga menimbulkan dampak pada emosional, kognitif, dan perilaku pasien. Hal tersebut didukung oleh persepsi pasien, dan penelitian perbandingan antara pasien LES dengan kontrol maupun pasien penyakit autoimun lain. Intervensi kognitif-perilaku dan psikologis dapat menjadi alternatif dalam penurunan tingkat stres pasien LES. Kata Kunci: Autoimun, Lupus Eritematosus Sistemik, Stres The focus of this study is to know about the role of stress in Systemic Lupus Erythematosus, especially on the physical aspects and psychological aspects of SLE patients. This qualitative study uses a literature review design. The study found 9 international journals that discussed the role of factors in physical aspects, and 11 international journals that discussed the role of factors in the psychological aspects of SLE patients. Most international journals were from the United States and Europe. There were only two journals from Asia (Korea and Japan). The oldest international journal used in this study was journal by Wekking, et al published in 1991. The latest international journal used in this study was journal by Sumner, et al in 2019. The conclusion from this review, that stress can trigger flares SLE symptoms. Source of stress that can trigger flares and worsen symptoms most is daily stress (interpersonal and stress from the work environment). Daily stress also affects the emotional, cognitive, and behavior of patients. These facts supported by patients' perceptions, and studies between SLE patients and controls as well as other autoimmune disease patients. Cognitive-behavioral and psychological interventions can be alternatives in reducing the stress level of SLE patients. Key words: Autoimmune disease, Stress, Systemic Lupus Erythematosus,
Read More
S-10482
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Angelica Savitrie Joanna; Pembimbing: Suyud Warno Utomo; Penguji: Zakianis, Alvina Widhani
S-10278
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Marantika Fajar Wati; Pembimbing: Suyud; Penguji: Zakianis, Alvina Widhani
Abstrak: Di Indonesia, belum ada data pasti mengenai angka insidens dan jumlah kasus penyakit Lupus Eritematosus Sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk dijelaskannya analisis spasial lupus eritematosus sistemik di provinsi DKI Jakarta dan kota Depok, Jawa Barat dan identifikasi faktor lingkungan fisik (kawasan industri, suhu, kelembapan, curah hujan, kecepatan angin dan lamanya penyinaran matahari) terhadap jumlah kasus di kota/kabupaten yang memiliki jumlah kasus terbanyak. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan studi ekologi yang menggunakan analisis univariat, uji korelasi dan analisis spasial. Hasil penelitian ini menemukan tidak ditemukan adanya hubungan signifikan faktor lingkungan fisik pada kejadian lupus eritematosus sistemik tahun 2014-2018. Yayasan Lupus Indonesia atau yayasan autoimun lainnya dapat memberikan edukasi kepada masyarakat awam dan odapus terkait gambaran angka insidens kejadian lupus dan faktor lingkungan yang dapat menjadi pencetus. Selain itu, peneliti lain dapat menggunakan penelitian ini sebagai data dasar dan disarankan untuk memperkecil unit analisis agar mendapatkan hasil yang lebih komprehensif. Serta untuk pemilik industri harus memperhatikan dampak lingkungan, karena dapat mempengaruhi perubahan lingkungan yang berdampak pada tercetusnya penyakit di masyarakat. Kata kunci: Lupus, Analisis Spasial, Faktor Risiko Lingkungan, Iklim
Read More
S-10175
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Tasya Faradilla Putri; Pembimbing: Suyud Warno Utomo; Penguji: Ema Hermawati, Widhani Alvina
Abstrak: Fotosensitifitas Pasien Lupus Eritematosus Sistemik yang terpajan sinar ultraviolet matahari dan lampu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pajanan sinar ultraviolet matahari dan lampu terhadap fotosensitifitas pasien Lupus Eritematosus Sistemik di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional pada 84 responden yang terdiagnosa lupus. Uji statistic yang digunakan pada penelitian ini adalah uji chi-square dan regresi logistic ganda. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan pajanan sinar ultraviolet matahari dan lampu terhadap fotosensitifitas pasien Lupus Eritematosus Sistemik dengan nilai p = 0,000 (OR 85 : CI 95% 18,792-383,474). Terdapat juga hubungan lama pajanan terhadap fotosensitifitas matahari dan lampu. Dapat disimpulkan bahwa pasien yang terpajan sinar matahari dapat berisiko mengalami ruam kulit (fotosensitifitas). Perlu adanya peningkatan kewaspadaan terhadap risiko yang berpengaruh kepada munculnya gejala lainnya Kata kunci: Matahari, Lampu, Fotosensitifitas, Lupus Eritematosus Sistemik Photosensitivity of Systemic Lupus Erythematosus Patients exposed to the sun's ultraviolet light and lamps. The purpose of this study is to find out the association between ultraviolet light and lamps exposure to the photosensitivity of Systemic Lupus Erythematosus patients in Indonesia. This research method used a quantitative approach and a cross sectional design on the 84 respondents diagnosed with lupus. This research used chi-square and regression logistics test as statistical analysis. The result showed there is asignificant association between sun's ultraviolet light and lamps exposure to the photosensitivity of systemic Lupus Erythematosus patients has p-value = 0,000 (OR 85: 95% CI 18,792-383,474). Duration exposure and light photosensitivity were also associated to photosensitivity. In conclusion, patients exposed to sunlight at risk for skin rashes (photosensitivity). So there should to increase awareness of the risks that affect the appearance of other symptoms. Key words: Sunlight, lamp, photosensitivity, Systemic Lupus Erythematosu
Read More
S-10271
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Jemmima Fajarin Putri; Pembimbing: Suyud Warno Utomo; Penguji: Zakianis; Alvina Widhani
S-10496
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nadifa Fikriyuanti; Pembimbing: Ema Hermawati; Penguji: Budi Hartono, Satria Pratama
Abstrak: Skripsi ini merupakan kajian kepustakaan (literature review) mengenai faktor risiko yang mempengaruhi leptospirosis dari segi individu dan lingkungan di wilayah Asia Pasifik. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan dan individu yang menyebabkan kasus peningkatan leptospirosis di Asia Pasifik. Skripsi ini menggunakan desain literature review dan dianalisis menggunakan metode kualitatif berdasarkan desain study case control dan cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa artikel internasional dalam bentuk full text pdf dari database internasional seperti ScienceDirect, ProQuest, Scopus, dan PubMed. Analisis data yaitu deskriptif dengan menyajikan hasil sintesis data penelitian dalam bentuk teks narasi dan tabular untuk melihat perbandingan faktor risiko dari masing-masing literatur. Sebagian besar literatur berasal dari wilayah Sri Lanka, India, Laos, Vietnam, dan Malaysia. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang paling signifikan menyebabkan leptospirosis berdasarkan case-control study ialah jenis pekerjaan di bidang pertanian (OR 4,588), sedangkan berdasarkan cross-sectional study faktor risiko yang paling signifikan adalah keberadan tikus (p value 0,001) dan jenis pekerjaan (p value 0,005). Kesimpulan dari kajian ini adalah jenis pekerjaan dan keberadaan tikus merupakan faktor risiko yang paling signifikan menyebabkan leptospirosis. Hal ini didukung oleh jenis pekerjaan yang tergolong high risk occupational, misalnya bekerja di bidang pertanian lebih berisiko meningkatkan leptospirosis dibanding pekerjaan yang berisiko rendah.
This study is a literature review study that examine risk factors of leptospirosis from individual and environmental perspectives in the Asia Pacific region. This study aims to examine the environmental and individual risk factors that cause leptospirosis infection. This study uses a literature review study approach and analyzed using qualitative methods based on case-control study and cross-sectional study. This study uses secondary data of the international articles from the internet or websites, especially 8 international articles from the international database such as ScienceDirect, ProQuest, Scopus, and PubMed. Most of the international articles are from Sri Lanka, India, Laos, Vietnam and Malaysia. The results of this study indicate that the most significant risk factor for leptospirosis based on the case-control study is the occupation, especially in the wet cultivation sector (OR 4.588), while the most significant risk factor based on the cross-sectional study is the presence of rats (p value 0.001) and occupation (p value 0.005). The conclusion of this study is the occupation and presence of rats are the most significant risk factors for leptospirosis. This is supported by the occupation that is classified as high risk occupational, for example, working in agriculture has a higher risk of increasing leptospirosis than work with low risk.
Read More
S-10958
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sofia Rizki Aulia; Pembimbing: Laila Fitria; Penguji: Bambang Wispriyono, Adi Rusmiati
S-10279
Depok : FKM UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rifka Putri Salma; Pembimbing: Laila Fitria; Penguji SyafranArrazy, Ririn Arminsih Wulandari
Abstrak: Hingga tahun 2021 IDF melaporkan sekitar 537 juta orang dewasa hidup dengan diabetes dan diproyeksikan akan terus meningkat, serta 90% diantaranya adalah tipe 2. Salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan risiko Diabetes melitus tipe 2 adalah polusi udara termasuk polutan PM2.5. Namun, penelitian dengan topik ini belum banyak diteliti terutama di Indonesia sehingga untuk menelaah lebih jauh penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor terkait pajanan PM2.5 serta faktor individu dalam meningkatkan risiko kejadian Diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kajian sistematis terhadap literatur. Sebanyak 12 literatur berupa artikel jurnal ilmiah dari berbagai negara yang dipublikasikan pada tahun 2013-2021 disintesis dalam penelitian ini. Berdasarkan kajian sistematis, diketahui bahwa faktor risiko pajanan PM2.5 jangka panjang, konsentrasi PM2.5 yang tinggi, dan tinggal pada daerah padat penduduk, dekat dengan jalan raya, serta pada daerah dengan aktivitas industri dapat meningkatkan risiko Diabetes melitus tipe 2. Kejadian ini kemudian dapat lebih berisiko pada populasi dengan usia lebih tua (>40 tahun) dan IMT kelebihan berat badan (25 kg/m3 -30 kg/m3) dan obesitas (?30 kg/m3). Namun untuk faktor risiko jenis kelamin lebih banyak pada laki-laki dan pada yang sudah berhenti atau tidak pernah merokok, yang mana hasil ini merupakan penemuan baru yang berbeda dari teori dan penelitian sebelumnya sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut beserta faktor risiko lainnya.
Until 2021, the IDF reports that around 537 million adults live with diabetes and that number is projected to continue to increase, and 90% of them are type 2. One of the main factors that can increase the risk of type 2 Diabetes mellitus is air pollution, including PM2.5 pollutants. However, research on this topic has not been widely studied, especially in Indonesia, so to examine further, this study was conducted to determine the description of factors related to PM2.5 exposure and individual factors in increasing the risk of type 2 diabetes mellitus based on a systematic review of the literature. A total of 12 literatures in the form of scientific journal articles from various countries published in 2013-2021 were synthesized in this study. Based on a systematic study, it is known that the risk factors for long-term PM2.5 exposure, high PM2.5 concentrations, and living in densely populated areas, close to roads, and in areas with industrial activity can increase the risk of type 2 Diabetes mellitus. They may be more vulnerable in the population with an older age (> 40 years) and a BMI of overweight (25 kg/m3-30 kg/m3) or obese (30 kg/m3). However, the risk factors for sex are higher in men and in those who have stopped or have never smoked, which is a new finding that is different from previous theories and research, so further research needs to be done along with other risk factors.
Read More
S-11086
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Desti Maharani; Pembimbing: Budi Hartono; Penguji: Zakianis, Beben Saiful Bahri
Abstrak: Prevalensi kejadian sick building syndrome di dunia menurut EPA mencapai 30% dan diIndonesia penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan lebih dari 50% pekerjamengalami SBS. Namun SBS bersifat idiopathic, penyebabnya masih belum dapatteridentifikasi dengan jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi danmengevaluasi gambaran kejadian serta hubungan faktor individu dan indoor air qualitydengan SBS pada pekerja di Indonesia. Penelitian menggunakan systematic review yangberdasarkan pada metode PRISMA dengan pendekatan sintesis naratif terhadap 28 studiberupa jurnal dan skripsi yang dipublikasi pada tahun 2011-2020. Pada kajian sistematismenunjukan bahwa prevalensi SBS pada pekerja di Indonesia yang dilaporkan dalamstudi sebesar 19% hingga 89,4% dengan 27 studi melaporkan prevalensi SBS >20%.Gejala SBS yang dialami oleh pekerja dalam studi berkisar antara 3-17 gejala. Gejaladengan proporsi tertinggi yang paling banyak dilaporkan dalam studi adalah gejalaumum yakni sebanyak 11(39,28%) studi. Faktor individu yang paling banyak ditelitiadalah faktor usia, sedangkan pada faktor indoor air quality adalah suhu. Faktor risikoSBS berdasarkan faktor individu yang menunjukan hasil signifikan adalah usia danmasa kerja sedangkan berdasarkan faktor IAQ adalah CO2 dan VOCs. Berdasarkan haltersebut perlu dilakukannya kontrol yang berkala terhadap kualitas udara di dalamruangan terutama konsentrasi CO2 dan VOC.Kata Kunci : faktor individu; Indoor Air quality; Indonesia; sick building syndrome,dan Pekerja.
Read More
S-10497
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Mustika Marwah; Pembimbing: Bambang Wispriyono; Penguji: Dewi Susanna, Meiliana Sari
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko keberadaan agen COVID-19 dalam bentuk aerosol serta bagaimana kontrol teknik udara dalam ruangan dapat berperan terhadap risiko penularan penyakit tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menilik bagaimana kebijakan eksisting sebagai kontrol administratif dalam mengatur risiko penularan COVID-19 dengan menilik kontrol teknik udara dalam ruangan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian sistematis dan kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan risiko keberadaan aerosol agen COVID-19 pada udara dalam ruangan. Selain itu, kontrol teknik udara dapat berperan dalam mereduksi risiko penularan COVID-19 via aerosol melalui (1) peningkatan pergantian udara dalam ruangan dengan udara luar ruangan, (2) penggunaan perangkat pembersih udara, serta (3) Memperhatikan tata letak perangkat ventilasi, arah dan distribusi alirah udara, serta alur udara bersih dan udara kotor pada suatu ruangan. Adapun kebijakan yang ada saat ini masih minim dalam mempertimbangkan risiko penularan COVID-19 via aerosol dalam ruangan sehingga masih dibutuhkan pengembangan kebijakan.
Read More
S-10811
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive