Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 32719 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Itdalina; Pembimbing: Prastuti Soewondo; Penguji: Pujianto, Sulistyo, Marlina Widyadewi
Abstrak:

Sampai saat ini masalah tuberkulosis masih rnenjadi masalah kesehatan di Indonesia. Dari segi pendanaan, program penanggulangan tuberkulosis belum mendapat perhatian yang memadai. Pembiayaan tuberkulosis semakin bervariasi antar daerah. Sumber pembiayaan masih didominasi oleh bantuan luar negeri. Pemberlakuan otonomi daerah memberi peluang kepada kepala daerah dalam menyusun perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah Pecan dan komitmen para policymakers (pengambil kebijakan) sangat besar dalam pengalokasian anggaran program tuberkulosis yang berasal dari pemerintah. Penel1tian ini bertujuan untuk melihat peta pembiayaan program tuberkulosis di Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2004 - 2006. Penelitian ini juga melihat komitmen pengambil kebijakan dan peran mereka dalam menetapkan anggaran. Jika dilihat dari elernen kegiatan menunjukkan sebagian besar dana dialokasikan untuk gaji personil program tuberku1osis yaitu Rp 35.653.478.-(37,5%) tahun 2004 menjadi Rp 52.926.516,-(36,72%) tahun 2006. Berdasarkan fungsi program diluar perhitungan gaji, program kuratifmendapat a1okasi terbesar antara Rp 46.181.665,­ (77,6%) pada 2004 sarnpai Rp 62.822.458,- (68,88%) tahun 2006. Sedangkan jika dilihat dari fungsi pelayananprogram personal care mendapat alokasi tertinggi masing-masing Rp 46.181.665,-(77,6%) tahun 2004, Rp 64.940,.610,- (68,7%) tahun 2005 dan Rp 62.822.458,- (68,9%) pada tahun 2006. Menurut estimasi kebutuhan anggaran KW-SPM, pembiayaan program tuberkulosis adalah Rp 445.544.336,- sementara a1oka'i angganm yang tersedia pada tahun 2006 adalah Rp 144.131.474,-. Terdapat gap yang sangat besar antara alokasi dan kebutuhan biaya program tuberkulosis yang normatif. Komitmen para pengambil kebijakan dalam pengalokasian dana untuk program tuberkulosis baru sebatas wacana namun masih lemah penempan dalam pengalokasian dana, Agar pengalokasian pembiayaan tuberkulosis sesuai dengan kebutuban, Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan perlu meningkatkan advokasi dengan pengrunbil kebijakan (policymakers).


At present, tuberculosis (TB) still becomes a major health problem in indonesia. From the financial aspect, little attention has been given for TB programs. There are huge variety in TB funding across region. Major funding for TB is dominated by donors (loan). The implementation of regional autonomy has provided district head an opportunity to plan, tinance and undertake health development in region. Role and commitment of policymakers are very significant in allocating budget from the Central Government for TB programs. This research is aimed at studying financial map of TB programs in South Solok Regency from 2004 to 2006. The research also wants to see commitment and role of policymakers in determining budget for funding TB programs. This is operational research. Data used are primary and secondary. Secondary data were analyzed by document analysis, while primary data were analyzed by content analysis. The result show that funding for TB programs in South Solok Regency comes from some sources, that are Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD), National Revenues and Expenditure Budget (APBN), and BLN. Total budget for funding TB programs tends to increase from IDR95,160,143 (2004) to IDR144,131,474 (2006).

Read More
T-2501
Depok : FKM-UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fitriani Manan; Pemb. Mardiati Nadjib; Penguji: Amila Megraini, Iwan Priyatna, Muchlis Rasjid
T-2695
Depok : FKM UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lies Kastika; Pemb. Mardiati Nadjib; Penguji: Harijatni Sri Oetami, Amila Megraini, Pantja Lihestiningsih
T-2702
Depok : FKM UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Amalia Zulfah Dani Hari Wijaya; Pembimbing: Wachyu Sulistiadi, Pujiyanto; Penguji: Kurnia Sari, Yuli Farianti, Niniek Harsini
Abstrak: ABSTRAK Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga kini dan Indonesia menempati posisi ke 2 negara dengan beban TB tertinggi di dunia sehingga salah satu program prioritas pemerintah adalah dengan melalui percepatan eliminasi Tuberkulosis. Pembiayaan TB di Kota Cilegon setiap tahunnya makin meningkat, akan tetapi angka prevalensi dan angka keberhasilan pengobatan tidak cukup baik. Salah satu strategi yang dilakukan adalah regulasi dan peningkatan pembiayaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran alokasi pembiayan kesehatan dengan pendekatan Health Account dan mengetahui kebutuhan pembiayaan dengan menggunakan perhitungan Standar Pelayanan Minimum. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif didukung dengan data/dokumen keuangan, dengan rancangan penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemda Cilegon memiliki kemampuan sumber pendanaan yang baik, karena sebagian besar dana program berasal dari APBD sehingga tidak ketergantungan dari dana Donor. Sebagian besar anggaran dipergunakan untuk ini kegiatan kuratif rawat jalan dan hanya sedikit sekali kegiatan yang berkaitan dengan surveilnce dan deteksi TB. Hasil perhitungan SPM tahun 2018 sebesar Rp. 593.627.617, Tahun 2019 sebesar Rp 721.746.271 dan tahun 2020 sebesar Rp 750.830.736. Berdasarkan hasil wawancara mendalam komitmen para pemangku kebijakan sudah cukup baik terbukti dengan adanya usaha untuk membantu mencari sumber dana lain seperti DPW Kel dan CSR, Akan tetapi belum memiliki RAD terkait penanggulangan TB. Selain itu hasil DHA juga belum dijadikan sebagai salah satu acuan dalam perencanaan anggaran kesehatan Pemerintah Kota Cilegon. Kata Kunci: Tuberculosis, SPM, Health Account, Pembiayaan Tuberculosis is still a health problem in the world today and Indonesia ranks second countries with the highest TB burden in the world. so one of the government's priority programs is through the acceleration of Tuberculosis elimination. TB funding in Cilegon city is increasing every year, but the prevalence rate and success rate of treatment is not good enough. One of the strategies implemented is regulation and improvement of financing. The purpose of this research is to get an overview of health care funding allocation with Health Account approach and to know financing requirement by using Minimum Service Standard. This research is a qualitative research supported by data / financial document, with case study research design. The results show that the Cilegon Local Government has a good source of funding capability, since most of the program funds come from APBD so it is not dependent on donor funds. The bulk of the budget is spent on this curative outpatient activity and very little activity related to surveillance and TB detection. The calculation of Minimum Service Standard in 2018 is Rp. 593,627,617, Year 2019 amounting to Rp 721,746,271 and year 2020 amounting to Rp 750,830,736. Based on the results of in-depth interviews the commitment of the stakeholders of the policy has been quite well proven with the existence of efforts to help find other funding sources such as DPW Kel and CSR. But not yet have RAD related TB control. In addition, DHA results have not been used as a reference in the planning of the health budget of the City Government of Cilegon. Key Word : Tuberculosis, Minimum Serviced Standard, Health Account, Pembiayaan
Read More
T-5283
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Kenedi Sembiring; Pembimbing: Prastuti Soewondo; Penguji: Mardiati Nadjib, Pujianto, Budiarti Setiyaningsih
T-3100
Depok : FKM-UI, 2009
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Tri Widiyawati; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Pujiyanto, Wahyu Sulistiadi, Willy Purnawarman, Wahyu Pito Supeni
T-2398
Depok : FKM UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rien Pramindari; Pembimbing: Pujiyanto, Kurnia Sari; Penguji: Lita Renata Sianipar, Setyo Hartono
Abstrak:

ABSTRAK
Latar Belakang. Bencana sebagai peristiwa yang mengancam dan mengganggukehidupan dan penghidupan masyarakat dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwamanusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Pembiayaan bencana mengakibatkan pengeluaran negara yang tidak sedikit dan diluarperkiraan. Besarnya kerusakan dan kerugian akibat dampak bencana di Indonesiasangat besar, sementara itu kemampuan pemerintah mengalokasikan dana cadanganpenanggulangan bencana setiap tahun hanya sekitar Rp 4 trilyun. Sistem pembiayaankesehatan di saat bencana menjadi salah satu faktor yang berperan mengurangidampak bencana, khususnya untuk membantu institusi pelayanan kesehatan dalammenyelenggarakan pelayanan yang baik dan efektif. Oleh karena itu masalahpembiayaan kesehatan menjadi sangat crusialMetode. Jenis penelitian ini adalah desain kuantitatif. Arah penelitian ini pembuatanmodel pembiayaan tanggap darurat di PPKK. Metode analisa yang digunakan adalahunivariat, bivariat dan multivariat melalui berbagai uji non parametrik danparametrik.Hasil. Adanya hubungan yang signifikan antara cakupan bencana, kegiatan tanggapdarurat, jumlah korban meninggal, jumlah korban luka, jumlah pengungsi dan lamafase tanggap darurat dengan pembiayaan tanggap darurat serta terbentuknya modelpembiayaan tanggap darurat dengan persamaan Pembiayaan tanggap darurat =e(14,296–0,870Cakupan bencana+0,533Jumlah korban meninggal+0,396Jumlah pengungsi+0,54Lama fase tanggapdarurat)


 

ABSTRACT
Background. Disasters as events that threaten and disrupt the lives and livelihoodscould result in human casualties, environmental damage, loss of property, andpsychological impact. State funding have led to disaster and not a little unexpected.The magnitude of the damage and losses caused by the disaster in Indonesia is verylarge, while the government's ability to allocate disaster relief reserve fund each yearis only about Rp 4 trillion. Health financing system in times of disaster to be one ofthe factors that contribute to reduction of disaster impacts, particularly to assisthealthcare institutions in carrying out good service and effective. Therefore the issueof health financing became very crusialMethod. This research is quantitative design. This direction of research fundingemergency response modeling in PPKK. The analytical methods used are univariate,bivariate and multivariate through a variety of non-parametric and parametric tests.Results. A significant relationship between the extent of the disaster, emergencyresponse activities, the number of fatalities, number of injuries, the number ofrefugees and the long phase of emergency response to the financing emergencyresponse as well as the establishment of emergency response funding model withEmergency response funding = e(14,296–0,870 Disaster coverage + 0,533 Death + 0,396 IDP’s + 0,54Emergencyphase)

Read More
T-3909
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Liniatuddiana; Pembimbing: Prastuti C. Soewondo; Penguji: Puput Oktamianti, Alamsyah, Leslie K. Waruwu
Abstrak: Penanganan masalah gizi sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Salah satu input untuk dapat mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM) program gizi adalah kecukupan pendanaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesenjangan kebutuhan pembiayaan yang membandingkan antara kebutuhan berdasarkan perhitungan biaya SPM dengan realisasi belanja program gizi di tahun 2016 dan 2017. Penelitian ini juga sekaligus mendapat gambaran proses perencanaan, penganggaran dan kesenjangan anggaran yang ada. Penelitian kualitatif ini menggunakan rancangan potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan adanya kenaikan realisasi anggaran program gizi yang cukup tinggi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, dari Rp 3.931.449.461 di tahun 2016 menjadi Rp. 9.146.251.165 di tahun 2017. Pemanfaatan realisasi anggaran tersebut paling banyak digunakan untuk kegiatan preventif berupa pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan balita kurus yaitu sebesar 66,55% pada tahun 2016 dan sebesar 59,35% di tahun 2017. Hasil penelitian ini mengungkap bahwa total realisasi belanja lebih besar daripada total kebutuhan biaya berdasarkan SPM. Besarnya kebutuhan biaya SPM program gizi tahun 2016 dari 4 jenis pelayanan dasar dalam SPM adalah sebesar Rp 1.779.095.450 pada tahun 2016 dan Rp. 2.347.821.493 tahun 2017. Terdapat kelebihan sebesar Rp. 2.152.354.011 pada tahun 2016 dan Rp. 6.798.429.672 pada tahun 2017. Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa dalam proses perencanaan sudah dilakukan analisa masalah, penetapan tujuan dan dilakukan identifikasi kegiatan. Proses penganggaran yang dilakukan sudah berbasis kinerja karena telah membuat anggaran berdasarkan skala prioritas dan telah menetapkan indikator kinerja.
Kata Kunci: Kesenjangan biaya, Program Gizi, Perencanaan & Penganggaran

Increasing nutrition and overcoming the issues surrounding it is essential in increasing the quality of human resources in Indonesia. One of the important input aspects to achieve minimum standard services (SPM) is sufficient budget allocation. This study aims to uncover the discrepancy between budget realization and budget estimations of minimum standard services (SPM) for the nutrition program in 2016 and 2017; as well as to understand the planning and budgeting process. This was a qualitative study with a cross sectional design, utilizing resources of financial data and program implementation. Results of the study revealed that budget realization of nutrition program at Bekasi Municipal Health Office in 2016 and 2017 were Rp 3,931,449,461 and Rp. 9,146,251,165 respectively. The majority of the budget was directed to preventive programs where in 2016 comprised of 66.55% and in 2017 was 59.35% of the total nutrition budget. Total spending realized was higher than the yearly total budget estimations based on minimum standard services (SPM). There was excess in budget in 2016 of Rp. 2,152,354,011 and Rp. 6,798,429,672 in 2017. In-depth interviews revealed the planning process already includes extensive problem analysis, objective determination and activities identification. The budgeting process is already based on work performance due to it priority scale budgets and established. Bekasi Municipal Health Office should continue to pursue its commitment in improving health budget planning and budget efficiency.
Key words: Budget Gap, Nutrition Program,Health Planning and Budgeting
Read More
T-5307
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Misman; Pemb. Pujiyanto; Penguji: Amila Megraini, Irawati Sukandar, Marlina Widyadewi
T-2495
Depok : FKM UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Samsul Bahri; Pemb. Mardiati Nadjib; Penguji: Ede Surya Darmawan, Prastuti C. Soewondo, Ferry Yanuar, Lukman Hakim
Abstrak:

Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia. diperkirakan ± 1,5 juta - 2.7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya. Di Indonesia Pada tahun 2002 dilaporkan ada 15 juta kasus klinis. Dilaporkan bahwa dibeberapa daerah malaria masih endemis terutama daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari goIongan ekonomi lemah. Dari 2 I kabupaten /kota di NAD,66 6% merupakan daerah endemis malaria. Kabupatcn Aceh Tenggara yang merupakan daerah pegunungan dengan jarak 900 km dari ibu kota provinsi selama empat tahun berturut-turut megalami kenaikan kasus malaria. Pada tahun 2003 teroatat 741 kasus, 2004 tercatat 531 kasus, 2005 tercatat 1.112 kasus dan 2006 tercatat l.787 kasus kejadian malaria. Perhatian dunia terhadap malaria cukup besar. Hal ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian antara Global Fund, pemerintah Jerman dan pemerintah Indonesia yang berbunyi menghapus hutang Indonesia sebesar 50juta euro (600 milyar) dengan syarat setengah dari dana tersebut digunakan untuk program pemberantasan penyakit menular termasuk malaria. Program pemberantasan penyakit malaria merupakan palayanan esensial yang harus disubsidi oleh pemerintah dalam upaya mencapai ?kesehatan untuk semua? (health for all) sesuai dengan kemampuan Negara Indonesia. Diharapkan Dinas Kesehatan Kaabaupaten dapat mempengaruhi para pengambil keputusan di daerah untuk mendapaatkan prioritas dana APBD Kabupaten guna membiayai program malaria. Penelitian ini ingin melihat anggaran program pemberantasan penyakit malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2005 s/d 2007 dimulai dari proses perencanaan penerimaan anggaran dari berbagai sumber peruntukan anggaran tersebut, siapa pegelolanya dan bagaimana dukungan pemangku kepentingan. Penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan pendekatan kualitatif dan kuantitalif yang bersifiat deskriftif. Hasil penelitian menemukan pembiayaan program pemberantasan penyakit malaria di Dinas Kesehatan Kabupeten Aceh Tenggara pada tahun 2005 sld 2007 menunjukan hanya terdapat dua sumber yaitu ABPD Kab dan BLN yang jumlahnya cenderung naik yaitu tahun 2005 Rp 314,480.000, tahun 2006 Rp 444.380.000 dan tahun 2007 Rp 2.806.450.000. Pembiayaan operasional hampir tidak ada perubahan dari tahun ketahun. Komponen biaya terbesar adalah pemberian kelambu sebesar Rp. 2.512.200.000. Biaya untuk kuratif sangat sedikit yaitu hanya Rp 86.970.000. selama tahun 2005 s/d 2007. Dari hasil wawancara mendalam dengan peieabat terkait diperoleh gambaran bahwa keinginan mereka untuk memberantas: penyaki.t malaria cukup tinggi hanya saja belum diikuti dengan jumlah anggaran. Penelitian ini menyarankan agar pengelola Program pemberantasan penyakit malaria Dinas Kesahatan Kabupaten Aceh Tenggara lebih aktif lagi mencari sumber pembiayaan lain, tidak hanya bertumpun pada sumber yang ada sekarang dengan cara membuat perencanaan yang tepat dan melakukan advocasi ke pemerintah daerah.


Malaria is a communicable disease that is still be one of health problem throughout tbe world. There are estimated ± I ,5 - 2,7 million people died every year because of malaria. It has been reported that there were 15 miliion cases in Indonesia in 2002. Malaria is still be an endemic disease in rural area and most of patients are the poor people. There are 21 districts in NAD and 66 6%malatia. Aceh Tenggara District is a mountainous area in the distance of 900 km from capital city. For 4 years malaria cases increased year to year. In 2003, it was recorded that there were 741 cases, 842 cases in 2004, !.!12 cases in 2005 and 1.787 cases in 2006. The international contribution toward malaria is great enough. The MOU bertween global fund, German and Indonesia has been signed, it stated they agreed to eliminate Indonesia debt at anount 50 million Euro (600 million) with a specific condition that half of that loan should be used to eliminate communicable disease including malaria. Malaria elimination program is an essential service subsidized by government to achieve "health for all" in accordance with government ability. It's expected that District Health Office (Dinas Kesehatan Kabupaten) could influence the district policy stake holder to get a priority budget from Annual district budget called ?APBD? for malaria program This study was aimed to describe the budget of malaria program in district health office in Aceh Tenggara in 2005 to 2007. This study enrolled the planning budgeting process, financing sources, agent, provider and beneficiary for malaria program. This study was on descriptive operational study with qualitative and quantitative approaches. The results of study showed that the sources of fund are District APBD and BLN. The funding tends to increase from Rp. 314.480.000 in 2005, Rp. 444.380.000 in 2006 to Rp. 2.806.450.000 in 2007. The major component of 1hat funding waspurchasing mosquito net and it cost 2.512.200.000. Curative funding component is only 86.970.000 from 2005 to 2007. The result of study recommended 1hat the District Hea1th Office ( Dinkes ) ofAceh Tenggara should proactively find others potential resources, not only depending on the available resourcesby making a better planning process and advocate district government.

Read More
T-2973
Depok : FKM UI, 2008
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive