Ditemukan 39064 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
This research is aim to understand the description of mothers’ eating behavior and other factors, such as interaction during meals, children's food variety, history of exclusive breastfeeding and history of low birth weight, as well as the relation with picky eating behaviors of preschooler children at Al-Azhar 10 Islamic School and EvFiA Land School in Serang, 2013. This research was quantitative with cross-sectional design. The number of samples in this study was 151 with ages ranging between 2-6 years of age. This study was conducted on April-May use questionnaire and children food diary.
Anemia terjadi diseluruh dunia baik pada negara maju maupun pada negara terbelakang. Dampak anemia pada WUS adalah menurunkan produktivitas kerja, menurunkan imunitas, bahkan pada anemia tingkat berat dapat mengakibatkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh suplementasi MGM (Multi Gizi Mikro) dibandingkan TTD (Tablet Tambah Darah). MGM mengandung 12 Vitamin dan 4 mineral, kandungan besinya fero fumarat 20 mg. Sedangkan TTD mengandung 60 me fero sulfat dan 0,25 mg Asam folat. Disain penelitian adalah kuasi experimental non blinded, Sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok TTD dan kelompok MGM, masing masing terdiri dari 50 orang. Cara pengambilan sampel pada data primer adalah secara purposive. Analisis data dilakukan dengan uji beda T independen, Dependeden T test, Anova dan regresi linear ganda. Variabel Dependent adalah perubahan kadar Hb, variabel independen adalah umur, status nikah, paritas, jumlah pendapatan.jumlah tanggungan keluarga, asupan zat penghambat dan peningkat besi, asupan energi, protein, Vit A, Vit C, B12, Asam Folat,kepatuhan dan komplhin. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 36 % nakerwan kadar Hbnya berubah menjadi normal. Perubahan kadar Hb sebelum diberikan intervensi dibandingkan setelah diberikan suplementas: TTD mavypun MGM selama 2 bulan terdapat perubahan yang bermakna (P=0,000).Pernbahan kadar Hb pada suplementasi TTD 0,62 ar/dl, sedangkan pada suplementasi MGM 0,64 gr/di.Perbedaan perubahan kadar Hb pada suplementasi TID dan MGM tidak berbeda.P >0,05. Variabel yang paling berpengaruh terhadap perubahan kadar Hb adalah konsumsi zat peningkat besi. Variabel lain yang berpengaruh terhadap perubahan kadar Hb adalah Hb awal dan komplin. Variabel konfonding adalah jumlah tanggungan keluarga, jumlah hari haid, jumlah paritas,asupan protein dan kepatuhan.
Anemia is a common problem that happened in any kind of country, developed or developing country, The impact of anemia in Women Childbearing are the degradation of productivity and immunity. Heavy level of anemia can caused death. Objective of this research is to identification the difference effect between MGM (Multi Micro Nutrient) and TTD (iron tablet) supplementation. MGM contain of !2 vitamins, 4 minerals, and 20 mg Fe Fumarat. TTD contain of 60 mg Fero Sulfate and 0,25 mg Folic Acid, and MGM contain 12 kinds of Vitamin and Fero Fumarat 20 mg also 3 kinds others mineral (yodium, Zink and Selenium). Research design that used in this research is quasi experimenta) non blinded. Samples are classified as 2 classes (TTD and MGM class) with 5Q person each class and totally sampling are 100 persons. As the dependent variable is the changes of Hb concentrate, independence variable are age, marriage status, paritas, total of family income, total intake from the family, intake of prohibit nutrient and precursor of iron supplementation, protein, vitamin A, vitamin c, vitamin BJ2 and folat acid, obedient factors also supplement consumption. Suplementation given for 2 months, TTD given | tablet each week and when menarche period 10 tablets. MGM given for one week 7 sachet, for consumption each day. Analyze data using Test T independent, paired T Test, anova and regretion double linear. In this research, there is no changes of Hb contains which is significant to the group which is given TTD also MGM, p>0.05.The difference of Hb concentrate to TTD supplementation TTD 0.62 gr/dl, to MGM 0.64 gr/dl. The changes of Hb concentrate after given of TTD supplementation and MGM for 2 months there is a changes which is significant.(P=0,000).The most variable influence to changes of Hb concentrate are consumption of Iron supplement. Others variable which are influenced to changed of Hb concentrate are Hb before analyzes and reaction after consumpiion of iron supplement. Confounding variable are total of family responsibility, total of day menarche, paritas, intake of protein and compliance.
Air Susu lbu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. yang sanggup untuk mernenuhi kebutuhan gizi seorang bayi untuk masa hidup enam bulan pertama kehidupannya. Survei Demogmfi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 rnenunjukkan bahwa bayi Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI Eksklusif sampai usia 1,6 bulan saja., sedangkan bayi yang rnendapatkan ASI Eksklusif sampai umur 4 - 5 bulan hanya 14 %. Berdasarkan laporan WHO (2000) bayi-bayi di Indonesia yang menyusu secara cksklusif kurang dari I5 %. Di Kabupaten Tangerang pemberian ASI eksklusif masih relatif rendah yaitu ibu yang melakukan inisiasi awal sebesar 9,8 % dan ibu yang memberikan ASI eks\006)_ Dcngan dfhmikian masalah meny\.1s\.ni ASI Eksklusif di Kabupaten Tangerang masihjauh di bawah target cakupan kabupaten atau nasional sebesar 80 %. Penelitian ini menganalisis data sekunder dari " Sur'/ei Kinerja Berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010 ?. Tujuan penelitian untuk rnengetahui gambaran dan faktor-faktor apa. saja yang berhubungan dengan pemberian ASI ekskluisf di Kabupaten Tangerang _ Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (Cross Sectional ) dan sebagai responden adalah ibu rumah tangga yang mempunyai balita Iebih 6 - I2 bulan dengan jumlah sampel. seo, yang dimbil dengan cara memilih sampel secara selektif berdasarkan kriteria inklusi dan cksklusi dari ibu rumah tangga yang mempunyai balita. Hasil Studi analisis didapat bahwa ASI ekskiusif sebesar 18,5 %, Pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga/ tidak bekemja sebesar 74.4 %. Pendidikan adalah tamat sekolah dasar sebesar 30,2 %. Tempat persalinan lebih banyak memilih praktek bidan/klinik sebesar 37,2 % dan rumah sendiri 42,1 %. Penolong persalinan sebagian besar ditoiong oleh bidan scbesar 55,9 % dan dukun 32,3 %. Ikut Keluarga Berencana scbesar 79,5 % dan alat kontrasepsi yang paling sering digunakan adalah suntjkan sebesar 80 %. Variabel pendidikan mcrupakan variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Untuk meningkatkan pcmberian ASI eksklusif perlu dilakukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi Izmgsung petugas kesehatan di desa dengan kader, tim penggerak PKK dan ibu-ibu dalam bcntuk pertemuan instmmen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusifdan ibu harus menezima banyak informasi secara benar mengenai ASI untuk mencapai kcbcrhasilan menyusui. Pelatihan pada tenaga kesehatan terutama tentang ASI Eksklusif dan hal-hal yang terkait dengan ASI cksklusif seperti pcrsoalan yang terjadi selama menyusui yang dimulai scbelum masa pcrsalinan, sarnpai sesudah persalinan. Meningkatkan promosi ASI eksklusif melalui media elektronik seperti radio dan media cetak yang lebih menekankan keuntlmgan ASI ekskluisf dibandingkan susu fonnula merupakan kunci penting penyebaran praklck tentang pemberian ASI Pemberdayaan petugas kesehatan (dokter, bidan dan paramedis lainnya) untuk menmgkaucan pengetanuan dan keu°a.mpuan pelugas daiam rangka peningkatan pemberian ASI.
Breast milk is a fat emulsion in protein, lactose, and organic mineral salts excreted by mother?s breast glands as main food for baby which sufficient to fulfill the baby nutrition needs for the first 6 months. Indonesian Demography and Health Survey (SDKJ: Survei Demograli dan Kesehatan Indonesia) in 2002-2003 showed that, in average, Indonesian babies have exclusive breastfeeding only until the age of 1.6 month, and babies who have exclusive breastfeeding until the age of 4 -5 months are only 14%. Based on WHO report in 2000, there are only 15% of Indonesian babies which are breastfed exclusively. In Tangerang district, the numbers of exclusive breastfeeding are still relatively low: mothers who have done early initiation are 9.8%, and mothers who have done exclusive breastfeeding are 27.8% (Care, 2006). This is, by far, still under rhe district or national target which is 80%. This research analyzed secondary data of the ?Survei Kinerja Berdasarkan indikator Kabupaten Tangerang Sehat 20l0? (performance survey based on Kabupaten Tangerang Sehat 2010 indicators). The objective of this research is to obtain description and factors which are related with exclusive breastfeeding in 'Tangerang district. Design model used in this research is cross sectional, and the respondents are housewives who have 6 - 12 months old baby with total sample of 660, taken selectively based on inclusion and exclusion criteria of housewives having infant. Analysis study results showed that the number of exclusive breastfeeding is l8.5%, 74.4% of the respondents are non-working housewives. 30.2% of the respondents are elementary school graduates. For baby delivery place, 37.2% chose clinics / midwife place and 42.1% chose their own places. The delivery process is mostly helped by midwife (55.9%) and by ?dulcun? (32.3%). 79.5% of the respondents follow Keluarga Berencana (family planning program) and most used contraceptive method is injection (8O%). Education level variable is the most dominant variable related with exclusive breastfeeding. In order to improve the number of exclusive breastfeeding it is necessary to conduct intensive guidance /teaching through direct communication between health officers in the villages / rural areas and group leaders, PKK response team, and mothers in mothers community forum about exclusive breastfeeding. Mothers / housewives must have sufficient and correct information about breastfeeding in order to breastfeed successfully. Training of the health officers is needed especially about exclusive breastfeeding and its related matters, such as the problems during breastfeeding started before delivery (prenatal) until alter delivery (postnatal). Promoting exclusive breastfeeding through electronic media such as radio and press which point the advantages of exclusive breastfeeding compared to fomiula milk is a key point in spreading the practice of breastfeeding. It is also important to intensify the role of health officers (doctors, midwives, paramedics) to improve the knowledge and skill of the officers in order to increase the practice of breastfeeding.
Abstrak
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan motorik terlambat, dan terhambatnya pertumbuhan mental. Tujuan umum dari penelitian adalah diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan stunting pada balita (12 ? 59 Bulan) di Sumatera tahun 2010. Penelitian ini bersifat kuantitatif menggunakan desain penelitian cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 3126 balita.
Penelitian ini dilakukan dengan mengolah data Riskesdas 2010 pada bulan September ? Desember 2011, sedangkan Riskesdas 2010 dilaksanakan pada bulan Mei ? Agustus 2010. Variabel yang digunakan antara lain stunting, berat lahir, asupan energi, asupan protein, umur, jenis kelamin balita, pendidikan ibu, jumlah anggota rumah tangga, wilayah tempat tinggal dan status ekonomi keluarga yang telah dikumpulkan oleh tim Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji chi square (bivariat) dan regresi logistik ganda (multivariat).
Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan indeks TB/U maka balita yang stunting sebanyak 37.5% dan normal sebanyak 62.5%. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara stunting dengan berat lahir, asupan energi, asupan protein, jenis kelamin, pendidikan ibu, wilayah tempat tinggal dan status ekonomi keluarga. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel berat lahir merupakan faktor dominan berhubungan dengan stunting setelah dikontrol variabel jenis kelamin, wilayah tempat tinggal dan status ekonomi keluarga.
Stunting is very short state of body so that the deficit exceeded -2 SD below the median length or height. Stunting is a public health issue because it deals with an increased risk of morbidity and mortality, delayed motor development, and mental growth retardation. The general objective of research is to know the dominant factor related with stunting in infants (12-59 months) in Sumatra in 2010. This study uses cross sectional research design and quantitative method with 3126 toddlers sample.
The research was carried out by processing the Riskesdas 2010 data in September - December 2011, while Riskesdas 2010 was held in May-August 2010. Variables are used i.e. stunting, birth weight, energy intake, protein intake, age, sex toddler, maternal education, number of household members, area residence and economic status of families that have been collected by a team of Basic Health Research (Riskesdas) in 2010. Processing and analyzing data using chi square test (bivariate) and multiple logistic regression (multivariate). The analysis showed that based on the index TB/U, stunting toddlers as much as 37.5% and 62.5% of normal.
The results of chi square test showed significant relationship between stunting with birth weight, energy intake, protein intake, sex, maternal education, area of residence and economic status of families. The results of multivariate analysis showed the birth weight variable is the most dominant factor associated with stunting after being controlled with sex, area of residence and economic status of families variables.
Status gizi kurang yang dialami pasien selama rawat inap di rumah sakit akan berdampak pada rendahnya penyembuhan pasien dari penyakit yang diderita dan berujung pada hari rawat yang lebih lama, angka kesakitan dan biaya rawat meningkat. Kejadian gizi kurang pasien penyakit dalam masih cukup tinggi, penelitian di Universitas Alabama 46% pasien menderita kurang gizi dan di RSCM berkisar 34.2-51.4% mengalami hal yang sama. Penilitian ini merupakan penelitian primer yang dilakukan di ruang rawat Penyakit Dalam kelas III Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan makan dengan status gizi pasien rawat inap penyakit dalam RSCM. Dilaksanakan pada bulan April hingga Awal Juni 2006. Responden adalah pasien rawat inap penyakit dalam usia 18-60 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Desain penelitian dengan analitik potong lintang, terpilih 91 sampel laki-laki dan perempuan secara purposive. Pengolahan dan analisis data menggunakan program FP2 dan SPSS. Penilaian asupan makan yang diterjemahkan kedalam energi dan protein dinilai dengan food recall 2x24 jam. Adapun penilaian status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri, albumin serum dan pemeriksaan SGA (subjective global assessment). Penilaian selera makan dengan wawancara, jenis penyakit dan obat didapat dari rekarn medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 47 responden (51.6%) asupan makan kurang dari kebutuhan dan sebanyak 44 responden (48.4%) asupan makan cukup. Penilaian status gizi dengan 3 pengukuran yaitu antropometri (IMT), SGA dan albumin serum ditemukan status gizi kurang masing-masing 45.1%, 53.8%, dan 61.5%. Dengan uji kai kuadrat didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara asupan makan dengan status gizi kecuali dengan parameter albumin serum. Analisis multivariat regresi logistik didapatkan hasil, responden dengan asupan makan kurang berisiko mengalami status gizi kurang 3.143 kali dibandingkan responden dengan asupan makan eukup setelah dikontrol variabel jenis kelamin dan selera makan. Didapatkan hubungan yang bermakna antara selera makan dengan status gizi. Data yang didapat tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara penyakit, obat, jenis kelamin, dan usia terhadap status gizi. Bertitik tolak dari hasil penelitian yang diperoleh disarankan kepada manajemen rumah sakit untuk mengadakan standar makanan tinggi kalori tinggi protein dan perlu adanya dukungan gizi (nutritional support) bagi pasien rawat inap penyakit dalam, dalam bentuk makanan enteral maupun lainnya. Menyertakan diagnosis status gizi pasien berdasar SGA kedalam diagnosis penyakit. Bagi unit penyelenggara makanan rumah sakit untuk meningkatkan cita rasa masakan.
Undernourished status of in-patient in hospital will have an impact on the low rate of recovery from the disease one suffers and end up with longer stay in hospital, increase in morbidity and cost. Incidence of undernourished among in-patient of internal medicine ward is high. Study by University of Alabama 46% of patient suffer from undernourished and in RSCM is around 34.2 - 51.4%. This study is primarily study conducted in Internal Medicine Ward CIass III, RSCM. The aim of the study was to know the relationship between food intake and nutritional status of in-patient of internal medicine ward, RSCM. The study was conducted from April to early June 2006. Respondent was patient of in-patient internal medicine ward aged 18-60 years with certain inclusive and exclusive criteria. The study design was analytic cross-sectional with 91 male and female respondent selected purposively. Data processing and analysis was using FP2 and SPSS. Calculation of food intake that translated into energy and protein was from food recall 2x24 hours method. Nutritional status was based on anthropometric measurement, albumin serum and examination of Subjective Global Assessment (SGA). Examination of appetite was by interview, type of disease and medicine were noted from medical record. The results show that 47 respondent (51.6%) had food intake less than daily requirement. Nutritional status using 3 (three) assessments i.e. anthropometric which is Body Mass Index (BMI), SGA and albumin serum was found that 45.1%, 53.8%, and 61.5% respectively under normal. Statistical test (chi-square) showed a significant relationship between food intake and nutritional status except with albumin serum. Multivariate analysis showed that patient with food intake less than daily requirement had 3.143 times risk of undernourished after controlling sex and appetite. There was a relationship between appetite and nutritional status. However, there was no relationship between disease, medicine, sex and age with nutritional status. From these findings it is recommended that hospital management to take some measures on food standard for high calorie and high protein and need nutritional support for in-patient of internal medicine ward in the form of enteral food or others. Additional diagnosis of nutritional status using SGA was needed in the disease diagnosis. For hospital food management unit it is recommended to increase food taste.
