Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 7868 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Ratu Ayu Dewi Sartika; Promotor: Bambang Sutrisna; Ko-promotor: Budhi Setianto, Deddy Muchtadi; Penguji: Nuning M Kiptiyah, Ratna Djuwita, Widjaja Lukito, Endang L Achadi, Rustika
Abstrak: Masalah gizi di Indonesia menunjukkan adanya transisi epidemiologis, dimana penyakit pembunuh yang dulu hanya didominasi oleh penyakit infeksi, kini meningkat disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah yang merupakan ciri penyakit modem. Penyebabnya antara lain gaya hidup sebagian anggota masyarakat yang cenderung lebih bersifat sedentary life style dengan pola makan salah. Salah satu jenis asupan asam lemak selain asam lemak jenuh yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah asam lemak trans yang dapat meningkatkan kolesterol LDL (K-LDL), rasio kolesterol total/K-HDL, rasio K-LDL/K-HDL dan menurunkan kolesterol HDL (K-HDL). Asam lemak trans secara alami terdapat pada ruminansia dan hasil proses menggoreng (deep frying) Serta margarin/produk makanan jadi yang menggunakan minyak terhidrognasi.
 

 
Nutrition related problems in Indonesia has showed the epidemiological transition, from the domination of infectious diseases to blood vessel clotting related diseases which is typical to be a modern disease. One of the reasons is that the life style of some society tends to become so called a sedentary life style, with an improper eating pattern. Another type of the intake of fatty acid from saturated fatty acid, namely trans fatty acid has recently come into consideration as it can elevating such LDL cholesterol (LDL-C), ratio of total co|esterol/HDL-C, ratio of LDL- CIHDL-C, and decreasing the HDL cholesterol (HDL-C). By nature, the trans fatty has found in the ruminant and the products of deep frying processes, as well as margarine food that processed with hydrogenated vegetable oil.
Read More
D-209
Depok : FKM-UI, 2007
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rustika; Pembimbing: Bambang Sutrisna, Fadillah Supari, Abas Basuni Jahari
D-99
Depok : FKM UI, 2005
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Laila Fitria; Promotor: Sudarto Ronoatmodjo; Ko-Promotor: Nurhayati A. Prihartono, L. Meily Kurniawidjaja, ; Penguji: Rachmadi Purwana, Ratna Djuwita, Aru W. Sudoyo, Dewi Rahayu, Sonny P. Warouw,
D-302
Depok : FKM-UI, 2014
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ati Sukmaningsih; Pembimbing: Budi Haryanto; Penguji: Ratu Ayu Dewi Sartika, Laila Fitria, Dini Wardiani, Wawan Kurniawan
T-3139
Depok : FKM UI, 2010
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Amran; Pembimbing: Renti Mahkota; Penguji: Nasrin Kodim, Bambang Budi Siswanto, Yoga Yuniadi, Triyunis Miko Wahyono
Abstrak:

Gagal jantung merupakan salah satu jenis penyakit jantung dengan insiden, prevalen serta mortalitas yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keteraturan berobat terhadap kesintasan lima tahun penderita gagal jantung kongestif (GJK). Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Sampel sebanyak 402 orang penderita baru GJK yang didiagnosis antara tahun 2001 s.d. 2002 dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Ditemukan penderita GJK yang meninggal selama lima tahun follow up adalah 78 orang (19,4%). Probabilitas kesintasan penderita GJK adalah sebesar 88,65% (tahun pertama), 80,11%(tahun ke dua). 72.22% (tahun ke tiga), 63,75% (tahun ke empat) dan 54,41% (tahun ke lima). Penderita GJK yang tidak teratur berobat mempunyai risiko kematian lebih tinggi dari pada yang berobat teratur. Pada analisis Cox regression keteraturan berobat merupakan yariabel independen pada kesintasan penderita GJK (HR:1,95; 95% Cl: 1.23-3.11). Faktor-faktor Iain yang juga bermakna terhadap kesintasan penderita GJK adalah Ejection Fraction (HR:1,91; 95% Cl:1,18-3,08), Diabetes Melitus (HR:1,85; 95% Cl:1,08-3,18). Beberapa variabel pada penelitian ini hubungannya tidak bermakna terhadap kesintasan penderita GJK yaitu: umur, rokok,functional, riwayat PJK , hipertensi , kreatinin dan tindakan pengobatan. Keteraturan berobat terbukti mempengaruhi probabilitas kesintasan penderita GJK. Penderita GJK disarankan untuk senantiasa melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara teratur.


 

Heart failure is one of cardiovascular disease which incidence, prevalence and mortality remain height and increased. The purpose of this study was to evaluate the effect of routine medical evaluation (compliance) on five year survival rate of patients hospitalized due to congestive heart failure. The Study design used in this study is retrospective cohort with 402 patients of newly diagnosis congestive heart failure (CHF) admitted in year 2000 to 2001 at National Cardiovascular Center - Harapan Kita, Jakarta. During 5 year follow-up, 78 patients died. Survival at 1 to 5 years was in order of 88,65%, 80,11%, 72,22%, 63,75%, and 54,41%, respectively. CHF patients who did not underwent routine medical evaluation had higher prognostic of death than CHF patients who had medical evaluation routinely. By Cox regression analyses, the independent predictors of mortality were routine evaluation (HR:1,95; 95% CI: 1.23-3.11). low ejection fraction (HR:1,91; 95% CI:1,18-3,08), and diabetes mellitus (HR:1,85; 95%CI:1,08-3,18). Other predictors were not statistically significant, i.e: age, gender, smoking, functional class, coronary heart disease, creatinine, and the medication. The status of compliance is an independent predictor of survival for patients with CHF, besides low ejection tiaction and diabetes mellitus. These evaluation, like the other research, suggested the importance of compliance in the treatment of CHF.

Read More
T-2541
Depok : FKM-UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Budi Haryanto; Promotor: Bambang Sutrisna; Ko-Promotor: I Made Djaja; Penguji: Budi Utomo, Julie Soemirat, Johanna S.P Rumawas, Ratna Djuwita, Sumengen Sutomo
D-221
Depok : FKM-UI, 2008
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Erni Yusnita Lalusu; Promotor: Ratna Djuwita Hatma; Kopromotor: Mondastri Korib Sudaryo, Dwiana Ocviyanti; Penguji: Pradana Soewondo, Endang L. Achadi, Besral; Rimbawan, Anang S. Otoluwa
Abstrak:
Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa darah selama kehamilan diantara ibu hamil yang diberikan suplemen MGM sejak periode prakonsepsi (Grup 1.), yang diberikan suplemen MGM sejak awal kehamilan (Grup 2.), dan yang diberikan Fe+Folat sejak awal kehamilan (Grup 3.) setelah mengendalikan berbagai kovariat. Metode: Ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan non-randomize community trial with pre and post-test control group design, yang melibatkan 25 orang pada grup 1, 41 orang pada grup 2, dan 37 orang ibu hamil pada grup 3. Kadar glukosa darah diperiksa pada baseline studi, minggu ke-12, 24, dan 28 kehamilan. Pengukuran dan pengambilan data menggunakan instrument terstandar. Pengukuran dan analisis glukosa darah dilakukan di laboratorium dengan metode terstandar. Analisis multivariat menggunakan Regresi Linear Generalized Estimated Equation (GEE). Hasil penelitian: Pada minggu ke-24 kehamilan antara grup 1 dan grup 3 menunjukkan perbedaan rerata kadar glukosa darah yang signifikan (p<0.001). Demikian pula antara grup 2 dan grup 3 (p<0.001). Grup 1 dan 2 lebih rendah (87 (53-111) mg/dl dan 86 (65-110) mg/dl) dibandingkan dengan grup 3 yaitu 115 (68-204) mg/dl. Pada minggu ke-28 juga menunjukkan perbedaan (p<0.001). Rerata kadar glukosa darah grup 1 = 91(53-141) mg/dl, grup 2 = 93 (62-146) dan grup 3 = 137 (74-244) mg/dl. Analisis multivariat menunjukkan pada minggu ke-24 rerata GDS ibu hamil pada grup 3 lebih tinggi 26 mg/dl dari grup 1 (p<0.001). Demikian pula pada minggu ke-28, rerata glukosa darah grup 3 lebih tinggi 48mg/dl dibandingkan grup 1 (p<0.001). Sedangkan antara grup 2 dan grup 1 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan baik pada minggu ke-24 (p=0.891) maupun pada minggu ke-28 (p=0.762). Pemberian suplemen MGM sejak periode prakonsepsi maupun sejak awal kehamilan menunjukkan kadar glukosa darah yang lebih rendah dibandingkan pada pemberian Fe+folat. Namun demikian, antara pemberian MGM sejak prakonsepsi dengan pemberian sejak awal kehamilan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kadar glukosa darah. Dibutuhkan penelitian lanjutan untuk memperkuat bukti temuan ini dengan menggunakan parameter yang lebih spesifik dan menerapkan prosedur randomisasi.

This study was conducted to determine the difference in Blood Glucose Level (BGL) during pregnancy between pregnant women who were given MMS since the preconception period (Group 1.), given MMS since early pregnancy (Group 2.), and those who were given iron-folic acid (IFA). early in pregnancy (Group 3.) after controlling for various covariates. This is a quasi-experimental study with a non-randomized community trial with a pre and post-test control group design, involving 25 people in group 1, 41 people in group 2, and 37 people in group 3. BGLs The examination is carried out at the 12th, 24th, and 28th weeks of pregnancy. Measurement and data collection using standardized instruments. BGL measurements and analyzes were performed in a standardized laboratory. Multivariate analysis using Generalized Estimated Equation Linear Regression (GEE). Results: At the 24th week of gestation, group 1 and group 3 showed a significant difference in the mean of BGL (p<0.001). Similarly, between group 2 and group 3 (p<0.001). Groups 1 and 2 were lower (87 (53-111) mg/dl and 86 (65-110) mg/dl) compared to group 3 at 115 (68-204) mg/dl. 28th Week also showed a difference (p<0.001). The mean blood glucose levels in group 1 = 91(53-141) mg/dl, group 2 = 93 (62-146) and group 3 = 137 (74-244) mg/dl. Multivariate analysis showed that at the 24th week the mean BGL of pregnant women in group 3 was 26 mg/dl higher than in group 1 (p<0.001). Similarly, at the 28th week, the mean BGL of group 3 was 48mg/dl higher than group 1 (p<0.001). Meanwhile, there was no significant difference between group 2 and group 1 at week 24 (p=0.891) or at week 28 (p=0.762). The administration of MMS supplements since the preconception period and since the beginning of pregnancy showed lower blood glucose levels than the administration of IFA. However, the administration of MMS since preconception and early pregnancy did not show a significant difference in blood glucose levels. Further research is needed to strengthen the evidence of these findings by using more specific parameters and applying randomization procedures.
Read More
D-469
Depok : FKM-UI, 2022
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wiwin Winarti; Pembimbing: Helda; Penguji: Asri C. Adisasmita, Ns. Elis Puji Utami, Sujiasih
Abstrak:

Health Care-Associated Infection (HAIs) telah menjadi topik besar dari tahun ketahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan berat lahir dengan ketahanan bayi terhadap infeksi aliran darah (IAD). Variabel lain yang ikut dianalisis hubungannya dengan ketahanan bayi terhadap IAD adalah, jenis kelamin, usia gestasi, APGAR, kelainan kongenital, usia ibu saat melahirkan, penyakit maternal dan penggunaan alat invasif seperti kateter intravena, ETT dan NC-CPAP.

Desain penelitian adalah kohort retrospektif dengan menggunakan metode Kaplan Meier, menggunakan rekam medis pasien perinatologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo.tahun 2012. Selama periode pengamatan, dari 298 bayi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, diketahui ketahanan terhadap IAD pada non BBLR 72,4% dibandingkan dengan BBLR 69,3%. Insiden IAD sebesar 8,7 % (5,9/1000) dengan median waktu ketahanan terhadap infeksi adalah 10 hari. Berat lahir memiliki efek protektif terhadap IAD sebesar 0,54 (p > 0,05), sedangkan kateter sentral diketahui memiliki efek resiko yang besar terhadap kejadian IAD (HR= 6,5; 95% CI: 2,4-17,6; p< 0,001).


Health Care-Associated Infection (HAIs) has become a major topic from year to year. The objective of this study was to assess relation of birth weight to Blood Stream Infections (BSI) survival rate in neonates. Other variables were also analyzed related to survival rate were sex, gestational age, APGAR score, congenital abnormality, maternal age, maternal disease and presence of invasive devices such as intravenous catheters, ETT and NC-CPAP.

This was a retrospective cohort study with Kaplan Meier method, using patients? medical record of Unit Perinatology National General Hospital of Dr. Cipto Mangunkusumo in 2012. During study period, among 298 infants who met inclusion criterias, survival rate of BSI in LBW was 72,4% compared with 69,3% in HBW. Total incidence of BSI was 8,7% (5,9 / 1000) with a median survival time was 10 days. Birth weight has a protective effect on BSI of 0,54 (p> 0,05), while central catheters are known to have highly effect on BSI (HR = 6.5, 95% CI: 2,4 to 17,6, p <0,001).

Read More
T-3817
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Retno Asti Werdhani; Pembimbing: Nurhayati Adnan, Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Muchtaruddin Mansyur, Ratna Djuwita, Ermita I. Ilyas
Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi program latihan Klub Jantung Sehat Pondalisa sekaligus mengetahui hubungan frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah. Dengan demikian diharapkan akan didapatkan tekanan darah yang terkendali pada anggota KJS Pondalisa khususnya dan masyarakat usia dewasa tua umumnya. Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan data yang terdapat pada buku anggota KJS Pondalisa. Digunakan pendekatan analisis Cox Regression untuk melihat efek frekuensi dan keteraturan senam yang telah dilakukan oleh para anggota KJS Pondalisa selama 1 tahun pertama keanggotaan terhadap penurunan tekanan darah. HR (hazard ratio) digunakan sebagai estimasi RR (risiko relatif) efek frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah. Anatisis multivariat digunakan untuk mengendalikan variabel-variabel perancu. Sebanyak 132 data anggota K7S Pondalisa dianalisis dalam penelitian ini. Dalam 1 tahun pertama keanggotaan terdapat 11,36% anggota yang melakukan senam 2x1minggu, 39,39 % anggota yang melakukan senam > 8 minggu (9-15 minggu) berturut-turut, dan 11,36% anggota yang melakukan senam 2xlminggu selama > 8 minggu (9-15 minggu) berturut-turut. Tidak ada anggota yang melakukan senam 3xlminggu sesuai program dan tidak ada anggota yang melakukan senam 2x1minggu selama < 8 minggu berturut-turut_ Keteraturan senam anggota maksimum selama 15 minggu. Didapatkan penurunan tekanan darah pada 32,58 % anggota dengan rata-rata penurunan tekanan darah sistolikldiastolik sebesar 6 mmHg/4 mmHg yang dapat dipertahankan minimal selama 1 bulan. Besarnya penurunan TD ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat hipertensi; sedikitnya dapat memperlambat perjalanan penyakit hipertensi serta bermanfaat dalam pencegahan primer. Efek frekuensi senam 2xlminggu terhadap penurunan tekanan darah meningkat sebesar 1 Va dibandingkan dengan frekuensi senam < 2xlminggu [RR 1,01;95%CI [0,43-2,38]. Efek senam teratur 9-15 minggu berturut-turut terhadap penurunan tekanan darah meningkat sebesar 36 % dibandingkan dengan senam teratur < 8 minggu berturut-turut [RR 1,36;95%CI [0,63-2,93]. Senam yang dilakukan 2xlminggu selama 9-15 minggu berturut-tunrt memberikan manfaat penurunan tekanan darah sebesar 34 % dibandingkan dengan senam


The aim of this research is to evaluate the performance of `Klub Jantung Sehat Pondalisa' as well as the association of frequency and regularity of exercise with blood pressure reduction. The long-term benefit achieved will be adequate control of blood pressure among members of the club and adults as a whole. Retrospective cohort study was conducted, using data found on the member's logbook. Cox Regression analysis approach was used to find the benefit of blood pressure reduction through exercise's frequency and regularity which have been done by all member of KJS Pondalisa during the first year of membership. HR (hazard ratio) was used to estimate the RR (relative risk) of both exercise's frequency and regularity to reduce blood pressure. Confounders were adjusted by multivariate analysis. There were 132 members analyzed in this research. In the first year of membership, there were 11.36% members doing exercise twice weekly, 39.39 % members doing exercise > 8 weeks (9-15 weeks) regularly, and 11.36% members doing exercise twice weekly in > 8 weeks (9-15 weeks) regularly. There were no member doing exercise thrice weekly as programmed. There were no member doing exercise twice weekly in < 8 weeks regularly. The maximum exercise's regularity was 15 weeks. There were 32.58 % blood pressure reduction among members. The mean systolic/diastolic reduction which can be maintained for at least I month were 6 mmHg/4 mmHg, This amount of BP reduction might reduce morbidity and mortality among hypertensives; at least might retard the natural history of hypertension and give benefit to primary prevention. The effect of twice weekly's exercise on blood pressure reduction increase 1 % as compared to less than twice weekly's exercise [RR 1,01;95%CI [0,43-2,38]. Effect of doing 9-15 weeks regular exercise on blood pressure reduction increase 36 % as compared to members doing 8 weeks regular exercise [RR 1,36;95%CI [ 0,63-2,93]. Members doing exercise twice weekly in 9-15 weeks regularly get benefit on blood pressure reduction 34 % more as compared to members doing exercise less than twice weekly in < 8 weeks regularly [RR 1,34;95% CI [0,50-3,60]. There were no difference in blood pressure reduction between members doing exercise less than twice weekly in 9-15 weeks regularly and members doing exercise less than twice weekly in < 8 weeks [RR 0,99;95% CI [ 0,42-2,32]. From this research, we conclude that there was no different effect of blood pressure reduction between twice weekly's exercise and less than twice weekly's exercise. The effect of exercise in 9-15 weeks regularly toward blood pressure reduction is bigger compared with effect of twice weekly's exercise. This fording shows the importance of maintaining exercise's regularity to get benefit of reducing blood pressure. The benefit of twice weekly's exercise for blood pressure reduction will be achieved when it is conducted in 9-15 weeks regularly. Although exercise has been conducted regularly up to 15 weeks, if done less than twice weekly, it will not yield the benefit of blood pressure reduction. There are still many factors which have not been considered such as the duration and intensity of exercise, the role of anti hypertensive drugs, and the presence of other diseases. All of those factors together with the wide range and inconsistent of confidence interval, make the results of this study fail to show the maximal effect of exercise's frequency and regularity to reduce blood pressure in population. Therefore, further research is needed using several degrees of exercise's frequency and regularity, considering also the above mentioned related factors and bigger number of sample size, to obtain the true benefit of blood pressure reduction and more accurate precision.

Read More
T-2227
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rifa'I Ali; Promotor: Ratna Djuwita; Kopromotor: Umi Fahmida, Besral; Penguji: Hadi Pratomo, Mondastri Korib Sudaryo, Rini Sekartini, Dodik Briawan, Hera Nurlita
Abstrak:

Masalah stunting pada anak masih menjadi tantangan serius di Indonesia, termasuk di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh edukasi Panduan Gizi Seimbang Berbasis Pangan Lokal terhadap perubahan praktik pemberian makan, asupan gizi, status besi, dan status gizi anak baduta. Desain penelitian yang digunakan adalah mixed methods exploratory sequential design, diawali dengan riset formatif kualitatif untuk pengembangan media edukasi, kemudian dilanjutkan dengan kuasi eksperimen dengan pendekatan non-randomized pretest-posttest control group design. Intervensi edukasi dilakukan selama 12 bulan dengan pendekatan komunikasi perubahan perilaku sosial (SBCC) menggunakan modul PGS-PL yang disesuaikan dengan kondisi lokal melalui edukasi intensif, peer educator dan juga demo masak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi PGS-PL berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor keragaman makanan (DDS) (OR = 1,89; p = 0,048) dan Konsumsi sumber pangan hewani (OR=1,55, p = 0,037), serta peningkatan asupan energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, asam folat, zat besi, dan seng (p < 0,05). Namun, tidak ditemukan pengaruh signifikan terhadap kadar serum ferritin dan serum transferrin receptor. Status gizi anak mengalami peningkatan signifikan pada indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) sebesar 0,60 z-score (p = 0,007), tetapi tidak signifikan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U), dan terdapat penurunan signifikan pada indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (p = 0,034).
Penelitian ini menegaskan bahwa edukasi gizi berbasis pgs-pl dengan pendekatan kombinasi edukasi intensif, peer educator dan demo masak dapat menjadi strategi efektif dalam meningkatkan praktik pemberian makan dan status gizi anak balita di wilayah dengan potensi pangan lokal.


Stunting in children remains a serious public health challenge in Indonesia, including in Pohuwato District, Gorontalo. This study aimed to analyze the effect of nutrition education based on the Local Food-Based Balanced Nutrition Guidelines (PGS-PL) on changes in feeding practices, nutrient intake, besi status, and nutritional status of children aged 6–14 months. The research employed a mixed methods exploratory sequential design, starting with formative qualitative research for the development of educational media, followed by a quasi-experimental study using a non-randomized pretest-posttest control group design. The education intervention was conducted over 12 months using a social and behavior change communication (SBCC) approach, incorporating the PGS-PL module adapted to local conditions through intensive education, peer educators, and cooking demonstrations.
The results showed that PGS-PL education had a significant effect on increasing Dietary Diversity Scores (DDS) (OR = 1.89; p = 0.048) and Egg and/or flesh food (EFF) (OR=1,55, p=0,037), as well as improving the intake of energy, protein, carbohydrates, fat, vitamin A, folic acid, besi, and seng (p < 0.05). However, no significant effect was found on serum ferritin and serum transferrin receptor levels. Children's nutritional status showed a significant improvement in the height-for-age index (HAZ) by 0.60 z-score (p = 0.007), but no significant change was observed in the weight-for-age index (WAZ), and there was a significant decrease in the weight-for-height index (WHZ) (p = 0.034).
This study confirms that nutrition education based on PGS-PL using a combination of intensive education, peer educators, and cooking demonstrations can be an effective strategy for improving feeding practices and the nutritional status of toddlers in areas with local food potential.

 

Read More
D-584
Depok : FKM-UI, 2025
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive