Ditemukan 29704 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat hingga saat ini di Kota Bandar Lampung dengan jumlah penderita yang terus meningkat. Pada tahun 2001 Incidence rate sebesar 13,56 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 109,8/100.000 penduduk pada tahun 2006 dan akhir Februari 2007 Kota Bandar Lampung dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam berdarah dengue lokal. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kebiasaan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pencegahan gigitan nyamuk dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Bandar Lampung, menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 406 individu terdiri dari 203 kasus dan 203 kontrol. Kasus adalah individu yang menderita DBD yang pernah dirawat di rumah sakit dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dari tanggal 1 Maret 2007 sampai 15 Mei 2007, sedangkan kontrol dipilih dari tetangga kasus yang bertempat tinggal dalam radius 100 meter dari tempat tinggal kasus. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2007. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi rumah kasus dan dan kontrol kemudian diwawancarai dan observasi lingkungan rumah. Hasil penelitian diketahui ada hubungan kebiasaan melakukan PSN dengan kejadian demam berdarah dengue, individu yang tidak melakukan PSN berisiko 5,85 (95% CI : 2,86 - 11,99) kali terkena DBD, sedangkan individu yang melakukan 1 jenis PSN (menguras atau menutup atau mengubur) berisiko 2,22 (95% CI : 1,32-3,72) kali untuk terkena DBD dibandingkan dengan individu yang melakukan PSN setelah dikontrol dengan variabel riwayat tetangga yang pemah sakit DBD, keberadaan benda yang dapat penampung air di sekitar rumah dan kebiasaan melakukan pencegahan gigitan nyamuk. Ada hubungan antara kebiasaan melakukan pencegahan gigitan nyamuk dengan kejadian DBD, Individu yang tidak pernah melakukan pencegahan gigitan nyamuk berisiko 7,82 (95% CI : 4,12-14,86) kali untuk terkena DBD, sedangkan individu yang melakukan 1 pencegahan (mengunakan penolak nyamuk di oles di kulit repellent atau anti nyamuk bakar atau menyemprot ruangan dengan pembasmi serangga) berisiko 4,21 (95% CI : 2,31 - 7,65) kali untuk terkena DBD dibandingkan dengan individu yang melakukan 3 pencegahan gigitan nyamuk setelah dikontrol dengan variabel umur, riwayal tetangga pernah sakit DBD, keberadaan benda yang dapat menampung air di sekitar rumah dan kebiasaan melakukan PSN. Untuk menanggulangi DBD kegiatan PSN perlu dilakukan secara teratur minimal satu minggu sekali. Untuk mencegah terjadi terkena DBD dapat dilakukan melindungi diri agar tidak digigit nyamuk terutama 2 jam sebelum matahari terbit dan terbenam dengan menggunakan anti nyamuk yang di oles di kulit, anti nyamuk semprot ataupun electrik/bakar.
Dengue haemorrhagic fever most important public health problem in Bandar Lampung today. Increasing case occure from 2001 to 2006, if 2001 incidence rate 13,56/ 100.000 became 109,8/ 100.00 at 2006 and the end of February 2007 stated Bandar Lampung local outbreak dengue haemorrhagic fever. A case-control study was conducted to explore correlation the risk factor of dengue infection in Bandar Lampung from 20 April to 30 May 2007. 230 case and 230 control were included for statisyical analysis. After further adjusting the confounder there are strong correlation between habitual Eliminating Mosquitos Breeding Sites and use personal protective (eg; use repellent, mosquito coil and use insecticide hand sprayer) with dengue case. Individual has one PSN estimated to be 2,22 (95% Cl : 1,32-3,72) times as great for individual has 3 PSN and individual did not PSN estimates to be 5,85 (95% CI : 2,86 - 11,99) times as great has dengue fever for individual has 3 PSN after controlled by history neightborhood DHF, water container around house, use mosquitoes prevention bites. Individual use one mosquitoes prevention bites estimated to be 4,21 (95% Cl : 2,31-7,65) times as great for individual use three mosquitoes prevention bites and individual did not use mosquitoes prevention bites estimated to be 7,82 (95% CI : 4,12- 14,86) times as great for individual use three mosquitoes prevention bites. Dengue fever is a mosquitoes-bome disease and the risk of person contracting the disease is determined by individu behaviour in eliminating mosquitos breeding sites and use mosquitoes prevention bites in Bandar Lampung.
Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the Dengue virus which is a health problem in Indonesia, including in the city of Mataram. DHF cases in Mataram City from 2016 to 2019 tend to fluctuate where most of the DHF patients are treated at the RSUD Kota Mataram. Death due to DHF infection occurred mostly in DSS and mortality from DSS was reported to be 50 times higher than in DHF patients without DSS. Prompt diagnosis and appropriate treatment are important determinants for dengue prevention and control, so knowing these risk factors can prevent/reduce mortality. Methods: This study is an observational study with a case-control design. Cases are DHF patients diagnosed with Dengue Shock Syndrome by the treating doctor, while the controls are DHF patients diagnosed not with Dengue Shock Syndrome by the treating doctor. The research data were obtained from medical records and KD-RS formular data treated at the RSUD Kota Mataram from January 2016 to December 2020. The design of the analysis was aimed at obtaining the odds ratio value followed by multivariate analysis to determine the risk factors that could detect DSS early. Results: The variables that were statistically significant in the prediction of the final model were the increase in hematocrit value > baseline with OR= 17.1 (95% CI: 4.03372.600), decreased platelet value < 100.000/µL with OR= 6 (95% CI : 2,306-15,699), and decreased leukocyte value < baseline with OR= 5.1 (95% CI: 2,209-11,838). While the most dominant variable is the increase in hematocrit value > baseline with OR = 17.1 (95% CI: 4.033-72.600) and p value = 0.000
Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan menjadi tantangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2024, Kota Depok mencatat 5.040 kasus dengue (IR 266/100.000 penduduk) dengan 13 kematian (CFR 0,25%), jauh melebihi target nasional (IR ≤10/100.000). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian dengue secara spasial di Kota Depok tahun 2024 dengan menggunakan pendekatan mix-method. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional untuk pendekatan kuantitatif dengan data sekunder dan pendekatan explanatory untuk kualitatif melalui wawancara mendalam. Analisis spasial dilakukan menggunakan perangkat lunak QGIS dan GeoDa. Variabel yang dianalisis meliputi jenis kelamin, usia, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta angka bebas jentik (ABJ). Kasus dengue menunjukkan pola spasial mengelompok dengan autokorelasi spasial pada variabel-variabel yang diteliti. Model Spatial Error Model (SEM) memberikan hasil terbaik dengan nilai AIC terendah (657,88) dan R² sebesar 0,276. Efek spasial eror sebesar 37,4% menunjukkan pengaruh dari wilayah sekitar terhadap penyebaran kasus dengue. Kepadatan penduduk ditemukan sebagai variabel signifikan yang berhubungan dengan kejadian dengue. Wilayah prioritas untuk intervensi meliputi Kelurahan Bedahan, Rangkapan Jaya Baru, Depok Jaya, Mampang, dan Cisalak. Pendekatan spasial efektif dalam mengidentifikasi wilayah risiko tinggi dengue dan variabel yang memengaruhi penyebarannya. Disarankan agar intervensi dengue lebih difokuskan pada wilayah dengan kepadatan tinggi, peningkatan edukasi PHBS, integrasi analisis spasial dalam perencanaan program, serta koordinasi lintas sektor. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengendalian dengue yang berbasis data dan wilayah.
Dengue is a viral infection transmitted by Aedes aegypti mosquitoes and remains a significant public health threat in Indonesia. In 2024, the city of Depok reported 5,040 dengue cases (IR 266/100,000 population) and 13 deaths (CFR 0.25%), far exceeding the national target of IR ≤10/100,000. This study aims to spatially analyze the risk factors associated with dengue incidence in Depok City in 2024 using a mixed-methods approach. A cross-sectional ecological design was used for the quantitative component, supported by secondary data, while the qualitative component followed an explanatory design through in-depth interviews. Spatial analysis was conducted using QGIS and GeoDa. The variables analyzed included gender, age, population density, household-level Clean and Healthy Living Behavior (PHBS), and larva-free index (ABJ). Dengue cases exhibited a clustered spatial pattern with spatial autocorrelation across the studied variables. The Spatial Error Model (SEM) yielded the best performance with the lowest AIC (657.88) and R² of 0.276. A spatial error effect of 37.4% indicated that neighboring areas influence dengue transmission. Among all variables, population density was significantly associated with dengue incidence. Priority intervention areas identified were Bedahan, Rangkapan Jaya Baru, Depok Jaya, Mampang, and Cisalak sub-districts. A spatial approach is effective in identifying high-risk areas and key factors influencing dengue transmission. It is recommended that dengue prevention programs prioritize high-density areas, strengthen PHBS education, integrate spatial analysis into health program planning, and enhance cross-sector coordination. These strategies are expected to improve the effectiveness of dengue control efforts based on spatial and epidemiological data.
Kota Mataram adalah salah satu daerah endemis penyakit DBD di Indonesia, karena sejak Tahun 2003 hingga Tahun 2012, selalu ditemukan kasus penyakit DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik, perilaku dan lingkungan rumah penduduk dengan kejadian DBD. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancangan kasus kontrol. Populasi pada penelitian ini adalah penduduk Kota Mataram, sedangkan sampel penelitian adalah sebagian penduduk Kota Mataram yang berasal dari semua kecamatan yang ada di Kota Mataram. Kasus adalah penduduk Kota Mataram yang pernah dirawat di rumah sakit pada periode Januari?Maret 2012 dan didiagnosis menderita suspek DBD/DD/DBD. Kontrol adalah tetangga kasus yang tidak pernah diagnosis menderita suspek DBD/DD/DBD pada periode yang sama. Penelitian ini menemukan, variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Mataram pada Tahun 2012 adalah variabel pekerjaan (OR bekerja=2,04 ; 95%CI=1,032-4,015 ; OR bersekolah=3,80 ; 95%CI=1,281-11,302) dan penggunaan kassa nyamuk (OR=0,42 ; 95%CI=0,218-0,810). Bagi masyarakat, perlu peningkatan upaya perlindungan diri terhadap penularan penyakit DBD, terutama saat beraktifitas di luar rumah (saat bekerja/bersekolah), diantaranya dengan menggunakan pakaian yang dapat mencegah gigitan nyamuk dan penggunaan obat nyamuk oles (repellent). Bagi Dinas Kesehatan Kota Mataram, perlu intensifikasi pemeriksaan jentik dan PSN DBD di tempat-tempat umum, khususnya di sekolah-sekolah dan perkantoran bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
Mataram city is one of the endemic areas of dengue fever in Indonesia, because since the Year 2003 to 2012, is always found dengue fever cases. This study aims to determine the relationship between the characteristics, behavior and home environment of the population with the incidence of dengue. This study is an analytical study with case-control design. The population in this study were residents of the city of Mataram, while the study sample was part of the population Mataram from all districts in the city of Mataram. Case is a resident of the city of Mataram who had been treated in hospital in the period from January to March 2012 and was diagnosed with suspected DHF / DD / DHF. Control is a neighbor of cases that never diagnosed with suspected DHF / DD / DHF in the same period. This study found that variables related to the incidence of dengue in the city of Mataram in the year 2012 is the variable of work (OR worker=2,04 ; 95%CI=1,032-4,015 ; OR student=3,80 ; 95%CI=1,281-11,302) and the use of mosquito net (OR=0,42 ; 95%CI=0,218-0,810). For society, need to increase efforts to protect themselves against dengue disease transmission, especially when activities outside the home (at work / school), such as by using clothing to prevent mosquito bites and use mosquito repellent ointment. For Mataram City Health Department, need to the intensification of larvae and eradication of DHF mosquito breeding places examination in public places, especially in schools and offices, to work with cross sector / program linked.
Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi permasalahan serius di seluruh daerah di dunia. DBD disebabkan oleh virus dengue yang di bawa oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan aedes albopictus sebagai vektor sekunder dan ditularkan melalui gigitan nyamuk tersebut. Berdasarkan data BPS Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2019 Provinsi Kalimantan Timur mencatat terdapat 6723 kasus DBD dan Kota Balikpapan menjadi penyumbang terbesar dengan 1838 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim (suhu udara, kelembaban, dan jumlah hari hujan), sosio-demografi (kepadatan penduduk), dan upaya pengendalian vektor (Angka Bebas Jentik) dengan insidens DBD di Kota Balikpapan Tahun 2017-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan data sekunder yang bersumber dari Laporan DBD Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan Balikpapan dalam Angka oleh BPS Kota Balikpapan. Rata-rata IR DBD selama 5 tahun di Kota Balikpapan adalah 122 per 100.000 penduduk, paling tinggi di Kecamatan Balikpapan Tengah dan paling banyak dialami oleh kelompok umur.
Dengue hemorrhagic fever is an environmental-based disease which is still a serious problem in all regions of the world. DHF is caused by the dengue virus which is carried by Aedes aegypti as the main vector and Aedes albopictus as the secondary vector and is spread through the bite of these mosquitoes. Based on BPS, in 2019 the Province of East Kalimantan recorded 6723 cases of DHF and Balikpapan City was the largest contributor with 1838 cases. This study aims to determine the relationship between climatic factors (air temperature, humidity, and number of rainy days), socio-demographics (population density), and vector control efforts (larva free index) with DHF incidence in Balikpapan City in 2017-2021. This study uses an ecological study design with secondary data sourced from the DHF report of Balikpapan City Health Offices and ?Balikpapan dalam Angka? by Central Bureau of Statistics of Balikpapan City. The average DHF IR for 5 years in Balikpapan City is 122 per 100,000 population, the highest in Balikpapan Tengah District and most
