Ditemukan 38353 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Mutu layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP) HIV di tingkat pelayanan primer berperan strategis dalam mendukung pencapaian target eliminasi HIV nasional tahun 2030, khususnya dalam kerangka 95-95-95. Puskesmas Perumnas II merupakan puskesmas pertama di Kota Bekasi yang menyelenggarakan layanan PDP HIV dan melayani jumlah ODHIV terbanyak di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mutu layanan PDP HIV dengan menggunakan pendekatan model Donabedian yang mengevaluasi tiga komponen utama: struktur, proses, dan hasil (outcome). Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan rancangan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap informan kunci dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi, petugas pelaksana program PDP HIV di puskesmas, dan pasien ODHIV; disertai observasi layanan serta telaah dokumen seperti SIHA dan catatan kegiatan program.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari aspek struktur, Puskesmas Perumnas II memiliki dukungan kebijakan nasional dan lokal yang memadai serta sarana dasar layanan seperti ruang pelayanan dan ketersediaan ARV. Namun, keterbatasan masih ditemukan pada jumlah dan kompetensi SDM, serta tidak tersedianya sarana pemeriksaan viral load di tingkat puskesmas. Pada aspek proses, layanan berjalan sesuai pedoman nasional, namun belum konsisten, terutama dalam pelaksanaan konseling berkelanjutan, pendampingan psikososial, dan pelaporan data secara akurat melalui sistem SIHA. Aktivitas monitoring dan evaluasi juga belum terjadwal secara sistematis. Dari sisi outcome, sebagian besar pasien tercatat sebagai on-ARV, tetapi cakupan pemeriksaan viral load dan capaian supresi virus masih rendah akibat keterbatasan akses. Tingkat kepuasan pasien terhadap layanan cukup tinggi, khususnya terhadap sikap petugas dan ketersediaan obat, namun masih terdapat keluhan mengenai waktu tunggu, privasi, dan dukungan emosional.
Penelitian ini merekomendasikan penguatan struktur layanan melalui peningkatan jumlah dan kapasitas SDM, pemenuhan sarana penunjang, optimalisasi proses melalui sistem pencatatan yang akurat dan konseling berkelanjutan, serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi rutin. Dengan berbagai praktik baik yang telah berjalan dan pengalaman dalam menjangkau jumlah pasien yang besar, Puskesmas Perumnas II memiliki potensi untuk dijadikan model praktik baik (best practice) bagi puskesmas lain di Kota Bekasi maupun wilayah lainnya dalam penyelenggaraan layanan PDP HIV di tingkat primer.
Penelitian ini mengevaluasi implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) HIV/AIDS di Puskesmas Kota Depok tahun 2025 dengan pendekatan Six Building Blocks WHO. Penelitian kualitatif deskriptif ini mengumpulkan data melalui wawancara mendalam, FGD, observasi, dan telaah dokumen di empat Puskesmas terpilih. Temuan menunjukkan capaian layanan belum merata, dipengaruhi oleh keterbatasan sumber daya, pelaporan yang belum optimal, dan lemahnya koordinasi lintas sektor. Strategi percepatan yang disusun menekankan penguatan tata kelola, kapasitas tenaga kesehatan, sistem informasi, akses obat esensial, serta peningkatan kolaborasi multisektor.
Hasil penelitian mengungkap bahwa pelaksanaan SPM HIV/AIDS masih menghadapi kesenjangan antar sasaran dan wilayah. Kelompok populasi kunci memiliki capaian tinggi karena dukungan LSM, sedangkan ibu hamil menjadi kelompok dengan capaian terendah akibat keterlambatan pelaporan dari bidan mandiri dan rumah sakit. Sistem informasi HIV/AIDS (SIHA) belum terintegrasi penuh dan masih bergantung pada kemampuan individu petugas. Ketersediaan obat antiretroviral (ARV) terbatas pada satu Puskesmas dengan sistem distribusi yang belum merata. Pembiayaan program masih bertumpu pada dana BOK dan donor, sementara regulasi seperti Perwal HIV/AIDS dan SOP PrEP belum disahkan.
Penelitian ini menegaskan perlunya penguatan kebijakan teknis sesuai Permenkes No. 6 Tahun 2024, penataan SDM dan insentif yang berkelanjutan, serta integrasi pelaporan lintas fasilitas. Peningkatan kapasitas kader, inovasi komunitas seperti CLM, dan pemanfaatan teknologi pelaporan menjadi kunci percepatan pencapaian target SPM HIV/AIDS di Kota Depok.
This study evaluates the implementation of the Minimum Service Standards (SPM) for HIV/AIDS at Community Health Centers (Puskesmas) in Depok City in 2025 using the WHO Six Building Blocks approach. This descriptive qualitative study collected data through in-depth interviews, focus group discussions (FGD), observations, and document reviews at four selected Puskesmas. Findings indicate that service delivery is uneven, influenced by resource constraints, suboptimal reporting, and weak inter-sectoral coordination. The acceleration strategies developed emphasize strengthening governance, health worker capacity, information systems, access to essential medications, and enhancing multisectoral collaboration. The results show that the implementation of the HIV/AIDS SPM still faces disparities among target groups and service areas. Key populations achieved higher coverage mainly due to NGO support, while pregnant women had the lowest coverage due to delayed or incomplete reporting from private midwives and hospitals. The HIV/AIDS Information System (SIHA) has not been fully integrated and still depends on individual staff capacity. The availability of antiretroviral (ARV) drugs is limited to one health center with uneven distribution across facilities. Program financing still relies heavily on BOK and donor funds, while technical regulations such as the Mayor’s Decree on HIV/AIDS and the PrEP SOP have not yet been enacted. This study highlights the need to strengthen technical policies in accordance with Minister of Health Regulation No. 6 of 2024, ensure sustainable human resource and incentive management, and enhance cross-facility reporting integration. Strengthening community-based innovations such as CLM, capacity building for cadres, and the use of digital reporting systems are key strategies to accelerate the achievement of HIV/AIDS SPM targets in Depok City.
Prevalensi hipertensi di Indonesia masih tinggi, sementara proporsi pasien dengan tekanan darah terkendali tetap rendah. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2022–2024 menetapkan target 90% pasien hipertensi terkendali di puskesmas, namun Jakarta Pusat pada tahun 2024 hanya mencapai 16,74%. Penelitian ini dilakukan di dua puskesmas dengan capaian berbeda: Puskesmas X (46,12%) dan Puskesmas Y (2,34%). Penelitian ini bertujuan menganalisis mutu program pengendalian hipertensi berdasarkan komponen input, proses, dan output dengan menggunakan pendekatan sistem terbuka.
Penelitian menggunakan desain kualitatif studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, observasi, dan telaah dokumen pada Maret–Mei 2025, melibatkan 30 informan yang terdiri atas petugas puskesmas, dinas kesehatan, suku dinas kesehatan, kader, dan pasien. Analisis dilakukan secara tematik.
Hasil menunjukkan mutu program di Puskesmas X relatif lebih baik. Puskesmas X menerapkan perencanaan proaktif, penyediaan obat yang lebih cepat, inovasi edukasi berkala, monitoring bersama jejaring, dan pelatihan rutin. Puskesmas Y melaksanakan perencanaan reguler, pengadaan obat mengikuti siklus tahunan, pemanfaatan dashboard hipertensi berjalan meskipun belum optimal, serta koordinasi internal rutin. Meskipun jumlah SDM sesuai standar, keterlibatan fungsional belum merata di kedua puskesmas. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan program hipertensi tidak hanya ditentukan oleh kelengkapan sumber daya, tetapi juga bergantung pada kualitas proses, termasuk perencanaan yang responsif, pengorganisasian terstruktur, pelaksanaan inovatif, dan monitoring berbasis data.
Penelitian merekomendasikan penguatan kapasitas tenaga kesehatan, penyelarasan definisi indikator antarinstansi, optimalisasi media edukasi digital dan sistem informasi terpadu, serta penetapan petugas administrasi dan teknologi informasi dalam struktur tim program untuk mendukung mutu layanan hipertensi.
