Ditemukan 29576 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Kabupaten Bangka Tengah, khususnya Puskesmas Lubuk Besar cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan 88,2% (Profil Kesehatan PKM Lubuk Besar 2012), masih dibawah target Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan pada tahun 2015 harus mencpai 90%. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah. Desain cross sectional digunakan pada penelitian terhadap 126 ibu bersalin dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian didapatkan riwayat ANC dan sikap terhadap penolong persalinan berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan. Sikap merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan, dimana ibu yang bersikap positif terhadap penolong persalinan 28 kali memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dibanding ibu yang bersikap negatif setelah dikontrol oleh riwayat ANC. Untuk meningkatkan kesadaran pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) dan menanamkan sikap positif terhadap pelayanan kesehatan diperlukan koordinasi dan bekerja sama dengan lintas sektor Pemda serta menggerakkan pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan.
Regency of Bangka Tengah especially Central Public Health of Lubuk Besar, target of labour by health worker are 88 % (Profile of Central Public Health of Lubuk Besar, 2012). Still under target of Minimal Delivery Standar in health area in 2015 year must obtained 90 %. This goal research to know related factors to choice labour attendant in Central Public Health Regency of Bangka Tengah. Research desain was cross sectional, total of sample are 126 early post partum woman with interview with quisionair.
Result of research indicated history of antenatal and attitude to labour attendant related to choice of labour attendant. Attitude is dominant factor related to choiced of labour attendant. Positive attitude to labour attendant have risk 28 to choice helath worker among negative attitude of post partum woman after controlled antenatal history. To increased awareness of important pregnancy assessment and have positive attitude to health delivery by sector line coordination with Regional Government to activate public empowerment in used helath worker as a labour attendant.
Penyaldt Demam Berdarah merupakan salah satu rnasalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan,karena merupakan pcnyakit menular yang berbahaya oleh karena dapat rnenimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabaln Kabupaten Lebak mcrupakan kabupaten yang dapat berpolensi temjadinya kasus luar biasa (KLB) demem Berdamh Dengue,untuk tu maka perlu perhatian dari pemcrimah daerah untuk penyiapan baik dana maupun sarana dalam mengantisipasi kejadian tersebut.Kebijakan otonomi daiam era desentralisasi menyebabkan bidang kesehatan menjadi tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah Kabupatcn/Kota didalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakagdan sebagai konsckwcnsinya pemerintah kabupaten/kota harus menyusun kebijakan,termasukkebijakan pembiayaan dalam upaya pembanguuan kesehatan tersebut. Sampai saat ini belum pemah dilakukan analisis mengenai pendanaan program yang bersumber pemerintah baik lmtuk pemeberantasan maupun pengobatannya di Kabupaten Lebak. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bcrapa besar pcndanaan program pemberantasan Dcmam Berdarah Dengue di Kabupaten Lcbak baik untuk Upaya peningkatan Kesehatau Masyarakat (UKM) maupun untuk Upaya Peningkatan Kesehatan Perorangan (UKP), berapa persentasenya dari anggaran kesehatan maupun dari APBD,dan bagaimana pengglmaannya untuk kegiatan apa saja yang menjadi prioritas. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lebak pada Instansi Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dan Di RSUD Adjidharmo yang merupakan Rumah sakit Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, sebagai pengclola anggaran program Demam Berdarah Dengue bcrsumber pernerintah di Kabupaten Lebak. Analisis pendanaan program pemberantasan DBD menggunakan data anggaran tahun 2005, tahun 2006 dan data anggaran tahun 2007. Dari hasil analisis tersebut didapatkan besaran anggaran bcrsumber pemerintah untuk program UKM DBD tahun 2005 adalah sebesar Rp.l02.035.000 sedangkan untuk tahun 2005 adalah sebcsar Rp. 80.821000 dan untuk tahun anggaran 2007 adalah 242.384.000. Besaran anggaran yang digunakan untuk Program UKP yang bersumber pemerintah (kcls III) adalah untuk tahlm 2005 sebesar Rp. 1.518.750, untuk tahun 2006 sebesar l6.258.800. sedangkan untuk tahun 2007 besamya adalah sebesar Rp. 44.305.308. Dengan menggnmakan angka estimasi bank dunia lmtuk kebutuhan program csscnsial dimana Demam Berdarah Dengue termasuk didalamnya maka realisasi pendanaan untuk program DBD di Kabupatcn Lebak baru mencapai 201,50 perkapita/tahun dari estimasi kebutuhan standar bank dunia untuk program DBD adalah sebesar 4.923 pcrkapita/tahun. Pada analisis kasus diketahui terdapat kecamatan endcrnis untuk kasus Demam Berdarah yaitu kecamatan Rangkasbitung, kecamatan Cibadak, Kecamatan Kalang Anyar, Kecamatan Bojong manik dan Kecamatan Cileles. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Lebak untuk dapat memanfaatkau lebih optimal kebijakan pemda dalam alokasi pendanaan untuk lebih efektif dan efisien dalam penentuan dan penggunaan berdasarkan skala prioritas.
Dengue Haemorragic Fever disease is a public health problem that affects widely in life because it is a dangerous and contagious disease which can cause death in a short period and become epidemic otienly. Regency of Lebak is an area that has a potentiality for extraordinary case (KLB) of dengue fever. Therefore, need more attention from local govcmmcnt in preparing fund and also means for anticipating this problem. Autonomous policy in the era of decentralization has placed health sector as its local govemment's responsibility and obligation; and thus, makes local govemment has to arrange local policy including funding policy in order to develop enough progress in health sector. Until now, there is no study from the government, which analy/.e the timding program either for eradicating or medication of dengue haemorrhagic fever in Regency of Lebak. Therefore this research is conducted in order to know how much tl1e funding program for dengue haemorragic fever?s eradication in Lebak for both Public Health Improvement Effort (UKM) and Personal Health Improvement Effortl And also to know how much the percentage from either health budget or APBD; how is its usage, what activities that become the first priority. This research is executed on the Institution of Public Health Service and Social Prosperity and on RSUD Adjidharmo in Regency of Lebak, as the organizer of dengue haemorrhagic fever's funding program that comes fiom its local government. Dengue Haemorragic fever?s eradication funding program analysis uses all budget data in 2005, 2006 and 2007. From the analysis we found that the amount of budget from local govemment for UKM DBD program in the year of 2005 is l02.035.000 IDR; while 2006 is 80.821000 IDR and for 2007 is 242.384.000 IDR. The amount of budget used for UKP Program which is based on govemmcnt (class III) in the year of 2005 is 1.518.750 IDR, and 2006 is l6,258.800 IDR, and 2007 is 44.305.308 IDR. By using world bank?s estimation number for essential program requirement where dengue haemorrhagic fever is included, hence the realization ol? dengue haemotragic fever?s funding program in Lebak is about 201,50 per capita/year while the world bank?s standard requirement estimation is about 4.923 per capita/year. On case analysis, known that there is endemic sub-district for dengue haemorragic fever case, which are Rangkasbitung, Cibadak, Kalang Anyar, Bojong Manilc and Cileles. Pursuant to the result ofthe research, the writer suggests the Public Health Service and Social Prosperity Institution in Regency of Lebak to make use the local government?s policy more optimal especially in funding allocation to be more effective and efficient base on priority scale.
Penetapan tarif raslonal pelayaiian balai pengobatan pada Puskesmas Jalan Gedang di Kota Bengkulu yang berlaku saat ini tidak berdasarkan perhitungan analisis biaya satuan pelayanan, cost recovery rate, tingkat keman^juan/kemauan masyarakat untuk membayar, kebijakan tarif maiqiun tarif pesaing yang setara . Dengan melihat komponen biaya seperti ini, tarif tersebut diatas masih dipertanyakan. Dalam konteks inilah perlu dilakukao suatu penelitian, uatuk menganalisis tarif rasional balai pengobatan pada Puskesmas Jalan Gedang di Kota Bengkulu.Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer digunakan uotuk meneliti ATP/WTP. kebijakan tarif dan tarif pesaing. Sedangkan data sekunder digunakan untuk meneliti biaya balai pengobatan dan perbitungan biaya satuan pelayanan. Analisis biaya dilakukan dengan metoda double distribution, Sedaogkan untuk menetapkan tarif digunakan simulasi tarif.Hasil penelitian menunjukan bahwa bia>'a satuan aktual adalah Rp. 5.391 total biaya tanpa annualized fixed cost adalah Rp. 65.153.436 sedangkan total biaya tanpa annualized fixed cost dan gaji adalah Rp. 23,239.609. Biaya satuan yang diperoleh ini lebih besar dari larif yang berlaku berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan pada balai pengobatan puskesmas tersebut Dengan demikian tarif yang rasional mestinya Rp. 2.000 berdasarkan jumlah simulasi pengunjung yang mampu raeuibayar (91 %) dan pengunjung yang tidak mampu bayar (11%).Hasil penelitian perhitungan tarif BP puskesmas ini dapat dijadikan bahati pertimbangan bagi Kepala Dinas Kesebatan Kota Bengkulu, dalam mengajukau usulan penyesuaian tarif kepada Pemda Kota Bengkulu untuk menetapkan tarif puskesmas yang rasional.
Pricing for Curative Care (CCS) at Jalan Gedang Health Cnter HC in Bengkulu Municipality has not been set up the unit cost, cost recovery rate, ability to pay/willingness to pay, fee regulation and competitor fee, obviously the price se-ting is remain questionable A research to analyze a rational CCS Rice in Jalan Gedang HC.This research used is needed the determine the unit cost as well as as the ability to payAVTP of the constinuaity a cross sectional design qualitative and quantitative approaches. Primary and secondary data was collected, Primry data were used determine the ability to pay/willingnes to pay price setting and competitor, secondary data were conducted to study CCS actual & normative and price setting. The analisys was done using double distribution method, and a simulation was undertaken to determining the rational tariff.Research result showed that actual unit cost was 5.391 rupiahs, total cost without annualized fixed cost was 65.153.436 rupiahs. The unit cost was higer than the current price It is proposed That rational Tariff need to be adjusted to a new pice ( 2000 Rp ), Based on the simulation of patients, abnity to pay 91 % is predicted can afford this, while the poor could still be protected by the government.The Findings revealed (hat this pricing policy model could be used to help the policy mater to consider that the current tariff could be adjusted rationally without sacrificing the poor.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran karakteristik dan factor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar puskesmas oleh keluarga miskin peserta JPKMM di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Tahun 2005. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan tujuan melihat hubungan ll variabel independent sikap petugas, keberadaan dokter, jam buka pelayanan, ketersediaan dan kecukupan obat, pendidikan, pengetahuan, persepsi sakit, persepsi tentang kualitas puskesmas,jarak, sarana transportasi dan biaya transport dengan pemanfaatan puskesmas. Responden pada penelitian ini adalah keluarga miskin peserta JPKMM yang tersebar di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur dengan jumlah sample sebanyak 100 responden dari 5 desa yang dipilih secara acak sederhana. Penelitian ini memiliki banyak kelemahan antara lain jumlah responder; yang terbatas, reslko selection bias dan recall bias yang tinggi dibandingkan dengan penelitian kohort dan case control. Hasil penelitian menunjukkan bahwa factor sikap petugas, keberadaan dokter, pengetahuan, persespsi sakit dan persepsi tentang kualitas puskesmas berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas. Sementara factor jam buka pelayanan, ketersediaan dan kecukupan obat, pendidikan, jarak, sarana transportasi dan biaya transport tidak berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas. Dari kelima faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas, ternyata sikap petugas, pengetahuan dan keberadaan dokter yang paling dominan hubungannya dengan pemanfaatan puskesmas dengan nilai OR masing-masing 10,261 ; 5,722 ; dan 3,481. Melihal hal diatas maka perlu ditingkatkan akses keluarga miskin terhadap pelayanan kesehatan dasar puskesmas. Hal ini dapat ditingkatkan melalui pendekatan supply dan demand. Dari sisi supply adalah dengan cara mendekatkan akses keluarga miskin terhadap pelayanan kesehatan scpcrti penempatan dokter di puskesmas, adanya bidan di desa dan mengaktifkan kembali puskesmas keliling serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan melibalkan masyarakat menjadi fasilitator masyarakat dalam bidang kesehatan. Dari sisi demand adalah dengan meningkatkan pembinaan ke puskesmas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dan penyuluhan-penyuluhan yang bemanfaat dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang JPKMM dan hak-haknya.
This research aims to gain a picture of the characteristics and factors related to the utilization of Primary Health Care service by poor families participated in HMSPC in Warungkondang sub district, Cianjur District in 2005. The research used the cross sectional metl1od in order to observe the relations of eleven independent variables considered reliable in the utilization of PHC service. These eleven variables are the attitude of service providers (officers, nurses, and doctors), doctor?s availability, the opening hours, medicines availability, education background (of the service users), perception of illness, perception of the quality of the service, distance, transportation methods and transport fees. The respondents of the research were the poor families who join the HMSPC in Warungkondang in Cianjur District. There are 100 respondents taken randomly from live villages in that sub district. However, this study has several flaws such as the limited number of respondents, high risks of selection and recall bias compared to research using cohort and case control. The research shows that the factors of the attitude of the service givers, doctors availability, knowledge, perceptions on illness and on the quality of the PHC are related to the utilization of the clinic. Whereas factors such as opening hours, medicines availability, education background, distance, means of transport and transportation fees are not related to the utililization of the health center. From the five related factors above, it appears that the attitude of service providers, knowledge and doctors? availability are the most dominant factors here, each with the following OR value: 10,261 (for attitude of service providers), 5,722 (for knowledge) and 3,481 (forthe doctor?s availability). Based on the finding above, it is necessary to improve the access of poor families in receiving, the basic health service in PHC, and this can be achieved through the supply and demand approach. By supplying, we bring the services closer to them such as providing doctors in PHC and midwives in villages, reactivating the mobile clinics and improving the empowemient of communities by involving them as health facilitators. On the demand, we can cultivate trainings in PHC by the Health Council of Cianjur District. and administer educational sessions for the community in order to improve their knowledge about HMSPC and their rights.
