Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 29707 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Sabarinah Prasetyo, Fitra Yelda
JKR Vol.2, No.1
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2011
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
C.S. Whinie Lestari, Emiliana Tjitra, Sandjaja
MPPK Vol.XIX, No.(Supl. II)
Jakarta : Balitbangkes Kemenkes RI, 2009
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dwi Octa Amalia; Pembimbing: Ella Nurlaella Hadi; Penguji: Kemal Nazaruddin Siregar, Sabarinah, Lies Rosdianty, Weni Kusumaningrum
Abstrak:
Kekerasan terhadap anak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berpengaruh pada kesehatan dan kesejahteraan anak di sepanjang hidupnya. Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada tahun 2022, lebih dari separuh kasus kekerasan terjadi pada anak dan 34,27% pada anak berusia 13-17 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berkontribusi pada kejadian kekerasan terhadap anak usia 13-17 tahun di Indonesia. Penelitian menggunakan kerangka model sosio-ekologi yang menganalisis faktor individu (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan), interpersonal (status domisili, status orang tua kandung, pengalaman menyaksikan kekerasan, dan status pernikahan), dan komunitas (tempat tinggal) terhadap kekerasan anak berusia 13-17 tahun. Penelitian ini menggunakan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) di Indonesia tahun 2021 dengan studi cross sectional dan sampel sebanyak 4.903 anak berusia 13-17 tahun, yang dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari anak-anak usia 13-17 tahun mengalami kekerasan, dengan tingkat prevalensi sebesar 46,2% (95% CI: 43,6%-48,8%). Kekerasan ini terjadi pada anak perempuan sebanyak 50,6% dan anak laki-laki sebanyak 42,1%. Bentuk kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik (13,8%), kekerasan emosional (41,6%), dan kekerasan seksual (6,9%). Faktor yang berhubungan dengan kekerasan terhadap anak adalah status pekerjaan anak (OR: 1,852; 95% CI: 1,478-2,320), status domisili (OR: 1,253; 95% CI: 1,018-1,541), dan pengalaman anak menyaksikan kekerasan (OR: 6,784; 95% CI: 5,778-7,966) yang merupakan faktor paling dominan. Anak yang berpengalaman menyaksikan kekerasan berisiko hampir 7 kali untuk mengalami kekerasan dibanding yang tidak memiliki pengalaman, setelah dikontrol oleh status pekerjaan dan status domisili. Diperlukan peningkatan kesadaran, penguatan intervensi, dan deteksi dini dalam pencegahan kekerasan terhadap anak.

Violence against children is a public health concern that has long-term impacts on their health and well-being. In 2022, the Online System for the Protection of Women and Children (SIMFONI PPA) reported that more than half of the violence cases involved children, with 34.27% of these cases affecting children aged 13-17 years. This study aims to identify the factors contributing to violence against children aged 13-17 years. Using a socio-ecological model framework, it analyzes individual factors (sex, education level, and employment status), interpersonal factors (living arrangement, biological parents' status, witnessing violence, and marital status), and community factors (place of residence), related to child abuse among 13-17 years olds. The study used data from the National Survey on Children and Adolescent’ Life Experience (SNPHAR) conducted in Indonesia in 2021. It employed a cross-sectional design, which involved a sample of 4,903 children aged 13-17 years, and conducted data analysis using logistic regression. The research findings indicate that nearly half of children aged 13-17 experience violence, with a prevalence rate of 46.2% (95% CI: 43,6%-48,8%). This violence occurs in 50,6% of girls and 42,1% of boys. The forms of violence include physical violence (13.8%), emotional violence (41.6%), and sexual violence (6.9%). The factors associated with violence against children include the child's employment status (OR: 1.852; 95% CI: 1.478-2.320), living arrangement (OR: 1.253; 95% CI: 1.018-1.541), and witnessing violence (OR: 6.784; 95% CI: 5.778-7.966), with witnessing violence being the most dominant factor. Children who have witnessed violence are at nearly 7 times higher risk of experiencing violence compared to those without such experiences, after controlling for employment status and living arrangement. There is need for increased awareness, strengthened interventions, and early detection in the prevention of violence against children.
Read More
T-6672
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sutanto Priyo Hastono
KJKMN Vol.4, No.2
Depok : FKM UI, 2009
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Departemen Kesehatan
612.3 IND p
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1999
Buku (pinjaman 1 minggu)   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Amelia Dyah Kartika Sari; Pembimbing: Sabarinah; Penguji: Ella Nurlaella Hadi, Evi Martha, Anggi Osyka, Nanang Aminudin Rachman
Abstrak:
Kekerasan seksual pada anak merupakan silent health emergency yang mempengaruhi status kesehatan dan kesejahteraan anak sepanjang hidupnya. Berdasarkan data SIMFONI PPA pada tahun 2023, kasus kekerasan seksual di Indonesia tahun 2019 hingga 2023 terus mengalami peningkatan dan lebih dari 30% terjadi pada anak usia 13 – 17 tahun. Anak di bawah 17 tahun memiliki kerentanan dasar, namun status disabilitas membuat anak menjadi 2-4 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan dengan anak tanpa disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berkontribusi pada kejadian kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas usia 13 – 17 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kerangka Teori Dependensi Ganda yang menganalisis faktor internal (jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan kesehatan reproduksi, dan status pekerjaan) dan faktor eksternal (tingkat ekonomi, keberadaan orang tua kandung, tempat tinggal, status pasangan, dukungan keluarga, dan dukungan teman) terhadap kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas berusia 13 – 17 tahun. Penelitian ini menggunakan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) di Indonesia pada tahun 2021 dengan desain studi potong lintang dan sampel sebanyak 1.213 anak disabilitas berusia 13 – 17 tahun, yang dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 13,4% anak disabilitas mengalami kekerasan seksual, dengan 72,4% merupakan kekerasan seksual kontak dan 42,9% adalah kekerasan seksual non-kontak. Faktor yang berkontribusi pada kekerasan terhadap anak adalah jenis kelamin (aOR: 1,50; 95% CI: 1,04-2,13), status pasangan (aOR: 1,98; 95% CI: 1,41-2,78) yang merupakan faktor dominan, dan dukungan keluarga (aOR: 1,73; 95% CI: 1,23-2,43). Anak disabilitas yang memiliki pasangan hampir 2 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak disabilitas yang tidak memiliki pasangan, setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan dukungan keluarga. Diperlukan peningkatan kesadaran, penguatan intervensi, dan deteksi dini dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dengan disabilitas.

Sexual violence against children is a silent health emergency that affects the health and well-being of children throughout their lives. According to SIMFONI PPA data in 2023, cases of sexual violence in Indonesia from 2019 to 2023 have continued to increase, with more than 30% occurring in children aged 13-17 years. Children under 17 have inherent vulnerabilities, but having a disability makes them 2-4 times more likely to experience sexual violence compared to children without disabilities. This study aimed to analyze the factors contributing to the occurrence of sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years in Indonesia. This study used the Double Dependency Theory framework to analyze internal factors (gender, education level, reproductive health knowledge, and employment status) and external factors (economic level, presence of biological parents, place of residence, relationship status, family support, and peer support) affecting sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years. This study used data from the 2021 National Survey of Children's and Adolescents' Life Experiences (SNPHAR) in Indonesia with a cross-sectional study design and a sample of 1,213 children with disabilities aged 13-17 years, analyzed using logistic regression tests. Results of this study indicated that 13.4% of children with disabilities experience sexual violence, with 72.4% being contact sexual violence and 42.9% being non-contact sexual violence. Factors contributing to violence against children include gender (aOR: 1.50; 95% CI: 1.04-2.13), relationship status (aOR: 1.98; 95% CI: 1.41-2.78), which is a dominant factor, and family support (aOR: 1.73; 95% CI: 1.23-2.43). Children with disabilities who have partners are almost twice as likely to experience sexual violence compared to children with disabilities who do not have partners, after controlling for gender and family support. Increased awareness, strengthened interventions, and early detection are needed to prevent sexual violence against children with disabilities.
