Ditemukan 29430 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Penerapan Pengembangan Manajemen Kinerja (PMK) bidan di puskesmas ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan; kepatuhan penggunaan standar dalam melakukan pelayanan kebidanan; kemampuan manajerial pelayanan kebidanan; pelaksanaan monitoring kinerja; mutu asuhan kebidanan. Penerapan PMK ini diharapkan dapat berperan untuk tercapainya indikator Sistem Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten/Kota yang dilaksanakan bidan di sarana kesehatan, mengingat bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dengan jumlah yang cukup besar (40%) dari seluruh kategori tenaga kesehatan. Dalam penerapan Pengembangan Manajemen Kinerja bidan di rumah sakit dan puskesmas diawali dengan pelatihan. Pelatihan ini ditujukan pada bidan koordinator, dengan harapan bidan koordinator dapat memberikan kiat-kiat dalam memberikan pengarahan, bimbingan, dan sekaligus menilai kinerja staf secara obyektif. Scsuai dengan Kepmenkes no. 8361Menkes/SKIVI12005, pada pelatihan tersebut ditekankan pada penguasaan lima komponen PMK yaitu standar, uraian tugas, indikator kinerja, sistem monitoring, dan Refleksi Diskusi Kasus. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran sejauh mana penerapan PMK bidan di Puskesmas dengan pendekatan sistem. Penelitian ini menggunakaii pendekatan kuantitatif dengan bidan yang telah mendapat pelatihan PMK dan telah menerapkan PMK bidan di puskesmas tempat bekerja yang berjumlah 33 orang dari lima puskesmas. Juga dilakukan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam pada lima pimpinan dan bidan koordinator puskesmas yaitu di puskesmas Curup, Kampung Delima, Perumnas, Tunas Harapan, dan Sambirejo serta dilakukan telaah dokumen terhadap penerapan PMK bidan di puskesmas. Hasil penelitian antara lain: (1) Faktor masukan penerapan PMK bidan berupa uraian tugas, Standard Operational Procedure (SOP), pendidikan dan latihan, semua bidan puskesmas (100%) telah ada dan dilaksanakan dcngan baik, hanya variabel penerapan sistem penghargaan ada yang masih buruk di puskesmas (48.5%). (2) Faktor proses penerapan PMK bidan di Puskesmas berupa kegiatan pendokumentasian kegiatan dimana semua bidan (100%) telah melaksanakan dengan baik dan sesuai dengan telaah dokumen, sedangkan pemantauan dan pengendalian kegiatan umumnya sudah baik (66.7%), dan masih ada yang buruk (33.3%), pertemuan strategis umumnya juga sudah baik (72.7%) dan yang masih buruk (27.3%), kegiatan Refleksi Diskusi Kasus (RDK) umumnya sudah baik (63.6%) dan masih buruk (36.4%). (3) Faktor luaran penerapan PMK bidan di Puskesmas yaitu manajemen kinerja bidan umumnya sudah baik di puskesmas (57.6%), yang masih buruk (42.4%). Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah bahwa penerapan Pengembangan Manajemen Kinerja bidan di puskesmas umumnya sudah baik, hanya beberapa variabel saja penerapannya yang masih buruk dan perlu ditingkatkan lagi. O1eh karena itu, peneliti mencoba memberikan rekomendasi kepada: (1) Pemerintah Daerah untuk memberikan dukungan pelaksanaan setiap komponen program PMK bidan, menyetujui usulan program Dinas Kesehatan untuk melaksanakan pelatihan PMK kepada bidan yang belum mendapat pelatihan. (2) Kepala Dinas Kesehatan supaya melakukan tindak lanjut dari penerapan program PMK, seperti melakukan monitoring PMK setiap 3 bulan sekali, memberikan pelatihan penerapan PMK kepada bidan yang belum dilatih, dan diharapkan semua puskesmas di kabupaten Rejang Lebong dapat menerapkan PMK (3) Kepada Pimpinan Puskesmas supaya menyusun indikator kinerja bidan untuk keperluan monitoring dan penilaian kinerja, menilai kinerja bidan puskesmas minimal 1 tahun sekali dan memberikan penghargaan sebagai umpan balik.
The Application Of Management Performance Development o: Midwife in health center is expected improve the midwife's knowledge and skill; compliance of usage in midwifery service standard; ability of midwifery service managerial; execution of performance monitoring; midwifery care quality, while expectation of Development Of Management Performance contribute to reach a Minimum Service System indicator in the District City which is executed and midwife in health place, considering midwife as part of health service with high amount (40%) from all of health worker category. The Application Of Management Performance Development in hospitals and health centers started with training. This Training is addressed for the coordinator midwife in health center, while the expectation of the coordinator midwife is to give suggestions in guidance, teaching, tuition, and at the same time to assess stair performance objectively. According to Kepmenkes No. 836 / Menkes / SK / VI / 2005, this training emphasized five components: standard, job description, performance indicator, monitoring system, and reflection cased discussion (RCD). This research is done to give an assessment and to describe how far the application of Development Of Management Performance of midwife in Health Center is done. This research applying the quantitative method to midwife as respondents who work in a health center which have applied the Development Of Management Performance, they are 33 midwife from five health centers. This research is also done by a qualitative method through interview for five leaders of health center and midwife coordinator, such as Curup Health Center. Kampung Delima, Perumnas, Tunas Harapan, and Sambirejo and also analyze document for applying Development 0C Management Performance midwife in health center. Research results include: (I) Input factor for applying Development Of Management Performance midwife, such as job description, SOP, and training and fellowship for all of Health Center midwives (100%) arc done well available with duty in Health Center, but applying of appreciation system variable is not good (48.5%). (2) Process factor for applying Development of Management Performance Midwife in Health Center such as activity of documentation where all midwives (100%) have done this matter based on document study by Researcher, while monitoring activity generally is good (66.7%), the other is bad (33.3%), strategic meeting generally is so good (72.7%) and the other is bad (27.3%), Reflection Case Discussion (RCD) activity generally is good (63.6%) and the other is bad (36.4%). (3) Output factor for applying Development of Management Performance Midwife in Health Center that is midwife performance management generally is good in Health Center (57.6%), the other management is bad (42.4%). The conclusion of this research is that applying development of midwife performance management in health center generally is good, there just some variables which is bad. Therefore, researcher try to give recommendation for: (I) Local Government, giving support the application of Management Performance Development of midwife in health center, approve proposal of District Health Office program to doing Development Of Management Performance training for midwife who does not get training yet. (2) Head of District Health Office: should follow-up program of Management Performance Development, such as monitoring every 3 months once, doing training of Management Performance Development For midwife who have not been [rained yet, and expected that all health center in Rejang Lebong district can applying the Management Performance Development of midwife. (3) Health Center leader, monitoring and performance assessment minimally 1 year once to assess midwife performance in Health Center and give appreciation as feed back.
Upaya pengendalian penduduk dan penurunan fertilitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya kesehatan reproduksi yang berorientasi pada hak reproduksi perorangan. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan reproduksi perorangan di samping menurunkan fertilitas. KB bertujuan untuk memenuhi hak reproduksi dan kesehatan reproduksi serta untuk membentuk keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program KB di Indonesia dianggap berhasil oleh dunia internasional, terbukti dengan tingkat kesertaan KB yang meningkat dari 26% tahun 1980, menjadi 50% tahun 1991, kemudian meningkat lagi menjadi 57% tahun 1997 dan terakhir menjadi 78,2% tahun 1999/2000. Namun yang menjadi persoalan adalah penggunaan kontrasepsi oleh laki-laki masih rendah. Kontrasepsi kondom penggunaannya masih sangat rendah walaupun merupakan kontrasepsi yang efektif dan hampir tidak mempunyai efek samping serta merupakan satu-satunya alat kontrasepsi yang dapat mencegah penularan IMS dan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi mengenai rendahnya penggunaan kondom sebagai kontrasepsi di kecamatan kota Arga Makmur kabupaten Bengkulu Utara berdasarkan pendekatan pemasaran sosial. Rancangan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan informan adalah provider dari berbagai tingkatan, yaitu tingkat penentu kebijakan, kordinator pelaksana dan pelaksana teknis pada Dinas Kesehatan dan BKKBN. Informan lain adalah konsumen bukan pengguna kondom. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah serta hasil penelitian dianalisis dengan analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan hampir semua informan, mengatakan kondom program berkualitas kurang baik dilihat dari segi ketebalan, kemasan dan aroma, sedangkan alasan tidak menggunakan kondom karena tidak praktis, mengurangi kenikmatan dan kurang efektif. Argumentasi tersebut menyebabkan rendahnya penggunaan kondom. Menurut provider harga kondom termasuk murah dan terjangkau. Menurut konsumen hampir tidak ada perbedaan dalam hal biaya yang dikeluarkan jika menggunakan kondom dibandingkan dengan kontrasepsi lain, bahkan cenderung lebih mahal jika penggunaan dalam jumlah relatif banyak. Distribusi sampai ke pelayanan terdepan tidak ada kendala. Apotek dan toko obat adalah tempat untuk mendapat kondom. Akses ke tempat tersebut mudah dan dapat dijangkau dengan biaya murah. Kendala lain adalah promosi yang kurang, pesan yang disampaikan kurang komunikatif dan belum tersedianya dana khusus untuk kegiatan promosi. Media televisi merupakan sumber informasi utama mengenai kondom dan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang perlu dikemukakan. Pertama BKKBN dalam pengadaan kondom hendaknya memperhatikan kualitas produk dan disesuaikan dengan kebutuhan serta tuntutan konsumen. Tidak perlu lagi program kondom gratis karena tidak tepat sasaran. Kedua provider hendaknya meningkatkan kualitas dan frekuensi promosi.