Memasuki abad ke 21 yang semakin maju, agar tetap eksis di tengah persaingan global yang sernakin ketat, sudah seharusnyalah bahwa pendekatan mutu layanan yang berorientasi pada pelanggan atau pasien menjadi strategi utama bagi pelayanan kesehatan di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang digunakan adalah kerjasama lira, disamping peningkatan mutu secara terus menerus dan pengambilan keputusan berdasarkan data yang ada. Puskesmas merupakan salah satu organisasi pelayanan kesehatan, mempunyai beban kerja 18 program pokok yang terbagi atas kegiatan-kegiatan, dikelola oleh seorang pemimpin bersama staf yang terdiri dari berbagai latar belakang. Mengkoordinir individu yang terdiri dari berbagai latar belakang ini bukanlah pekerjaan mudah, agar setiap saat tidak terjadi konflik. Dalam studi ini dilakukan penelitian tentang analisis kerjasama tim di Puskesmas wilayah Kota Pontianak tahun 2000, untuk mendapatkan informasi tentang gambaran kerjasama tim dan hal-hal yang berperan dalam kerjasama tim tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan terhadap 4 (empat) Puskesmas dengan pengunjung terbanyak, dan 4 (empat) Puskesmas dengan pengunjung paling sedikit, dengan melibatkan 8 orang Kepala Puskesmas dan 1 orang Kepala Dinas melalui wawancara mendalam, dan 28 orang staf dari Puskesmas tadi melalui diskusi kelompok terarah. Analsisa dan data yang terkumpul menunjukan bahwa gambaran kerjasama tim wilayah Kota Pontianak cukup baik, hal ini terlihat dari karateristik individu seperti jenis kelamin, suku bangsa dan jabatan tidak menjadi masalah dalam kerjasama tim, namun disisi lain karakteristik seperti umur, pendidikan, status perkawinan, dan lama kerja disamping dapat menunjang kerjasama tim, juga dapat menghambat kerjasama tim. Begitu juga dengan karateristik organisasi. Hal-hal yang berperan dalam kerjasama tim berdasarkan variabel karakteristik organiosasi secara negatif antara lain, untuk Puskesmas besar (dan segi jumlah kunjungan dan tingginya kesibukan) menyebabkan berkurangnya intensitas interaksi, walaupun sudah semua Puskesmas mempunyai visi dan misi, tetapi tidak satupun balk staf maupun pimpinan yang tabu dan ingat isi dari visi dan misi tersebut. Sementara karateristik organisasi yang berperan secara positif yaitu, komunikasi secara informal yang berdampak lebih akrab, kepemimpinan secara demokrasi dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat, rasa tanggung jawab dalam bekerja yang memotivasi staf untuk bekerja lebih balk, adanya rasa kekeluargaan yang kuat sehingga walaupun ada konflik tetapi tidak menghambat kerjasama tim. Berdasarkan hat tersebut diatas maka untuk membangun kerjasama tim yang tangguh diperlukan sating toleransi terhadap keragaman latar belakang anggota, memanfaatkan pertemuan-pertemuan formal untuk membahas hat-hat yang berkaitan dengan upaya perbaikan mute layanan kesehatan, selain itu mengadakan pertemuan informal seperti arisan atau anjang sana untuk meningkatkan kualitas hubungan antar anggota. Selanjutnya agar konflik tidak menghambat kerjasama tim, maka rasa kekeluargaan perlu dibina serta pihak Kepala Puskesmas cepat tanggap untuk menanganinya. Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, diharapkan untuk melengkapi sarana komunikasi dan transportasi di Puskesmas karena sarana tersebut sangat menunjang kerjasama tim. Perlu penyegaran informasi tertang visi dan misi agar tim memiliki kesatuan tujuan dalam bekerja.
Analysis on Teamwork in Improving Puskesmas Service Quality in Pontianak City Area Year 2000 Entering the 21st century, to stay exist amid tight global competition, health service in Indonesia should be provided on the basis of customer or patient-oriented service that becomes a main strategy in Indonesia health service. One of strategic ways to use in the service is teamwork, other ways include continuous quality improvement and decision making based on the available data. Puskesmas is one of health service organizations. It has 18 main tasks divided into programs and is managed by a chief assisted with staffs from various disciplines. Coordinating these staffs with various backgrounds is not an easy task, particularly to prevent conflicts among them. This study examined teamwork in Puskesmas in Pontianak City area year 2000. It was aimed at obtaining information regarding description of teamwork and factors that affect such teamwork. This study employed a qualitative research approach and was conducted in 4 (four) most-attended Puskesmas, and 4 (four) least-attended Puskesmas. It involved 8 chiefs of Puskesmas and 1 chief of local health department. Data were collected by means of in-depth interviews with the 8 chiefs of Puskesmas and 1 chief of local health department and focused group discussion with 28 staff members of the Puskesmas. The analysis on the collected data shows that the description of teamwork in Puskesmas in Pontianak City area is good enough. Gender, ethnic group and position were not obstacles in the teamwork. However, age, education, marital status, and length of work as well as the organization characteristics seemed to be both supporting and hindering the teamwork. Factors that seem to have negatively affected the teamwork based on the variables of organization characteristics among others are lack of intense interaction due to the size of Puskesmas or in larger Puskesmas (in terms of the number of visits and rate of service); although all Puskesmas had already set their vision and mission statements but none of the staffs nor the superiors were able to recall such statements. On the other hand, organization characteristic that seem to have positively affected the teamwork are informal communication that brings members closer to each other, democratic leadership that employs public-oriented service, work responsibility that motivates the staffs to do their jobs better, strong family hood that ties the members of the team despite present conflicts. Based on such findings, to build a solid teamwork, tolerance over differences of members is required, formal meetings to discuss issues regarding improvement of health service quality are utilized, and informal meetings such as family gathering or home visits are encouraged to maintain and improve relationship among team members. To prevent conflict from developing, it is necessary to foster sense of family hood and chief of Puskesmas should be able to respond to any conflict immediately. Chief of local health department of Pontianak City is suggested to provide communication and transportation equipment for Puskesmas that may support the teamwork. Reorientation program on vision and mission of puskesmas should be held so those members of team share one common goal in doing their job.
Puskesmas is one of the first-level types of governments health care services in Indonesia. In 2016 and 2019, occurred a decrease in outpatient visits to the puskesmas by 29,4% in Pariaman. Patiens satisfaction or dissatisfaction with a service will affect subsequent patiens behavior such as product repurchase or revisit interest. This research aims to determine differences in service quality satisfaction in the interest of patients to revisit puskesmas in the Pariaman in 2019. This study design is a cross-sectional and the data was collected from 156 people who had visited the last 3 (three) weeks to the puskesmas in Pariaman. Statistical analysis using chi-square. The research results obtained 88.5% of respondents said they would make a revisit; the highest average satisfaction of respondents is in the empathy dimension that is equal to 88.05%, and the lowest in the reliability dimension that is equal to 84.22%; there are differences in the satisfaction dimensions of responsiveness, and assurance on the respondents' interest in visiting the puskesmas; age, gender, education, and accessibility are confounding on responsiveness and assurance dimensions. The work is only confounding on the assurance dimension.puskesmas is expected to prioritize efforts for improving the pharmacy service, nurse services and and to maintain things that are considered good customers
Adanya intervensi Global Fund di klinik IMS berupa pelatihan - pelatihan untuk menambah kualifikasi SDM, dana insentif petugas, dana untuk setting ruangan dan alat - alat kesehatan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan di klinik IMS. Pada kenyataannya ada klinik IMS Puskesmas yang mutu layanannya belum optimal. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis inten/ensi Global Fund terhadap mutu layanan di klinik IMS Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dan Puskesmas Kecamatan Tamansari. Penelitian ini mengglmakan rancangan yang secara garis besar mempergunakan pendekatan kualitatif. Penekanan pada pendekatan kualitatif adalah pada upaya penggalian lebih dalam lagi apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang , terutarna penguna/cusoumer serta petugas kesehatan yang ada di klinik Infeksi Menular Seksual. Selain intervensi dari Global jimd (input), peran dukungan Kcpala Puskesmas, monitoring dan evaluasi, juga pada proses yaitu kepatuhan dan konsistensi petugas terhadap SOP sangat berperan untuk menghasilkan output dan dampak/impact yang dapat dilihat di outcome atau kepuasan pasien/customer. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret 2008, dan penelitian inj melibatkan 10 orang informan untuk Wawancara Mendalam/Indepth Interview clan 5 keiompok Focus Group Discussion/DKT (1 kelompok terdiri dari 6 orang) dari 2 (dua) Puskesmas. Informan Wawancara Mendalarn terdiri dari Kepala Puskesmas Kecamatan yang akan memberikan viinformasi strategis tentang kebijakan yang sudah dilaksanakan. Kriteria informan dokter, bidan, petugas laboratorium dan petugas administrasi adalah yang telah dilatih oleh Global Fund atau bertugas di klinik IMS. Sedangkan DKT dilaksanakan di 2 (dua) kelompok PSK yang pemah berobat di klinik IMS, 1 (satu) kelompok pelanggan PSK di wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Robo, serta 2 (dua) kelompok Waria di wilayah Puskesmas Kecamatan Tamansari dari kegiatan Penapisan (outreach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ouput klinik IMS Puskesmas Kecamatan Tamansari yaiiu, jumlah orang berkunjung, jumlah pasien/penderita IMS yang diobati, jumlah pasien/penderita yang diberi kondom dan jumlah pasien/penderita yang diberikan penyuluhan/KIE tahun 2007 prosentasenya menunm dibandingkan pada tahun 2006. Sedangkan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo prosentasenya mengalami kenaikkan yang signiiikan. Kepuasan pasien yang dilihat pada outcome di kedua Puskesmas baik, walaupun ada sedikit masukan untuk perbaikan pelayanan di