Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Puteri Asma Dewi; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Mardiati Nadjib, Adang Bachtiar, Fajar Arianti, Amila Megraini
Abstrak:
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Tuberkulosis dengan Resistan Obat menjadi tantangan serius bagi pengendalian kasus tuberkulosis di Indonesia. Insiden TB yang meningkat menjadi salah satu dasar diterapkannya deteksi cepat TB menggunkan pemeriksaan biomolekuler yaitu dengan tes cepat molekuler. Dengan adanya alat TCM diharapkan dapat membantu penemuan diagnosa TB yang cepat dan dapat mengidentifikasi resistansi terhadap rifampisin secara simultan, sehingga inisiasi dini terapi yang akurat dapat diberikan dan dapat mengurangi insiden TB secara umum. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan case study yang bertujuan melihat bagaimana peristiwa dapat berjalan serta mengeksplorasi isu atau kasus dengan menggunakan kasus tersebut sebagai ilustrasi spesifik. Hasil dari penelitian ini yaitu mengevaluasi pemanfaatan alat dengan tes cepat molekuler dalam penemuan kasus TB resistan obat untuk itu diperlukan komitmen dalam menanggulangi masalah TB Resistan Obat yaitu dengan memastikan akses dan pemanfaatn alat TCM secara optimal dengan membangun sistem trasportasi spesimen, proses pencatatan dan pelaporan sesuai dengan kebijakan serta memfasilitasi pembentukan jejaring rujukan dalam pemanfaatan alat Tes Cepat Molekuler di Puskemas Pancoran Mas Kota Depok. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perlunya kolaborasi antar pemerintah dan swasta dengan memperkuat District Public Private Mix dalam penemuan kasus serta teritegrasinya proses pencatatan dan pelaporan baik untuk fasilitas kesehatan ke rumah sakit rujukan.

Tuberculosis is a public health problem which is a global challenge. Drug-Resistant Tuberculosis is a serious challenge for controlling tuberculosis cases in Indonesia. The increasing incidence of TB is one of the bases for implementing rapid detection of TB using biomolecular examinations, namely the molecular rapid test. With the existence of TCM tools, it is expected to be able to assist in the rapid discovery of TB diagnoses and to be able to identify resistance to rifampicin simultaneously, so that early initiation of accurate therapy can be given and can reduce the incidence of TB in general. This study uses a qualitative method with a case study approach that aims to see how events can proceed and explore issues or cases by using the case as a specific illustration. The results of this study are evaluating the use of tools with rapid molecular tests in the detection of drug-resistant TB cases, therefore, a commitment is needed in overcoming the problem of drug-resistant TB, namely by ensuring optimal access and use of TCM tools by building a specimen transport system, recording and reporting processes in accordance with policy and facilitate the establishment of a referral network in the use of the Molecular Rapid Test at Puskesmas Pancoran Mas, Depok. The conclusion in this study is the need for collaboration between the government and the private sector by strengthening the District Public Private Mix in case finding and the integration of the recording and reporting processes for both health facilities to referral hospitals.

Read More
T-5847
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Raisa Afni Afifah; Pembimbing: Artha Prabawa; Penguji: Besral, Tri Krianto, Fiena Fithriah, Ratna Diliana Sagala
Abstrak: abstrak Indonesia saat ini menempati peringkat ke-2 sebagai negara dengan beban kasus TB terbesar di dunia, termasuk TB resistan obat. Pengobatan TB resistan obat memiliki periode yang lebih lama dan efek samping yang lebih berat. Keberhasilan pengobatan TB resistan obat di Indonesia juga masih belum optimal yaitu 51% pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan keberhasilan pengobatan TB resistan obat di DKI Jakarta tahun 2014-2015. Desain studi penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan sumber data utama yaitu e-TB manager Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis fasilitas layanan kesehatan dan keteraturan pengobatan merupakan determinan keberhasilan pengobatan TB resistan obat di DKI Jakarta. Upaya peningkatan keberhasilan pengobatan TB resistan obat perlu didukung dengan memperluas layanan pengobatan dan memperkuat kordinasi antara fasyankes rujukan dan satelit. Kata kunci: tuberkulosis; tuberkulosis resistan obat; keberhasilan pengobatan. ABSTRACT Indonesia is currently at 2nd rank as the country with the largest burden of TB cases in the world, including drug-resistant TB. Treatment of drug resistant TB has a longer period and more severe side effects. The success rate of drug-resistant TB treatment also still quite low (51%) in 2016. This study aims to determine the determinants of successful treatment of drug resistant TB in Jakarta in 2014-2015. The study design of this study is a retrospective cohort with the main data source is e-TB manager of DKI Jakarta Health Office. The results showed that the type of health care facility and the regularity of treatment is the determinant of the success of drug resistant TB treatment in DKI Jakarta. Efforts to improve the success of TB drug resistant treatment should be supported by expanding treatment services and strengthening coordination between referral and satellite facilities. Key words: tuberculosis; drug-resistant tuberculosis; successful treatment
Read More
T-5379
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Helmi Suryani Nasution; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Pandu Riono, Sulistyo, RR. Diah Handayani
Abstrak: Salah satu tantangan dalam program TB resistan obat di Indonesia adalahmeningkatnya trend putus berobat. Di tahun 2009, persentase pasien TB resistan obatyang mangkir adalah sebesar 10,5% dan terus mengalami peningkatan di tahun-tahunselanjutnya. Untuk tahun 2013, angka ini meningkat menjadi 28,7%. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian putusberobat pada pasien TB resistan obat di Indonesia tahun 2014-2015. Desain penelitianadalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB resistan obat yangtercatat memulai pengobatan di tahun 2014-2015 dan tercatat di E-TB Manager.Statistik deskriptif, analisis survival dan multivariat digunakan untuk mengetahuipengaruh dari variabel-variabel prediktor terhadap kejadian putus berobat pada kasusTB resistan obat. Dari 2.783 kasus, 30,18% (840) kasus putus berobat. Pada pengobatan< 60 hari, kejadian putus berobat pada pasien berusia 41-84 tahun adalah 1,938 (95%CI,239-3,032) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang berumur 15-40 tahun danpada pengobatan ≥ 60 hari, kejadian putus berobat pada usia 15-40 tahun adalah 1,938(95%CI 1,239-3,030) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang berumur 41-84tahun. Kejadian putus berobat pada kasus TB resistan obat yang kabupaten/kota tempattinggal pasien sama dengan kabupaten/kota di mana fasyankes TB resistan obat beradaadalah 1,672 (95%CI 1,357-2,062) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yangberasal dari kabupaten/kota yang berbeda dengan kabupaten/kota di mana fasyankes TBresistan obat berada. Hubungan interaksi (rate-difference modification) antara tempattinggal pasien dengan letak fasyankes rujukan TB resistan obat dan lama interupsipengobatan dengan kejadian putus berobat pada kasus TB resistan obat padapengobatan < 60 hari adalah positif sementara pada pengobatan ≥ 60 hari adalah negatif.Begitu pula hubungan interaksi antara lama interupsi pengobatan dan dukunganpsikososial.Kata kunci:Putus berobat, default, TB resistan obat, TB MDR.
Read More
T-5166
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nadhira Kannitha Putri; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Syahrizal Syarief, Retno Kusuma Dewi
Abstrak: Penelitian ini melihat hasil pengobatan pasien TB RO serta faktor faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan TB RO di Indonesia pada tahun 2017 sampai 2019 dengan menggunakan desain cross sectional. Menggunakan data pasien dari e-TB Manager berumur ≥15 tahun yang telah menyelesaikan pengobatannya tahun 2017-2019. Terdapat 3822 kasus dengan sembuh sebanyak 35,5%, pengobatan lengkap sebanyak 4,7%, putus berobat sebanyak 32,8%, meninggal sebanyak 17,7%, gagal sebanyak 6,9%, perubahan diagnosis 1,2%, dan lainnya 8%. Jenis kelamin, riwayat pengobatan sebelumnya, aksesibilitas geografis ke fasilitas pelayanan kesehatan secara statitsik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hasil pengobatan. Faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan TB RO adalah usia (PR 1,328; 95% CI 1,773 - 2,332), pasien XDR (PR 1,353; 95% 1,225-1,494), pasien pre XDR (PR 1,234; 95% CI 1,145-1,330) pasien MDR (PR 0,869; 95% CI 0,8110,930), dan interval inisiasi pengobatan >7 hari (PR 1,069; 95% CI 1,002-1,140).
Read More
S-10788
Depok : FKM-UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ririn Ayudiasari; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Syahrizal, Meilina Farikha
Abstrak:
Tren angka putus berobat pada pasien TBC RO cenderung fluktuatif. Angka putus berobat TBC RO pada tahun 2020 sebesar 19%, angka ini menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar 22% dan 2018 sebesar 27%. Angka putus berobat ini memberikan dampak yang besar bagi indikator program tuberkulosis nasional yang secara tidak langsung memengaruhi keberhasilan pengobatan TBC RO yang belum mencapai target 80%. Penelitian terdahulu menyebutkan kejadian putus berobat ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Akan tetapi, penyebab pasti dari kejadian putus berobat pasien TBC RO di Indonesia belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia Tahun 2022-2023. Sampel penelitian ini adalah semua kasus pasien TBC RO di Indonesia yang memulai pengobatan pada tahun 2022-2023 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan dinyatakan sembuh, pengobatan lengkap, dan putus berobat pada Mei 2024. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status HIV, status DM, jenis resistansi, kategori panduan OAT, dan jenis fasyankes terhadap kejadian putus berobat pada pasien TBC RO. Sedangkan faktor riwayat pengobatan dan wilayah fasyankes tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian putus berobat. Perluasan fasyankes pelaksana layanan TBC RO dan kolaborasi antara fasyankes dan komunitas TB dalam melakukan pendampingan dan memberikan dukungan psikososial dapat membantu mencegah terjadinya kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia.

The trend of treatment loss to follow up (LTFU) rates in DR-TB patients tends to fluctuate. The DR-TB treatment LTFU 2020 was 19%, this number decreased compared to 2019 of 22% and 2018 of 27%. LTFU have a major impact on national TB programme indicators, which indirectly affect the success of DR-TB treatment, which has not yet reached the 80% target. Previous studies have found that LTFU is influenced by individual characteristics, behavioural factors, and environmental factors. However, the exact causes of LTFU among DR-TB patients in Indonesia are still unknown. This study aims to find out what factors are associated with the incidence of LTFU in patients with DR-TB in Indonesia in 2022-2023. The sample of this study was all DR-TB patients in Indonesia who started treatment in 2022-2023 and had the final results of treatment declared cured, complete treatment, and LTFU in May 2024. The results showed that there was an association between age, gender, HIV status, DM status, type of resistance, OAT guideline category, and type of health facility with LTFU in patients with DR-TB. Meanwhile, the treatment history and health facility region did not show a significant association with LTFU. Expansion of health facilities providing DR-TB treatment and collaboration between health facilities and TB communities in assisting and providing psychosocial support can help prevent LTFU among patients with DR-TB in Indonesia.
Read More
S-11668
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Indri Rizkiyani; Pembimbing: Syahrizal; Penguji: Trisari Anggondowati, Sulistyo
Abstrak:
Capaian inisiasi pengobatan TBC RO di Indonesia pada tahun 2022 masih rendah yaitu 65% dibandingkan target nasional yaitu 93%. Selain itu, tren inisiasi pengobatan TBC RO dalam 5 tahun ke belakang meningkat, tetapi rata-rata pasien yang tidak berobat masih rendah yaitu >35%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pasien terdiagnosis TBC RO yang tidak berobat di Indonesia tahun 2022 dengan menggunakan desain studi kohort retrospektif dan data sekunder nasional dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Analisis multivariat dilakukan dengan pemodelan prediksi yang bertujuan untuk memperoleh model yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian inisiasi pengobatan dengan menggunakan cox regression. Sampel penelitan adalah semua pasien terdiagnosis TBC RO yang tercatat di register TB 06 SITB tahun 2022 (total sampling) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 11.589 pasien TBC RO yang eligible menjadi sampel penelitian, sebanyak 3.482 pasien TBC RO (30%) yang tidak inisiasi pengobatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian pasien pasien TBC RO tidak inisiasi pengobatan di Indonesia tahun 2022 adalah usia, riwayat pengobatan TBC, ketersediaan layanan TBC RO, dan wilayah dampingan komunitas. Perluasan akses pengobatan TBC RO dan penguatan pendampingan dari komunitas menjadi faktor penting untuk meningkatkan inisiasi pengobatan TBC RO, sehingga dapat menurunkan risiko penularan TBC RO di masyarakat.

Low achievement of drug-resistant TB treatment initiation in Indonesia (65%) compared to the national target (93%) in 2022. The trend of drug-resistant TB treatment initiation in the past 5 years has increased, but the average number of pre-treatement lost to follow up is more than 35%. The aim of this study is to determine the factors related to drug-resistant TB patients not initiating treatment in Indonesia year 2022 using a retrospective cohort study design and secondary data from the national Tuberculosis Information System (SITB). Multivariate analysis was carried out using predictive modeling which aims to obtain a model that is considered the best for predicting the incidence of treatment initiation using cox regression. The research sample was all patients diagnosed with drug-resistant TB recorded in the TB 06 register in SITB year 2022 (total sampling) who met the inclusion and exclusion criteria. Out of the 11,589 drug-resistant TB patients who were eligible as research samples, 3.482 RO TB patients (30%) did not initiate treatment. The results of the multivariate analysis showed that the factors associated with the incidence of drug-resistant TB patients not initiating treatment are age, history of TB treatment, availability of drug-resistant services, and community support areas. Expanding access to drug-resistant TB treatment and strengthening assistance from the community are important factors in increasing the initiation of drug-resistant TB treatment as well as reducing the risk of drug-resistant transmission in the community.
Read More
T-6997
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rahma Dewi Handari; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Soewarta Kosen
Abstrak:
Tuberkulosis resistan obat (TB RO) menjadi tantangan utama kesehatan global, dengan Indonesia sebagai salah satu dari 7 negara dengan beban kasus TB RO tertinggi dengan insiden rate 10 per 100.000 orang-tahun. Keberhasilan pengobatan TB RO secara nasional rendah sebesar 51% dengan angka kematian pasien TB RO cukup tinggi sebesar 20%. Infeksi HIV pada pasien TB RO memperburuk kondisi klinis, meningkatkan risiko kegagalan pengobatan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mortality rate dan perbedaan probabilitas survival antara pasien TB RO dengan komorbid HIV dan tanpa komorbid HIV, dan mengetahui hubungan komorbid HIV dengan kematian pasien TB RO dewasa di Indonesia tahun 2021-2022. Penelitian dilakukan dengan desain studi kohort restrospektif menggunakan data sekunder SITB Nasional Kemenkes tahun 2021-2022. Analisis data dilakukan menggunakan survival Kaplan Meier dan cox regression dengan ukuran asosiasi Hazard Ratio (HR). Terdapat 7172 pasien TB RO eligible yang dijadikan sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan mortality rate pasien TB RO dewasa yang memiliki komorbid HIV (14,191 per 10.000 orang-hari) lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa yang tidak memiliki komorbid HIV (4,776 per 10.000 orang-hari). Probabilitas kumulatif survival pasien TB RO dewasa yang memiliki komorbid HIV (41,89%) secara signifikan lebih rendah dibandingkan probabilitas kumulatif survival pasien TB RO dewasa yang tidak memiliki komorbid HIV (78,32%). Pasien TB RO dewasa dengan komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka panjang memiliki risiko kematian 6,66 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa tanpa komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek (HR adjust:6,66, 95%CI:4,96-8,96). Pasien TB RO dewasa dengan komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek memiliki risiko kematian 6,02 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa tanpa komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek (HRadjust:6,02, 95%CI:3,89-9,31). Komorbid HIV secara signifikan meningkatkan risiko kematian pasien TB RO selama pengobatan. Tatalaksana pengobatan TB RO dan infeksi HIV yang tepat diperlukan untuk menurunkan risiko kematian pasien TB RO selama pengobatan.

Drug-resistant tuberculosis (DR TB) is a major global health challenge, Indonesia is one of 7 countries with the highest burden of DR TB cases with an incidence rate of 10 per 100.000 persons per year. The success of DR TB treatment nationally is low at 51% with the proportion of mortality high at 20%. HIV infection in DR TB patients worsens the condition, increasing the risk of treatment failure and death. The purpose of this study is to determine the mortality rate and the difference in survival probability between comorbid HIV patients and noncomorbid HIV patients and to determine the relationship between comorbid HIV and death in adult DR TB patients in Indonesia in 2021-2022. The design of this study was a retrospective cohort study using secondary data on SITB national DR TB cases that started treatment in 2021-2022. Data analysis was performed using survival Kaplan Meier and Cox regression to obtain hazard ratio (HR). There were 7172 patients as eligible patients who became the research sample. The results showed that the mortality rate for adult DR TB patients who had comorbid HIV (14,191 per 10,000 person days) was higher than adult DR TB patients without comorbid HIV (4,776 per 10,000 person days). The cumulative probability of survival of adult DR TB patients with comorbid HIV (41.89%) is significantly lower than the cumulative probability of survival of adult RO TB patients without comorbid HIV infection (78.32%). Adult DR TB patients with comorbid HIV who used long-term TB regimens have a 6,66 times higher risk of death than adult DR TB patients without comorbid HIV who used short-term TB regimens (adjusted HR: 6,66 95%CI: 4,96-8,96). Adult DR TB patients with comorbid HIV who used a short-term TB regimen have a 6.02 times higher risk of death than adult DR TB patients without comorbid HIV who used a short-term TB regimen (adjusted HR: 6.02, 95%CI:3.89-9.31).Comorbid HIV significantly increased the the risk of death during treatment. Appropriate DR TB and HIV treatment management is needed to reduce the risk of DR TB patient death during treatment.
Read More
T-6937
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shena Masyita Deviernur; Pembimbing: Nurhayati Adnan; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Trisari Anggondowati, Sulistyo dan Meilina Farikha
Abstrak:
Proporsi pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) yang memiliki hasil akhir pengobatan meninggal meningkat di tahun 2021 menjadi 19%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB RO yang memulai pengobatan tahun 2020-2021 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan hingga Mei 2023 dan tercatat pada Sistem Informasi Tuberkulosis. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, survival dengan menggunakan Kaplan Meier, dan multivariat dengan menggunakan cox regression. Jumlah sampel penelitian adalah 7.515. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 19,39% pasien meninggal dengan laju kejadian keseluruhan adalah 6 per 10.000 orang hari dan probabilitas kumulatif survival sebesar 73%. Analisis multivariat menunjukkan Faktor – faktor yang mempengaruhi kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia adalah kelompok umur 45-65 (HR 1,519; 95% CI 1,275-1,809) tahun dan 65+ (HR 3,170; 95% CI 2,512-4,001), wilayah fasyankes Jawa-Bali (HR 1,474; 95% CI 1,267-1,714), koinfeksi HIV (HR 3,493; 95% CI 2,785-4,379), tidak mengetahui status HIV (HR 1,655; 95% CI 1,474-1,858) memiliki riwayat pengobatan (HR 1,244; 95% CI 1,117-1,385), tidak konversi ≤3 bulan (HR 4,435; 95% CI 3,920-5,017), paduan pengobatan LTR (1,759; 95% CI 1,559-1,985), kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat 1-30 hari (HR 0,844; 95% CI 0,748-0,953) dan kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat >30 hari (HR 0,318; 95% CI 0,273-0,370).

The proportion of drug-resistant tuberculosis (RO-TB) patients who have the final outcome of treatment will die in 2021 to 19%. The purpose of this study was to determine the risk factors for death of TB RO patients during the treatment period in Indonesia. The design of this study was a retrospective cohort using data on TB RO cases that started treatment in 2020-2021 and had final treatment results until May 2023 and were recorded in the Tuberculosis Information System. The analysis used in this study is descriptive analysis, survival using Kaplan Meier, and multivariate using cox regression. The number of research samples is 7,515. The results of this study showed that 19.39% of patients died with an overall incidence rate of 6 per 10,000 person days and a cumulative probability of survival of 73%. Multivariate analysis shows that the factors that influence the death of TB RO patients during the period of treatment in Indonesia are the age group 45-65 (HR 1.519; 95% CI 1.275-1.809) years and 65+ (HR 3.170; 95% CI 2.512-4.001), health facilities area Java-Bali (HR 1.474; 95% CI 1.267-1.714), HIV coinfection (HR 3.493; 95% CI 2.785-4.379), do not know HIV status (HR 1.655; 95% CI 1.474-1.858) have a history of treatment ( HR 1.244; 95% CI 1.117-1.385), no conversion ≤3 months (HR 4.435; 95% CI 3.920-5.017), mixed treatment LTR (1.759; 95% CI 1.559-1.985), treatment adherence in non-medication group 1 -30 days (HR 0.844; 95% CI 0.748-0.953) and medication adherence in the non-medication group >30 days (HR 0.318; 95% CI 0.273-0.370).
Read More
T-6699
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yoana Anandita; Pembimbing: Tri Krianto; Penguji: Dien Anshari, Evi Martha, Iwan Ridwanullah, Ani Herna Sari
Abstrak:

Tesis ini mengeksplorasi tentang pemberian dukungan sosial kepada pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TBC RO) oleh penyintas di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG), salah satu pusat rujukan pelayanan TBC RO. Penelitian ini mengkaji program dukungan pasien yang diinisiasi oleh kelompok penyintas TB Terjang sejak 2019. Menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif, data dikumpulkan pada Mei 2023 melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini melibatkan 14 (empat belas) informan, meliputi Patient Supporter (PS), Manajer Kasus (MK), Perawat, dan pasien TB Resistan Obat. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa mekanisme dukungan sosial yang diberikan PS sebagai penyintas kepada pasien TBC RO di RSPG sudah berjalan, dirasakan manfaatnya baik bagi pasien maupun penyedia layanan kesehatan. Namun, penguatan dalam koordinasi dan forum evaluasi formal diperlukan untuk implementasi yang optimal. Anggaran kegiatan pendampingan bergantung sepenuhnya pada dukungan donor. Peran PS dalam pendampingan pasien berfokus pada pemberian dukungan sosial kepada pasien dan keluarganya. Berbagai bentuk dukungan sosial diidentifikasi, termasuk dukungan emosional, instrumental, informasi, penilaian (appraisal), penghargaan, jaringan, tenaga kerja dan waktu, pengurangan stigma dan diskriminasi, pemantauan pengobatan, bantuan paralegal, dan dukungan kesehatan mental. Penelitian ini menyoroti pentingnya dukungan sosial yang digerakkan oleh penyintas TBC RO untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengalaman baik bagi pasien. Peningkatan mekanisme koordinasi dan evaluasi akan semakin meningkatkan efektivitas program. Dengan mengenali peran para penyintas dan menangani kebutuhan dukungan mereka, fasilitas layanan kesehatan dapat mengembangkan pendekatan komprehensif untuk perawatan dan pengelolaan TBC RO.


 

This thesis, review the provision of social support to drug-resistant tuberculosis (DRTB) patients by survivors at Dr. M. Goenawan Partowidigdo Lung Hospital (RSPG), a referral center for DRTB service. The study examines patient support programs initiated by a TB survivors’ group Terjang since 2019. Employing a qualitative case study approach, data was collected in May 2023 through in-depth interviews, observations, and document reviews. The research involved 14 informants, including Patient Supporters (PS), Case Managers (MK), Nurses, and Drug Resistant TB patients. The study findings reveal that the mechanism of social support provided by PS as survivor to TB patients at RSPG has been implemented, benefiting both patients and healthcare providers. However, improvements in coordination and formal evaluation forums are necessary for optimal implementation. The program's budget relies entirely on donor support. PS's role in patient accompaniment focuses on providing social support to patients and their families. Various forms of social support were identified, including emotional, instrumental, informational, appraisal, appreciation, network, labor and time support, stigma and discrimination reduction, treatment monitoring, paralegal assistance, and mental health support. This research highlights the importance of survivor-driven social support in improving the well-being and experiences of drug-resistant TB patients. Enhancing coordination and evaluation mechanisms will further enhance the program's effectiveness. By recognizing the role of survivors and addressing their support needs, healthcare institutions can develop comprehensive approaches to TB care and management. .

 

 

Read More
T-6690
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maria Regina Loprang; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Helda, Tri Yunis Miko Wahyono, RR Diah Handayani, Sulistyo
Abstrak:
Tuberkulosis resisten obat (TBC RO) tetap menjadi hambatan utama dalam eliminasi tuberkulosis, dengan Indonesia menempati peringkat ketiga dalam beban TBC RO secara global. Dari perkiraan 30.000 kasus baru setiap tahun, hanya 39% yang terdiagnosis dan dilaporkan, dengan tingkat keberhasilan pengobatan yang rendah sebesar 57%. Penelitian ini menganalisis faktor risiko kematian pada pasien TBC RO yang menggunakan paduan pengobatan jangka pendek (STR) di Indonesia selama 2020–2022 dengan desain kohort retrospektif dan analisis survival menggunakan data SITB. Temuan utama mengidentifikasi usia lanjut (≥65 tahun), koinfeksi HIV tanpa ART, riwayat pengobatan ulang, keterlambatan memulai pengobatan (>3 bulan), dan rejimen berbasis suntikan STR sebagai faktor risiko kematian yang signifikan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (87,37%) ditemukan pada pasien yang memulai pengobatan dalam 2–4 minggu setelah diagnosis dan terendah (77,36%) pada mereka yang menunda pengobatan lebih dari tiga bulan. Koinfeksi HIV tanpa ART menjadi faktor risiko terkuat, meningkatkan risiko kematian hingga sepuluh kali lipat, sementara usia lanjut meningkatkan risiko 3,67 kali dibandingkan kelompok usia yang lebih muda. Temuan ini menegaskan pentingnya diagnosis dan pengobatan tepat waktu, khususnya bagi kelompok berisiko tinggi.

Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) remains a critical barrier to tuberculosis elimination, with Indonesia ranking third globally in DR-TB burden. Despite an estimated 30,000 new cases annually, only 39% are diagnosed and reported, with a low treatment success rate of 57%. This study analyzed mortality risk factors among DR-TB patients treated with shorter treatment regimens (STR) in Indonesia from 2020 to 2022 using retrospective cohort and survival analyses of SITB data. Key findings identified older age (≥65 years), HIV co-infection without ART, re-treatment history, delayed treatment initiation (>3 months), and STR injection-based regimens as significant mortality risk factors. Survival was highest (87.37%) among patients starting treatment within 2–4 weeks of diagnosis and lowest (77.36%) for those delaying beyond three months. HIV co-infection without ART posed the strongest risk, increasing mortality tenfold, while advanced age raised the risk 3.67 times compared to younger cohorts. These findings underscore the need for timely diagnosis and treatment, particularly for high-risk groups
Read More
T-7436
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive