Ditemukan 31152 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Berdasarkan SDKI I997, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 35 perl000 kelahiran hidup. Begitu juga dengan tingginya angka kesakitan, akses terhadap pelayanan kcsehatan masih rendah,serta perlunya kesiapsiagaan dalam mengatasi keadaan benoana. Untuk mengatasi keadaan tersebut pemerintah mencanangkan program Desa Siaga. Bidan di clesa bertugas sebagai tcnaga kesehatan dan motor penggerak Desa Siaga. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang kinerja bidan di desa dalam mcngelola program Desa Siaga di Kabupatcn Ogan Ilir dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja serta faktor yang pallng dominan. Kinexja baik bila hasil penilaian kegiatan penencanaan, penggerakan dan pelaksaanan serta penilaian program Analisis data melipuli analisi univariat, analisis bivarial dengan uji Chi square Umuk melihat hubungan amara variabel bebas dengan variabel terikat dan analisismultivariat dengan uji regresi logistikuntuk melihat faktor paling dominan yang mempengaruhi kincxja bidan di desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kelompok bidan kincxja baik hampir sama dengan bidan yang memiliki kinerja kurang. Hasil analisi bivariat menunjukkan bahwa variabel umur, pengetahuan, supervisi dan dukungan masyarakat mempunyai hubungan yang bermakna dengan kinerja bidan di desa dan yang tidak mempunyai hubungan bemwkna adalah domisili, pendidikan, status kawin, larna kerja, motivasi, sikap, imbalan, sarana dan prasarana serta dukungan atasan.Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinemja bidan di desa adalah variabel dukungan masyarakat. Disarankan agar Dinas Kesehatan mengadakan evaluasi manfaal pelatihan,supen/isi dan penemuan lintas sektor. Bagi Puskesmas agar bidan yang telah mengikuti pelatihan dapat menyampaikan ilmunya kepada bidan yang lain, mcngadakan supervisi yang rutin dan bcrmanfaat scrta Icbih meningkatkan peran bidan koordinator di Puskesmas. Desa Siaga telah dilakukan 2 16, kinerja kurangjika kegialan yang telah dilalcsanakan < 16. Penclitian ini dilakukan di Kahupaten Ogan Ilir dengan menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Sampel penelitian adalah seluruh bidan di desa yang telah mendapat pelatihan bidan Poskesdes yang berjumlah 12| orang.
Based on SDKI l997, maternal mortality rate in Indonesia is still high, 334 death per 100.000 of living birth and infant mortality rate is 25 death per 1000 of living birth. So is also illness rate is still high, access to health services is still low. Therefore, it is necessary to have preparedness to overcome the possible disaster. To overcome such this condition the government launched the rural preparedness program. Midwives have a special task as the health care provider in the village. The objective of this research is to obtain description about midwives performance in the management of rural preparedness program at Ogan llir Regency and the related factors with the performance and other dominant factors. It is called good performance when evaluation of planning, encouragement, implementation and rural preparedness program is 2 16, and < I6 is for poor performance. This research is done at Ogan llir Regency using cross sectional research design. Research samples are all 121 midwives in the village who had ever got midwives training. Data analysis used in this research is univariate, bivariare and Chi square test to find out correlation between independent variable and dependent variable and multivariate analysis with logistic regression test is to know dominant factors that inliuenced midwives performance in the village. This research shows that proportion of midwives with good perfomiance is almost equal to poor performance. Bivariate analysis shows that age, knowledge, supervision and public support variables have significant relation with midwives performance in the village and have no significant relation with domicile, education, marital status, work length, motivation, attitude, reward, means and infrastructure and support from senior officials. It is recommended to Regional Health Department in order to evaluate the benefits of research, supervision, and cross-sector meeting. To Puskesmas (Public Health Service), midwives who had ever got training could transfer their knowledge and skills to other midwives, to supervise routinely and to increase the role of coordinating midwives at Puskesmas.
Di Kabupaten Tangerang cakupan kunjungan pertama antenatal (K1) pada tahun 2012 sebesar 103%, dan cakupan kunjungan keempat antenatal (K4) sebesar 82% pada tahun 2012. Terdapat selisih pada hasil cakupan K1 dan K4 karena terjadi kesenjangan potensial atas kualitas layanan antenatal sehingga perlu diperbaiki.
Kasus komplikasi yang tertangani 6906 kasus (59%), hanya 1268 kasus (18,3%) yang ditangani di puskesmas PONED. Hasil tersebut diatas belum sesuai dengan target dari Kementerian Kesehatan yaitu 67% komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas dapat ditangani pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas pelayanan antenatal dengan pemanfaatan Puskesmas Curug dan Puskesmas Mauk sebagai Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar di Kabupaten Tangerang Tahun 2013, dengan desain penelitian cross sectional.
Diperoleh hasil variabel yang berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas PONED adalah pendidikan ibu (OR=3,7; 95% CI: 1,552-8.636) dan waktu tempuh ke puskesmas (OR=0,2; 95% CI: 0,039-0,841) sedangkan kualitas pelayanan antenatal tidak berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas PONED (OR=1,233; 95% CI: 0,608-2,502; p value: 0,560). Sehingga perlu meningkatkan pengetahuan dan informasi kepada ibu hamil agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam membuat pilihan pelayanan mana yang diinginkan dan akan diambil terutama dalam menghadapi masalah kegawat daruratan obstetri.
At Tangerang District coverage first antenatal visit (K1) in 2012 amounted to 103%, and coverage of four antenatal visits (K4) by 82% in 2012. There is a difference in the results of K1 and K4 scope due to the potential gap on the quality of antenatal services so that needs to be fixed.
Cases handled 6906 cases of complications (59%), only 1268 cases (18.3%) were treated in the clinic PONED. Results above are in accordance with the targets of the Ministry of Health that 67% of complications of pregnancy, childbirth and postpartum can be handled in 2012. This study aims to determine the relationship between the quality of antenatal care with the use of Curug health centers and Mauk health centers as able health centers Basic Emergency Obstetric Neonatal Care at Tangerang District in 2013, with a cross-sectional study design.
Obtained variable results related to the utilization of maternal health clinic PONED is education (OR = 3.7, 95% CI: 1.552-8636) and the travel time to the clinic (OR = 0.2, 95% CI: 0.039-0.841), while the quality of service antenatal not related to the utilization of clinic PONED (OR = 1.233, 95% CI: 0.608- 2.502, p value: 0.560). So the need to increase knowledge and information to pregnant women in order to improve its ability to make a choice where the desired service and will be taken, especially in dealing with obstetric emergencies problem.
Tolok ukur pelayanan kesehatan ibu dan anak di suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Semakin kecil AKI dan AKB maka menunjukan semakin baik pelayanan kesehatan ibu dan anak. AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 Kelahiran Hidup (KID), dan AKB 35 per 1000 KH. Lebih dari 90% penyebab kematian ibu dan bayi karena komplikasi obstetri dimana komplikasi ini tidak bisa diduga sebelumnya, Untuk itu perlu adanya sarana rujukan untuk menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Pukesmas sebagai tempat rujukan terdekat dari desa dan sebagai pembina bidan di desa, diharapkan mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Penelitian ini dilakukan di kabupaten Indramayu, dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan fokus group diskusi yang melibatkan kepala puskesmas, tenaga pelaksana PONED, bidan di desa wilayah kerja puskesmas yang diteliti, tenaga kesehatan dari puskesmas tetangga, tokoh masyarakat yang berada diwilayah kerja puskesmas yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran sistem manajemen masukan yang meliputi sumber daya manusia, dana, sarana dan kebijakan. Selain itu, untuk memperoleh gambaran sistem manajemen proses yang meliputi sosialisasi PONED, supervisi suportif, AMP sosial untuk kinerja cakupan komplikasi maternal dan neonatal ditangani, jugs AMP Medis dan kerjasama dengan DSOG dan DSA untuk kinerja cakupan komplikasi maternal dan neonatal ditangani selamat dan dirujuk. Hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan bentuk matriks, teknis analisisinya berupa analisis isi yaitu menganalisa sesuai dengan topik bahasan. Hasil penelitian mengenai gambaran input menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan yaitu jumlah bidan desa dan tenaga yang bertugas di PONED sudah cukup. Untuk kriteria maupun pendidikan dari tenaga kesehatan masih belum memenuhi syarat. Untuk pengetahuan tenaga kesehatan maupun camat masih kurang, begitu juga motivasi bidan desa maupun tenaga yang bertugas di PONED kurang, yaitu kepala Puskesmas Widasari belum ada kiat-kiat untuk meningkatkan motivasi, sedangkan di Puskesmas Sindang sudah ada.Tipe gaya kepemimpinan kepala Puskesmas Widasari adalah gaya misionari sedangkan gaya kepemimpinan kepala Puskesmas Sindang merupakan gaya kepemimpinan kompromis, dimana kedua tipe gaya kepemimpinan tersebut keduanya termasuk gaya kepemimpinan yang kurang efektif Dana dan sarana untuk rujukan dari Puskesmas Sindang tidak ada masalah, sedangkan untuk Puskesmas Widasari sarana rujukan masih menjadi masalah karena sopir tidak selalu slap, dan kelembagaan ambulans desa juga tidak berjalan lancar. Dana khusus untuk operasional PONED di kedua Puskesmas tidak ada, sedangkan sarana di kedua PONED sudah cukup memadai. Kebijakan pelayanan terhadap orang miskin dikedua Puskesmas walaupun tidak berjalan dijalankan secara optimal. Kebijakan penguatan sistem rujukan di Puskesmas Sindang sudah lebih baik dan Puskesmas Widasari walaupun tidak berjalan lancar, sedangkan untuk pelaksanan PONED dikedua Puskesmas belum dijalankan sebagaimana mestinya. Mengenai gambaran proses hasil penelitian ini menunjukkan, sosialisasi PONED dikedua Puskesmas belum dilaksanakan secara baik, begitu juga dengan supervisi suportif yang harus dilaksanakan oleh bidan koordinator belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. AMP sosial, baik dari kecamatan maupun puskesmas belum ada komitmen dan kesadaran untuk melakukan AMP sosial. AMP medis ditingkat puskesmas di kedua Puskesmas tidak pernah dilaksanakan, hanya otopsi verbal masih sebatas untuk laporan, dan tidak ada kesadaran untuk membahas otopsi verbal. Kerjasama dengan DSOG dan DSA belum pernah dilaksanakan karena tidak tabu bagaimana caranya. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada dinas kesehatan untuk memprioritaskan pendidikan maupun pelatihan seperti APN, PPGDON, MTBM untuk bidan desa dan uelaksana PONED, pelatihan manajemen dan kepemimpinan untuk kepala puskesmas khususnya kepala Puskesmas PONED. Perlu pemberian pelatihan ESQ bagi semua jajaran kesehatan sehingga dapat meningkatkan empati dan kepeduliannya dalam pelayanan kesehatan terutama terhadap orang miskin dan juga untuk meningkatkan kembali nilai-nilai luhur, inti ajaran manajemen, inti kepemimpinan dan etika sehingga mampu bekerja dengan baik. Disarankan juga agar partograf dan MTBM dijadikan sebagai salah satu kriteria akreditasi bidan. Perlu juga adanya kesepakatan dengan rumah sakit untuk pembinaan PONED oleh DSOG dan DSA, dan pemberikan dam operasional khusus untuk PONED untuk menghindari tarif yang terlalu tinggi.
The success on the maternal and child health services of a country can be seen at its Maternal Mortality Ratio (MMR) and Infants Mortality Rate (IMR). The less MMR and IMR they have, the better they have services on maternal and child health. The level on MMR and IMR in Indonesia is still high, namely 307/100,000 live birth for MMR and 35/1,000 live birth for IMR. It has known that 90% of the cause of the death on maternal and the infant was undetected obstetric complication. Therefore, a referral facility is needed in response to any obstetric and neonatal emergency case. Puskesmas, as the nearest referral facility in the village and tutor for midwives village, is expected to be capable on dealing with Basic Emergency Obstetric and Neonatal Services (BEONS/PONED). The study is carried out at the district of Indramayu. The research method used with qualitative approach through in-depth interview and focused group discussion (FGD) towards the head of Puskesmas, personnel who Implement the PONED, village midwives of the working area of Puskemas Widasari and Sindang, health providers from neighborhood's puskesmas, and community leaders at the working area of Puskesmas Widasari and Sindang. The purpose of the study is to find out the description of the input and process management system of the PONED. The input management system is consisting of the human resources, budgeting, facility, and policy. And the process management system will look at its PONED socialization, supportive supervision, the social audit maternal and perinatal (AMP) of the performance on the coverage of maternal and neonatal complication that has managed the medical AMP and the collaboration with obgyn and pediatrician for the performance on the coverage of maternal and neonatal complication that has managed, rescued and referred. The result of the study is analyzed by using matrices, and the technique analysis is using content analysis which analyzes on each topics of subject study. The result study on input management system found that the number of health personnel, i.e. number of village midwives and PONED personnel is adequate. But for the criterion for health personnel's education is still have not reach the standard. The level of knowledge for health personnel and the head of sub-district are still low. The reason for work or motivation to work as village midwives and PONED personnel are minor. From two puskesmas studied, the head of Widasari Puskesmas is still have no attempt on elevating the motivation on his staffs, but the head of Sindang Puskesmas is having it. The leadership style of Widasari is missionary style, while Sindang is a compromise leadership style. Both of those leadership styles above are known as less effective leadership style. For Sindang Puskesmas, there are no difficulties found on budgeting and facility for referral, but for Widasari Puskesmas, a problem found in regard to facility for referral, as the ambulance driver is not always ready to work and the ambulance institution body is also found unmanageable. There is no special budget for PONED operational duty in both puskesmas, but both of them has reached the adequacy for PONED facilities. Policy on services for poor people in both puskesmas is still not run in optimal way. Although it's not run so well, the policy on referral system enhancement on Sindang is better than Widasari. However, the implementation on PONE') in both puskesmas is far from the expectation. For process management system, the study found that the socialization on PONED in both puskesmas is still not well implemented. Supportive supervision by coordinator midwife is also not employed as it should be. Of social AMP, there is no commitment or awareness on doing social AMP in both from sub-district office or puskesmas. Medical APM in both puskesmas is also never carried out Verbal autopsy is only the activity that implemented in both of puskesmas, and it's solely for the reporting and has no awareness to discuss the verbal autopsy findings. The collaboration between obgyn and pediatrician is never carried out because they do not know how to do collaboration. Suggestion addressed to the head of health authority office that he has to prioritize the education or trainings on medical techniques for village midwives and PONED personnel. A management and leadership training for the head of puskesmas, especially for PONED Puskesmas. There is a need on ESQ training for all health personnel in order to raise the empathy and awareness on addressing health services to poor people, and also to increase the noble values, management principals, leadership principals and ethic cores for having a better work environment. Partograph fulfillment and MTBM is a criterion for midwives accreditation. Establish an agreement with hospital for obgyn and pediatrician guidance and training for PONED personnel. Lastly, to have a special budget for PONED operational in order to avoid a very high expenses for having PONED.
Salah satu upaya menunmkan angka kesakitan dan kematian ibu adalah melalui pemberian pelayanan yang berkualilas. Pelayanan yang berkualitm dapai di wujudkan dengan adanya tenaga kesehatan yang kompeten, termasuk bidan di desa. Desain Penelitian dengan cross sectional untuk mengelahui kompetensi dan kinexja bidan di desa dalam melaksanakan pelayanan asuhan parsalinan nommal di Kabupaten Bengkayang lahun 2008. Populasi adalah bidan di desa yang bertugas di polindes. Sampel pmelitian ini adalah semua bidan di desa yang bexjumlah 53 orang yang sudah meudapatkan pelatihan asuhan persalinan normal (APN). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (83,2%) bidan di desa kurang kompeten mc-laksanakan suhan persalinan normal (APN). Kompetensi merupakan faktor yang bermalcna terhadap kinexja bidan di desa dalam melaksanakan asuhan persalinan nomml berdmarkan indikator cakupan persalinan dengan Oddss Ratio 31 (95% CI: 3,4 - 28l,9) dan berdasarkan persentase kasus yang di mjuk pada alpha 5% terdapat perbedaan yang signiiikan antara rata-rata persentase kasus komplikasi persalinan yang di rujuk oleh bidan di desa dengan kompetensi. Bidan yang kurang kompelen merujuk rata-rata 13 % kasus komplikwi persalinan, sedangkan bidan yang kompeten merujuk rata-rata 4 % kmus komplikasi persalinam Vayiabel lain yang bennakna dengan lcineaja adalah pengalaman kelja bidan di desa dengan Oddss Ratio 6,7 (95% CI: 1,3 - 3317). Variabel pendidikan, umur, peralatan dan bahan menunjukkan hubungan yang tidak bemiakna. Oleh karena itu kompelensi bidan di dwa perlu ditingkatlcan bukan hanya dengan pelatihan saja tetapi perlu ditindak lanjuti dengan supervisi yang teerprogram dan uji sertifikasi kompefersi oleh suatu badan yang terakreditasi.
One of effort for decrease of morbidity and maternal mortality be giving a quality health care.That is necessary human resources of health which having competency, included midwife in the village This research to be done with cross- sectional design for knowing competency of midwife in the village on going nomially birth attendant care at Bengkayang District 2008. Population research are midwives in tlievillage which on duty at the village centre attendant Samples research are all of the midwives intthe village, there are 53 persons which got training normally birth attendant care. The result showed most of midwifes (83,2%) have not enough competent on going normally birth attendant care. Competency is afsigniticant factor to midwife performent on going normally birth attendant indicated birth attendant target with Odds Ratio '31 (95% CI:3,4 - 28I,9) and presentation of cases refered on alpha 5 %, there is a differentiation signilicantly between mean procentace cased refered with competency. The village's midwives which not enough competent refered mean 13% cases birth attendant complication, the midwives in the village which competent refered 4 % cases birth attendant complication. Significant variable with perrofmmtee is experienee job, odds nano 6,1 (95% cr; 1,3 _ sag). Another variables are educatiorg age and equipment showed not significant. That is why competency of the midwivx in the village necessary to be increased not only with training but also a programmly supervising and competency sertilication test from accreditation organization.