klinik IMS dan di kegiatan penjangkauan/outreach. Pada outeome yang dioilai adalah akses(|angkauan pelayanan, kenyamanan, keamanan pelayanan, efisiensi, KIE, serta hubungan antar manusia./interpersonal. Klinik IMS am menjadi laaik jika dikelola Semi dengan pelayanan prima (Service Excellent) oleh petugas yang telah mendapatkan pelatihan. Salah satu tugas penting untuk tim kesehatan yang turun pada kegiatan penapisan yaitu mengintervensi kelompok pelanggan PSK dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan, penyakit IMS dan penggunaan kondom yang benar. Tim kesehatan yang melayani klinik IMS sebaiknya tersendiri, tidak mempunyai tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) ditempat Iain. Sementara itu ada kegiatan yang harus tluun ke tempat/dacrah rawan HIV/AIDS. Sedangkan target omput dad Global Fund untuk klinik IMS Puskesmas tidak ada. Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan seharusnya sudah disusun Standard Pelayanan Minimal (SPM) dan target yang harus dicapai.
Global Fund's interventions in STI Clinic, which are aplicated through trainings for improving human resources qualiiication, funding in the form of officer incentive, funding for setting room and aid appliance, are expected to increase the clinical service quality at STI Clinic. Practically there is STI clinic in Primary Health Care which has not gain the noted service quality optimally. The purpose of this research is to analyze the intervention of Global Fund to the service quauiy of sri clinic in Primary Health care in PM Reba Subdistrict and Tamansari Subdistrict. Marginally, this research is utilized by qualitative approach. The qualitative approaches are given emphasizely. Those things are applicatcd by the deep interventioning to costumers mind and feeling, especially the care user and also the health officer at Sexual Transmitted Infection Clinic. The costumer satisfaction which is consider as the outcome of the research, is not merely detennined by the Global Fund Intervention but also by the role of Primary Health Care Head Officer, evalution and ixmonitoring activity, the consintency and compliance of the officers in doing the standar operational procedure during the process. This research is conducted in March 2008, included 10 persons as the object of lndepth interview and 5 Focus Group Discussion (1 groups is consist of 6 persons) from 2 Primary Health Care. The strategic information due to the conducted policy was derived from indepth interview with Chief of Primary Health Care Subdistrict. The criteria for the informan such as doctor , midwife, administration officer and laboratory officer are they who had been trained by Global Fund or work in clinic IMS . Focus Group Discussion (FGD) is conducted in 2 ( two) group of CSW which have ever medicinizocd in STI clinic , 1 ( one) group of CSW client who lived in the same region with Primary Health Care of Pasar Rebo Subdistrict, and also 2 (two) group of Trans sexual who lived in region Primary Health Car of Tamansari Subdistrict with the Censorship activity (outreach). The result from this research indicated that output of STI clinic Primary Health Care of Tarnansari Subdistrict that is, the amount of people visited the clinic, the amount of S'l`I patient have their medical attention, the amount of patient who had given for condom and the amount of patient who had given for education (CIE) of the year 2007 have decline on percentages compared to the year of 2006. While at Primary Health Care of Pasar Rebo Subdistrict the percentages has increase significantly. 1 The Patient Satisfaction that can be seen &om the outcome in both Primary Health Cares is good, despite of a few inputs for repair of services in STI clinics and in the outreach activity. For the outcome , the assesment are in the scope of the services, how comfort thc services, security of the services, efficiency, CIE, and also the relation between people (interpersonal).
Selama tahun 2003 - 2005 jumlah kunjungan meningkat namun tidak seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dan pada tahun 2006 jumlah kunjungan pasien bayar ke Puskesmas Wisma Jaya mengalami penurunan. Indikator keberhasilan fungsi puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama antara lain melalui cakupan pelayanan dan kepuasan pasien. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh faktor kebutuhan terhadap sarana pelayanan kesehatan yang bermutu. Kepuasan paéien bayar atas mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Wisma Jaya mempengaruhi pola perilaku pasien bayar selanjutnya untuk mengambil tindakan dengan berniat melakukan kunjungan ulang atau sebaliknya. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya hubungan kepuasan pasien bayar tcrhadap mutu pelayanan dengan minat kunjungan ulang ke Puskesmas Wisma Jaya Kota Bekasi Tahun 2007. Desain penelitian merupakan penelitian analilik dengan pcndekatan cross sectional, yang dilakukan di Puskesmas Wisma Jaya Kota Bekasi. Data dikmnpulkan dengan responden adalah pasien bayar (219 responden) yang berkunjung ke Puskesmas Wisma Jaya Kota Bekasi pada tahun 2007 dengan tehnik consequtive sampling quota. Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan Kepuasan pasicn bayar mampu meningkatkan minat pasien bayar untuk mclakukan kunjungan ulang ke Puskesmas Wisma Jaya. Perlunya Pcmcrintah Kota dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengunakan indikator bcrupa cakupan pelayanan dan kepuasan pasien untuk menilai keberhasilan kinexja puskesmas melalui fungsi puskcsrnas scbagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Serta rnemprioritas pcrnbangunan fisik, menjaga kebersihan dan penambahan sumber daya manusia khususnya Puskesmas Wisma Jaya sesuai urutan nilai terendah kepuasan perlu menjadi perhatian semua pihak yang terkait. uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang berminat melakukan kunjungan ulang ke Puskesmas Wisma Jaya sebesar 93,2%, proporsi responden yang puas terhadap pelayanan kesehatan Puskesmas Wisma Jaya sebesar 53,0%, tersedianya tempat parkir merupakan faktor kepuasan pasien bayar yang memiliki nilai terendah. Ada hubungan yang bermakna antara kepuasan pasien bayar dengan minat kunjungan ulang ke Puskesmas Wisma Jaya setelah mengendalikan variabel-variabel penganggu (variabelpendidikan dan variabel pengeluaran). Kepuasan pasien bayar mempunyai peluang 8,2 kali untuk berminat melakukan kunjungan ulang ke Puskesmas Wisma Jaya sebesar. Kepuasan pasien bayar mampu meningkatkan minat pasien bayar untuk mclakukan kunjungan ulang ke Puskesmas Wisma Jaya. Perlunya Pcmcrintah Kota dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengunakan indikator bcrupa cakupan pelayanan dan kepuasan pasien untuk menilai keberhasilan kinexja puskesmas melalui fungsi puskcsrnas scbagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Serta rnemprioritas pcrnbangunan fisik, menjaga kebersihan dan penambahan sumber daya manusia khususnya Puskesmas Wisma Jaya sesuai urutan nilai terendah kepuasan perlu menjadi perhatian semua pihak yang terkait.
During 2003 - 2005, number of customer visits increasing altough uneven with the population growth. Then in 2006, number of charged customer visits to Puskesmas Wisma Jaya had decreasing. Efficacy indicator of Puskesmas to its main function in providing public health services at the bottom level are scope of services type and customer satisfaction. Utilization of health service by society influenced by the need of qualified health service factor. Charged customer’s satisfaction to the quality of health services held by Puskesmas Wisma Jaya influencing their future behavior in having revisit or on the contrary. This research aim to determine the relationship of charged customer’s satisfaction to the quality of health services and revisit interest at Puskesmas Wisma Jaya Bekasi, in year of 2007. Research designed as analytic description research with cross sectional approach. Research held at Puskesmas Wisma Jaya Bekasi. Data collected using consecutive sampling quota from 219 respondent who belong to charged customer whom visiting Puskesmas Wisma Jaya during 2007. Data analysis using univariat analysis, bivariat with chi-square test and multivariate analysis with multiple logistic regression test. The result shows proportion of respondent who interest to revisit Puskesmas Wisma Jaya were 93,2 % in amount. The proportion of charged customer who satisfied with health services held by Puskesmas Wisma Jaya were 53,0 % in amount. The available of parking area become the charged customer’s satisfaction factor which has lowest score. There is significant relation between charged customer’s satisfaction with revisit interest after eliminating and controlling the dummy variable (respondent’s education and expenses). Satisiied charged customer have at 8,2 possibility to revisit Puskesmas Wisma Jaya in possibility value. The satisfaction of charged customer has able to raise their interest in having revisit in the future. Local Government and Local Public Health Service need to use scope of service and customer satisfaction as indicator to asses the efficacy performance of each Puskesmas through their function in providing public health services at the bottom level. Also giving priority in physical development and addition of human resources especially Puskesmas Wisma Jaya on low scored satisfaction indicator.
