Ditemukan 32648 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Angka kematian Ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu dapat dicegah bila ibu melakukan pemeliharaan dan pengawasan antenatai sedini mungkin sehingga komplikasi kehamilan dan resiko tinggi lainnya dapat terdeteksi secara dini. Upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit terbesar dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pemeriksaan dan pelayanan kehamilan yang baik yang disebut pelayanan antenatal yang bermutu.Pelayanan antenatal merupakan salah satu kegiatan pokok puskesmas dan merupakan aspek kinelja bidan. Kinenja bidan secara kuantitas diukur berdasarkan pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil sedangkan secara kualitas kinerja bidan diukur berdasarkan Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Berdasarkan teori Gibson, ada sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kinerja bidan dalam melakukan pelayanan antenatal di puskesmas Kota Bandar Lampung Tahun 2008. Penelitian ini bersifat non eksperimental dengan menggunakan cara pengumpulan data Cross Sectional., dilakukan pada bulan Mei 2008 pada 96 bidan yang merupakan total populasi bidan yang bertugas di Puskesmas Kota Bandar Lampung. Variabel dependen adalah kinerja bidan dalam melakukan pelayanan antenatal dan variabel independen adalah variabel individu yaitu umur, pendidikan, pelatihan, dan masa kerja dan Variabel organisasi yaitu beban kerja, insentif, supervisi dan peralatan. Hasil Penelitian menunjukkan 53,1% responden mernpunyai kinerja baik dan 46,9% mempunyai kinerja kurang baik. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pendidikan dengan kinerja bidan setelah dikontrol oleh variabel peralatan, umur, pelatihan, masa ke|ja,dan supervisi. Dan ada hubungan antara peralatan dengan kinelja bidan setelah dikontrol oleh variabel pendidikan, pelatihan, umur, Iama bekerja, dan supervisi, Variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja bidan adalah variabel pendidikan dimana bidan dengan pendidikan D3 mempunyai peiuang 16,5 kali untuk mempunyai kinerja baik dibandingkan bidan berpendidikan D1. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka kinerja bidan dalam melakukan pelayanan antenatal perlu ditingkatkan dengan cara menyelenggarakan program khusus D3 kebidanan bagi bidan puskesmas, penyediaan peralatan antenatal sesuai standar dan supervisi yang terencana, teratur dan berkesinambungan dari Dinas Kesehatan untuk meningkatkan kinerja bidan dalam melakukan pelayanan antenatal.
Mother's mortality and morbidity are the main problems in developing countries. Indonesia mother's mortality is quite high around 307 per live births. This problem can be prevented by routine antenatal care to detect any complication and high risk as early as possible. Standardized antenatal care is one of health services having good impact in reducing mother and children's mortality. It is health center basic program and can be used to measure midwife's perfonnance. Midwives performance quality can be measured by the number of mother's visit and Standardized Midwives? Service. According to Gibson, variables influencing individual behaviors and performances are individual, organization and psychology. The purposes of research is to know the determinant of midwives performance in providing antenatal care in public health centers in Bandar Lampung, Lampung Province in 2008. This non-experimental research used cross-sectional design in collecting data conducted on May 2008. The population is 96 midwives working in Bandar Lampung public health centers. The dependent variable is midwives performance in providing antenatal while the independent ones are age, education, training and working period. In addition, the organization variables are workload, incentive, supervision and equipment. The results showed that 53.1 % respondents had good performance while 46.9 % didn?t. Statistic test showed the correlation between education and midwife performance after controlled by equipment, age, and working period and supervision variables. Moreover, there was correlation between equipment and midwives performance after controlled by education, education, age, working period and supervision variables. The most dominant variable influencing midwives performance was the education in which three-year diploma midwives had 16.5 opportunities compared with those with one-year diploma. Based on the result above, the writer suggests that midwives? performance in providing antenatal care can be increased by giving diploma three for the midwives working in public health centers, providing equipment needed to give standardized antenatal care and well planned supervision by health ofiice.
Keberadaan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia yang sudah hampir setengah abad yang lalu sejak pertama kali di temukan kasusnya di Surabaya pada tahun 1968 belum dapat di berantas secara tuntas dari bumi Indonesia, bahkan jumlah kasus cenderung meningkat setiap tahunnya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membunuh / membasmi virus demam berdarah sehingga cara yang paling tepat dan efektif adalah dengan cara memotong mata rantai penularan dengan membasmi nyamuk Aedes-nya, dan cara yang paling tepat guna adalah dengan membasmi jentik / larva yang ada di tempat perkembangbiakannya yang sudah di kenal dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) dengan cara 3M. Dari kondisi tersebut dapat di ketahui bahwa peran serta masyarakat yaitu perilaku masyarakat terutama perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat termasuk kebersihan lingkungan pada umumnya mempunyai kontribusi yang cukup besar di dalam keberhasilan pemberantasan DBD. Penelitian ini ingin mengetahui perilaku masyarakat terutama faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan demam berdarah dengue (DBD) di Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan non eksperimen sedangkan pengumpulan data di lakukan secara Cross Sectional (potong lintang). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada pada 4 kelurahan yang paling endemis di Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung yaitu: (Kedaton, Perum Way Halim, Labuhan Ratu, dan Sepang Jaya), pengambilan sampel di lakukan pada 400 kepala keluarga dengan cara Systematic Random Sampling, sedangkan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian di ketahui bahwa sebanyak 57 % responden mempunyai perilaku baik dalam pencegahan DBD, dan sebanyak 43 % responden mempunyai perilaku kurang baik dalam pencegahan DBD. Hasil analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi Square di dapatkan kelima variabel independen (pendidikan, pengetahuan, sikap, ekonomi, dan keterpaparan informasi / penyuluhan) masing-masing menghasilkan p-value < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan formal, pengetahuan, sikap, ekonomi, dan keterpaparan informasi / penyuluhan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan DBD. Sedangkan pada analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda model prediksi di ketahui bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya / paling dominan terhadap perilaku masyarakat terhadap pencegahan DBD adalah variabel pengetahuan, di dapatkan Odd Ratio (OR) dari variabel pengetahuan adalah 7,667 artinya responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang PSN-DBD mempunyai peluang melakukan pencegahan DBD sebesar 7,667 kali lebih tinggi di banding yang mempunyai pengetahuan rendah / kurang setelah dikontrol variabel pendidikan, sikap, status ekonomi dan keterpaparan. Perilaku masyarakat di ketahui memiliki kontribusi yang cukup besar di dalam pemberantasan DBD, dari penelitian ini diketahui bahwa faktor pengetahuan responden tentang pencegahan dan pemberantasan DBD merupakan faktor yang paling dominan untuk terjadinya perilaku pencegahan dan pemberantasan DBD. Perlu di pikirkan bentuk sosialisasi yang lebih efektif agar pengetahuan tentang pencegahan dan pemberantasan DBD dapat di miliki secara merata pada seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian masyarakat akan lebih mudah di dalam melakukan pencegahan DBD / perilaku pencegahan ke arah yang lebih baik.
In Indonesia, Dengue Fever (DF) has been acknowledged in almost half a century as its first case was found at Surabaya in 1968. Since then, the disease cannot be completely eradicated and the cases are more likely to increase from year to year. Until now, there is no cure that be able to kill or destroy the dengue virus. Therefore, the effective way on dealing with the disease is to detach the chain of transmission by eradicating the Aedes mosquitoes. And the most proper way to eliminate the mosquitoes is by terminating its larva at its breedingplaces, which is known by a program called Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) with 3M or the Dengue's Mosquito Breedingplace Eradications Program (DM-BEP). To meet the condition, community participation has played an important role, especially the community behavior on healthy and clean life in keeping a healthy environment. This, in general, will contribute to a successful program of Dengue eradication. The study has an aim on describing the community behavior for factors that related to the dengue prevention behavior at Kedaton Sub-district of Kota Bandar Lampung. The study is a quantitative research with a non-experiment design, and data is gathered by a cross-sectional approach. The population is all household at 4 most endemic villages (kelurahan) at Kedaton Sub-district, namely: Kedaton, Perum Way Halim, Labuhan Ratu, and Sepang Jaya. Method of sampling is using a systematic random sampling, and 400 household has drawn. Data is collected by using questionnaire. The result of the study found that there are 57% of respondents have a good behavior in term of dengue fever prevention. From bivariate analysis, with Chi Square Test, showed that five variables, namely: formal education level, knowledge, attitude, level of economic, and IEC exposures, have a p-value less than 0.05. This indicates that those variables have a significant relationship with the community behavior on the prevention of the disease. While its multivariate analysis, with a double logistic regression, found that the most dominant variable at the prediction model for community behavior on the dengue prevention is knowledge, with an OR in 7.667. This means that respondents who have a good knowledge on DM-BEP will have a probability 7.667 times to do the dengue prevention, compare to those who have low or less knowledge on DM-BEP. The value of OR is resulted after the variable is controlled with variables of education, attitude, economic status, and exposures. To conclude, community behaviors have a great contribution on the effort of eradicating the DF, and the study found that factor of respondent?s knowledge on DMBEP is the most dominant factors on creating the behavior on preventing and eradicating the DF. It is suggested that there is a need on constructing an effective form of socialization in order to raise the awareness and increase the community knowledge on DM-BEP in all level, in such that the community will easily applying the way to prevent the disease, as well as having a better prevention behavior.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Metro tahun 2006, menunjukkab jumlah bidan di Kota Metro sebanyak 71 orang, meliputi 14 orang (19,7%) bidan bekerja di Rumah Sakit Pemerintah, dan 57 orang (80,3%) bidan bekerja di Puskesmas, dengan cakupan ibu bersalin sebanyak 2.788 ibu dan 96,1% diantaranya ditolong oleh tenaga profesional kesehatan, dimana 75,0% diantaranya ditolong oleh bidan. Kasus kematian ibu melahirkan di Kota Metro pada tahun 2005 dan 2006 terdapat kecendrungan peningkatan, dari 5 kasus kematian tahun 2005, dan 3 diantaranya meninggal karena perdarahan, sedangkan tahun 2006 dari 8 kasus kematian ibu, 6 kasus diantaranya meninggal akibat perdarahan. Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Metro dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Metro dengan memasyarakatkan standar pertolongan persalinan menurut Depkes RI Tahun 2002, dimana setiap bidan yang melakukan pertolongan persalinan wajib penerapan manajeman aktif kala III. Meskipun upaya tersebut telah dilakukan namun belum optimal, sehingga kasus kasus perdarahan pasca persalinan penyebab kematian ibu melahirkan masih relatif tinggi (Profil Kesehatan Kota Metro, 2007). Tujuan penelitian mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen aktif kala III dan faktor dominan berhubungan dengan manajemen aktif kala III di Kota Metro. Disain penelitian ini adalah Cross Sectional. Penelitian dilaksanakan di Kota Metro bulan Mei ? Juni 2008. Populasi adalah bidan yang bekerja pada instansi pemerintah di Kota Metro berjumlah 71 orang dan tidak dilakukan pengambilan sampel karena seluruh populasi dijadikan subyek penelitian. Manajemen aktif kala III diukur dari tujuh tindakan yang merupakan penjabaran tiga komponen utama manajemen aktif kala III, kinerja sesuai dengan standar bila ke tujuh tindakan dilakukan, dan kinerja tidak sesuai standar bila melakukan ≤ 6 tindakan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi manajemen aktif kala III yang sesuai standar di Kota Metro tahun 2008 sebesar 46,5%, dari tujuh variabel yang diteliti, hanya tiga variabel yaitu tingkat pendidikan, sikap dan pelatihan berhubungan dengan manajemen aktif kala III. Faktor dominan berhubungan dengan kinerja bidan dalam manajemen aktif kala III adalah pelatihan, bidan yang pernah mengikuti pelatihan mempunyai peluang 10 kali memiliki kinerja manajemen aktif kala III sesuai standar dibanding dengan bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan setelah dikontrol oleh sikap dan tingkat pendidikan. Bidan perlu selalu menerapkan manajemen aktif kala III sesuai standar setiap kali menolong persalinan dan diberi penghargaan bagi bidan yang telah melaksanakan manajemen aktif kala III sesuai standar serta diberi sanksi bila tidak melaksanakan manajemen aktif kala. Perlu dilakukan uji kompetensi setiap bidan membuat surat ijin praktek (SIP), perlu dilakukan pelatihan bagi bidan yang belum mengikuti pelatihan.
Kepesertaan JPKM masih rendah atau hanya 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia (SUSENAS 2004 dalam Depkes RI 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor dari dalam dan faktor-faktor dari luar keluarga terhadap kepesertaan masyarakat dalam JPKM sukarela di Kota Metro Tahun 2008. Populasi penelitian ini adalah seluruh Kepala KeIuarga (KK) di Kota Metro Lampung. Penelitian ini merupakan survei (non experiment) dirnana data ini dikumpuIkan seeara cross sectional. Jumlah sampel 131 IC.K yang diambil secara klaster yaitu di tiap kecamatan diambil satu kelurahan tiap kelurahan secara random ditentukan sampel menurut jumlah proporsi KK yang ada (sconpel random sampling). Penelitian ini kemudian menemukan bahwa ada hubungan antara faktor-faktor dari dalam keluarga (Umur KK, Jenis kelamin KK, Pendidikan KK, Pengetahuan KK, Pekerjaan KK, Penghasilan KK, Juralah anggota keluarga dan Arti sakit bagi keluarga) dan faktor-faktor dari luar keluarga (Promosi JPKM, Dukungan Pernerintah, Keberadaan asuransi lain/Askin, Pola Perilaku Masyarakat dalarn Menghadapi Sakit, Lokasi pelayanan Kesehatan dengan JPKM) terhadap kepesertaan dalam JPKM. Dan i penelitian ini ditemukan hanya 14,5% yang menjadi peserta JPKM. Ini diperkuat dengan fakta pertanyaan terbuka yang menyatakan rnasyarakat mempersepsikan bahwa JPKM adalah jaminan pemeliharan kesehatan untuk orang miskin. Analisis variabel dalam penelitian ini menernukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan KK (faktor dari dalam keluarga) serta variabel dukungan pemerintah dan pola perilaku masyarakat dalam menghadapi sakit (faktor dari luar keluarga) dengan kepesertaan JPKM. Dan Analisis selanjutnya (multivariat) ditemukan bahwa faktor pengetahuan KK berpengaruh terhadap kepesertaan .TPKM sukarela (p-,043) Odd Ratio (OR) 3,42 yang berarti mereka (KK) yang rnengetahui JPKM sukareta mempunyai pe1uang 3-4 kali menjadi peserta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengetahuan sangat mempengamhi kepesertaan JPKM sukarela melalui pembentukan persepsi yang benar tentang .JPKM Sebagai saran maka JPKM sukarela ini yang sebenamya merupakan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan sebagai mana yang dicita-citakan dalam pembangunan kesehatan perlu didorong melalui extensifikasi sosialisasi JPKM sukarela yaitu melalui berbagai peluang, jalur dan cam yang memungkinkan. Ini sesuai dengan amanat UU no 23 Th 1992 tentang kesehatan pasal 66 ayat 1: Pemerintah mengembangkan, membina dart mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (.111134) sebagai cam yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan perneliharaan kesehatan, yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya , berazaskan usaha bersama dan kekeluargaan.
The study has a purpose on explore the internal and external factors on the family for the voluntarily membership of the RICA at Kota Metro, Lampung at the year of 2008. The study is a survey (non-experiment) and data is gathered by a cross sectional design. The population of the study is the Head of the Household (NH) of Kota Metro, Lampung. The sample size is 131 of HH that withdrawn by a cluster sampling method, i.e. in every sub-district there will be one neighborhood is chosen, and from every neighborhood, a random sampling method is used to get the sample proportionately with the number oh the HH in the neighborhood. The study found that there is a relationship between the family internal and the external factors with the membership for JPKM. The internal factors are consists of the age, sex, education, knowledge, occupation, and the income of the HA member of the family, and the mean of the illness for the family. While the external factors are the .113KIvl campaign, government support, availability of Poor Family Insurance or other insurance, community behavior pattern to deal with the illness, the location of health services with WKM. The study reveal that there is only 14.5% is a member of JPKM, because mostly perception on the community say that JPKM is a health security for the poor. Analysis found that there is a significant relationship between variables of HH's knowledge (family's internal factor), government support variable and community behavior pattern in dealing with the illness (family's external factor), and the membership of JPKM Further analysis (multivariate) found that the factor of HI-I's knowledge have the influence to the involuntary membership on JPICIVI (p value: 0.043) has the OR on 3.42, and it means that I-11-1 with a good knowledge have opportunity to become a JPKM membership 34 times in compare with HH with low knowledge. To conclude, knowledge has a great extent in influencing the voluntary membership for JPIKM through a proper understanding of perception on JPKM It is suggested, as it hopes in the health development goals, that voluntary JPKM membership, as a form of community participation on health area, should be supported by a broadening socialization of the JPKM voluntary membership through any opportunity, channel and possibilities way. This also consistent with the statement of the U1.1 NO. 23, 1992 in relation to health, at the Chapter 66 verse 1 "The government should support and encourage the JPKM as a foundation of any application for health care that financed by a pre-finance scheme, base on a kinship mutually affair".
Hasil pembangunan kesehatan adalah meningkatuya umur harapan hidup, sehingga terjadi peningkatan jumlah lansia di Indonesia dengan berbegai masalah kesehatannya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukanlah suatu upaya dalam bentuk kegiatan posyandu lansia yang bertujuan agar pra lansia (45-59 tahun) dan lansia kegiatan sosial secara rutin. Angka pemanfaatan Posyandu Lansia di Wliayah Kerja Puskesmas Naras Kola Pariaman masih sangat rendah yaitu 13,23% pada talmn 2007, angka ini masih jauh dari SPM yaitu 40"/o. Penelitian ini bertujuan unlnk mendapatkan informasi yang mendalam tentang posyandu lansia karena ketidalctahuan terhadap kegiatan posyandu lansia dan adanya pengaruh keluarga yang sangat kuat dalam memanfaatkan pengobatan tradisional. Mengatasi masalah tersebut maka perlu adanya penyuluhan tentang posyandu lansia secara intensif dengan langkah-langkah sebagai berikut: advokasi kepeda Dinas Kesehatan Kota Pariaman untuk mendapatkan dukuagan dana sosialisasi posyandu untuk perbaikan alat kesehatan dan pengadaan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia, meningkatkan sosialisasi posyandu lansia melalui pelatihan petugas pembina wilayah dan kader, penyuluhan melalui media lokal serta meningkatkan komitmen Puskesmas Naras dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia dengan menamhah petugas kesebatan posyandu lansia di daerah pegunungan, melakukan perneriksaao laberatorium saderhana dan mendatangkan petugas PKM dalam sadap kegiatan posyandu lansia serta melakukan senam lansia secara rutin.
As the consequence of the result of health development is the increase of life expectacy age that leads to the increase in the number of the elderly people in Indonesia including its health problem. In order to overcome the problem, an effort is conducted in the form of activities of the integrated health posts (posyandu) for the elderly that aims to make the pre elderly people (aged 45-59) aod elderly people (aged'?:60) become healthy and self reliant by conducting their health examination and social activities regularly. The number of utilization of the integrated health posts for the elderly in the working area of Naras Health Center of Pariaman City was still low (13.23%) in 2007. The number was lower than Minimal Service Staodard (SPM), that was 40%. The study aimed to obtain the information of the utilization of the integrated health posts for the elderly and factors supported and delayed in utilizing the integrated health posts for the elderly in the working area of Naras Health Center of Pariaman City. To overcome the problems mentioned above, it is needed a elucidation (communication, information, and education) about the integrated health posts fur the elderly intensively with following steps: advocacy towards the Health Office of Pariaman City to get the financial support of socialization of the integrated health posts to repair the medical appliances and to procure the health monitoring card (KMS) for the elderly, to maintain the socialization of the integrated health posts for the elderly through training for regional assistance staffs and health volunteers, to run the elucidation through local media and to maintain the commitment of Naras Health Center in providing the service in the integrated health posts for elderly by adding health staffs at mountain area, to conduct the simple laboratorium test, and to make the health center staffs attended in every activity conducted in the integrated health posts, as well as to conduct the exercise for elderly regularly.