Analysis on the Lowness of Condom Usage Based on Social Marketing approach at Kota Arga Makmur Subdistrict in North Bengkulu District in 2002. Population control and fertility reduction attempts are not apart from reproduction health efforts oriented to individual reproduction right. Family planning program (FPP) is hoped to be able to improve personal reproduction health as well as reduce fertility. FPP is aimed at fulfilling personal reproduction and reproduction health, also forming happy and welfare small family. FPP in Indonesia is considered successful by the world with the proof that its membership participation increased from 26% in 1980, into 50% in 1991, into 57% in 1997 and finally into 78,2% in 199912000. On the other hand, contraception used by men is still low. For example, condom is low, although this contraception is effective, almost has no side-effect, and seems to be the only contraception which enables to prevent IMS and HIV/AIDS spreading. The research purpose is to explore a great deal of information about the lowness of condom usage as contraception tool at Kota Arga Makmur Subdistrict, North Bengkulu District based on social marketing approach. The research uses qualitative method with informants through providers of all levels consisting of governance deciding maker, provider coordinator, technical operator from District Health Department and BKKBN. The other informant is non condom user. Data are collected through deep interview and directed group discussion. Then, these data are analyzed through content analysis. The research proves that according to most informants, condom from FPP is not so good in thickness, package and odor. Then, the reason not to use condom is that it is not practical, not effective and reduces sexual enjoy ness. These arguments cause the lowness of condom usage. According to provider, condom is cheap and accessible. According to consumers, condom almost has no price difference, if compared with other contraception tool. Even, condom tends to be expensive if used in great quantity. Condom distribution up to the user has no obstruction. Condom is usually obtained from drugstore and apotik. The access to those places is easy and reachable with cheap cost. The other obstruction is that condom promotion is less, its message is not so communicative and thre is no special finance for its promotion. Television is dominant media for main information source for condom and HIV/AIDS. Based on the research result, there are some points to suggest. First, BKKBN should notice condom quality in providing it and this providing suits the users need and demand. There should be no fee of charge condom as it reaches wrong target. The second is that provider should improve condom quality and its promotion frequency.
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) salah satu metode kontrasepsi yang dapat digunakan untuk menjarangkan jumlah anak dan alternatif kedua sctelah MOW/MOW bagi pasangan yang ingin mengakhiri kesuburannya. AKDR selain efektif juga efisien karena dapat digunakan sampai menopause. Masalah psnelitian adalah rendabnya psmakaian AKDR padabal Alat Kontrasepsi Dalarn Rabim disediakan gratis untuk keluarga miskin paling berhubungan dengan pemakaian AKDR adalah umur dan persepsi terhadap AKDR. Dalam rangka meningkatkan pemakaian AKDR di Kota Lubuklinggau perlu diberikan persepsi yang benar kepsda masyarakat berupa KIE (Komunikasi, informasi dan Edukasi} tentang AKDR {efektifitas, manfaat, cara kerja, efek samping/komplikasi dan earn penanggulangannya)Perlu sosialisasi kepada keluarga Prasejahtera dan Sejahtera l pelayanan KB gratis termasuk AKDR. Bidan harus memberikan informasi yang adekuat (lengkap, akurat dan benar) psda pasangan usia subur untuk mengambil keputusan yang tepar dalam pemililian kontrasepsi secara rasional.
Intrauterine Contraceptive Device is one of the contraception methods to control numbers of children and is the second alternative after Operation Method for Women/Operation for men for the couples who would like to restrain her fertility. Intrauterine Contraceptive Device is effective and efficient because it can be used till menopause. The problems statement of this research is the low of using Intrauterine Contraceptive Device, whereas such this contraception is free of charge for the poor. Based on multi regression shows that the strongest correlated variables with Intrauterine Contraceptive Device are the age and perception on Intrauterine Contraceptive Device. In order to improve the using Intrauterine Contraceptive Device in Lubukfinggau City it is necessary to provide the right/perception on Intrauterine Contraceptive Device to the people through communication, Information and education. rt is important to explain about the effectiveness. usefulness, the way it works, side eftbcts and the way to deal with Intrauterine Contraceptive Device. It is necessary to socialize about free family planning and Intrauterine Contraceptive Device to pre-prosperous families and prosperous families I. Midwives should give accurate and adequate information to fertile-age couples so they can make the right decision to choose contraception.