Read More
T-6978
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
IGN Ranuh ... [et.al.]
614.4 BUK
Jakarta : Satgas Imunisasi-Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2001
Buku (pinjaman 1 minggu)   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Departemen Kesehatan RI
R 614.47 IND p
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1980
Referensi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nur Isatin; Pembimbing: Milla Herdayati; Penguji: Haeria, Besral
S-4096
Depok : FKM UI, 2005
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Izzatun Nidaa; Pembimbing: Hadi, Ella Nurlaella; Penguji: Dien Anshari, Kartika Anggun Dimar Setio, Trisno Suharsanto; Riski Tessa Malela
Abstrak:
Perkawinan anak merupakan salah satu pelanggaran hak anak yang menjadi perhatian dunia, karena dapat berdampak bagi kesehatan reproduksi, risiko mengalami kekerasan dan dampak psikologis, sosial ekonomi serta bagi bayi/anak yang dilahirkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perkawinan anak di Kabupaten Pekalongan dan faktor-faktor yang berkontribusi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel sebanyak 370 perempuan berusia 20-24 tahun dari 30 desa di 8 kecamatan yang dipilih secara acak dari 19 kecamatan di Kabupaten Pekalongan. Teknik sampling yang digunakan adalah Probability Proportional to Size (PPS) 3 tahap. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan dianalisis secara univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (regresi logistik ganda). Proporsi perkawinan anak perempuan di Kabupaten pekalongan sebesar 8,6% dan 0,54% di antaranya merupakan perkawinan pertama yang terjadi sebelum usia 15 tahun. Prevalensi perkawinan anak tertinggi ditemukan di Kecamatan Lebakbarang (28,6%), Kandangserang (20,6%) dan Doro (17,5%). Tingkat pendidikan merupakan faktor yang berhubungan dengan perkawinan anak di Kabupaten Pekalongan, sedangkan pengetahuan, pengaruh teman sebaya dan lokasi tempat tinggal merupakan faktor konfonding. Perempuan yang berpendidikan rendah memiliki kemungkinan untuk mengalami perkawinan anak 53 kali dibanding perempuan yang berpendidikan tinggi setelah dikontrol oleh pengetahuan, pengaruh teman sebaya dan lokasi tempat tinggal (OR= 53,27; 95% CI = 7,03 - 403,81). Diperlukan program pencegahan perkawinan anak dari Pemerintah Kabupatan Pekalongan serta peningkatan akses pendidikan yang merata untuk tingkat SMA/sederajat khususnya di Kecamatan Lebakbarang, Kandangserang dan Doro.

Child marriage is a violation of children's rights that has become the world's concern, because it has several impacts on reproductive health, the risk of experiencing violence and psychological impact, the babies/children being born, and socio-economic. The aim of the research is to find out the prevalence of child marriage in Pekalongan Regency and the contributing factors. This study used a cross-sectional research design. Sample of 370 women aged 20-24 years from 30 villages in 8 sub-districts were randomly selected from 19 sub-districts in Pekalongan Regency. The sampling technique is 3-stage Probability Proportional to Size (PPS). Data were collected by interview and analyzed using univariate, bivariate (Chi Square), and multivariate (multiple logistic regression). The proportion of girl child marriage in Pekalongan Regency was 8.6%, of which 0.54% of them had their first marriages before they were 15 years old. The highest prevalence of child marriage was found in these sub-districts: Lebakbarang (28.6%), Kandangserang (20.6%) and Doro (17.5%). Level of education is a factor related to child marriage in Pekalongan Regency, while knowledge, peer influence and location of residence are confounding. Women with low education are 53 times more likely to experience child marriage than women with higher education after controlling for knowledge, peer influence and location of residence (OR= 53.27; 95% CI = 7.03 - 403.81). The Government of Pekalongan Regency needs to develop a program to prevent child marriage and increase access to high school education level, especially in Lebakbarang, Kandangserang and Doro sub-district.
Read More
T-6632
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive