Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Sunil S. Solomon ... [et al.]
AJE Vol.178, No.2
Oxford : Oxford University Press, 2013
Indeks Artikel Jurnal-Majalah Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Meili Yana; Pembimbing: Dwi Gayatri; Penguji: Tri Yunis Miko, Fatcha Nuraliyah
Abstrak:
Perilaku lelaki berhubungan seks tidak aman dengan lelaki merupakan perilaku yang cenderung tertutup dan sulit ditemui di populasi umum, dengan jumlah kaum LSL yang semakin meningkat dan prevalensi HIV dan IMS masihtinggi di kalangan LSL, penelitian terkait HIV pada LSL masih belum banyak ditemui di Indonesia, serta kejadian HIV yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang timbul dengan berbagai faktor.Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan data sekunder Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) di Indonesia Tahun 2011, Variabeldependen adalah kejadian HIV (+) dan variabel independennya meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan), pengetahuan mengenai HIV-AIDS, perilaku (perilaku seksual dengan pasangan seks tetap, konsumsi napza, merasa berisiko tertular, riwayat mengalami gejala IMS), dan layanan klinik VCT. Analisis data yang dilakukan adalah analisisunivariat dan analisis bivariat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi LSL yang mengalami statusHIV(+) sebesar 8,5%, rata-rata umur LSL yaitu 29 tahun, sebagian besar LSL berpendidikan SMU/sederajat sebesar 52%, sebagian besar bekerja sebagaikaryawan sebesar 32,4%, dengan status belum kawin sebesar 77,5%. ProporsiLSL yang memiliki pasangan tetap sebesar 56,3%. Sebagian besar LSL tidakmengkonsumsi napza sebesar 89,6%, merasa berisiko tertular 64,5% dan sebesar30,7% LSL pernah mengalami gejala IMS, serta sebagian besar reponden tidak dirujuk ke layanan VCT sebesar 77,2%.Faktor-faktor yang ada hubungan bermakna dengan kejadian HIV (+) pada LSL adalah tingkat pendidikan, status belum kawin dibandingkan dengan status kawin, bekerja disalon/panti pijat yang dibandingkan karyawan, merasa berisikotertular, dan layanan klinik VCT.
Kata Kunci : STBP, Lelaki suka Seks dengan Lelaki, HIV-AIDS
Read More
Kata Kunci : STBP, Lelaki suka Seks dengan Lelaki, HIV-AIDS
S-8105
Depok : FKM UI, 2014
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ferry Febriansyah; Pembimbing: Rita Damayanti; Penguji: Modastri Korib Sudaryo, Iwan Ariawan, Heru Suparno, Nujannah
Abstrak:
Perkembangan jumlah kasus infeksi HIV pada kelompok berisiko Lelaki SeksLelaki (LSL) di Kota Bogor semakin mengkhawatirkan setiap tahunnya. Perilakuseksual berisiko pada LSL dipengaruhi oleh berbagai faktor. Model KepercayaanKesehatan sebagai konsep dalam berbagai penelitian kesehatan, telah banyakdilakukan termasuk penelitian tentang perilaku penggunaan kondom sebagaiupaya pencegahan HIV. Meskipun hasilnya sangat beragam, namun nampaksejumlah bukti tentang hubungan yang signifikan antara persepsi berisiko,manfaat dan hambatan serta self efficacy terhadap penggunaan kondom. Tujuanpenelitian untuk mengetahui faktor penentu terbesar perilaku penggunaan kondomdengan konstruksi Model Kepercayaan Kesehatan dibandingkan dengan faktoryang lainnya. Desain studi cross-sectional dengan pengumpulan datamenggunakan teknik respondent driven sampling. Item kuesioner terdiri atas 41pertanyaan berdasarkan konstruksi Model Kepercayaan Kesehatan yang diperolehdari 133 responden. Hasil penelitian uji regresi logistik ganda menunjukanpersepsi berisiko tertular HIV memiliki hubungan dengan perilaku penggunaankondom dibandingkan dengan faktor yang lainnya. Kesimpulan. persepsi berisikotertular HIV memiliki pengaruh yang paling besar terhadap penggunaan kondom,maka program intervensi pencegahan HIV di kalangan lelaki seks lelaki perluditekankan kepada perubahan persepsi diantaranya dapat dilakukan dengankomunikasi interpersonal (peer group discussion).Kata kunci: Model Kepercayaan Kesehatan, Kondom, Lelaki Seks Lelaki, HIV.
The number cases of HIV infection in risk groups Men Who have Sex with Men(MSM) in Bogor increasingly concerned each year. Sexual risk behavior in MSMis influenced by various factors. Health Belief Model as a concept in healthresearch has done many research on behavior including use of condoms as an HIVprevention efforts. Although results have varied, support for significantrelationship between perception risk of HIV, benefits and barriers and selfefficacy of condoms use are apparent. The aim of study is to find determiningfactor of condom use behavior with Health Belief Model construction comparedwith other factors. Cross-sectional method with collecting data using respondentdriven sampling technique. Item questionnaire consisting 41 questions based onthe construction of Health Belief Model obtained from 133 respondents. Theresults of multiple logistic regressions found significant only perception risk ofHIV than other factors. Conclusion. Perception risk of HIV is the biggestdetermines factor of condoms use, therefore interventions program of HIVprevention among MSM should be emphasized to change perception risk of HIVsuggested with interpersonal communication (peer group discussion).Key words: Health Belief Model, Condom, Men who have Sex with Men (MSM),HIV.
Read More
The number cases of HIV infection in risk groups Men Who have Sex with Men(MSM) in Bogor increasingly concerned each year. Sexual risk behavior in MSMis influenced by various factors. Health Belief Model as a concept in healthresearch has done many research on behavior including use of condoms as an HIVprevention efforts. Although results have varied, support for significantrelationship between perception risk of HIV, benefits and barriers and selfefficacy of condoms use are apparent. The aim of study is to find determiningfactor of condom use behavior with Health Belief Model construction comparedwith other factors. Cross-sectional method with collecting data using respondentdriven sampling technique. Item questionnaire consisting 41 questions based onthe construction of Health Belief Model obtained from 133 respondents. Theresults of multiple logistic regressions found significant only perception risk ofHIV than other factors. Conclusion. Perception risk of HIV is the biggestdetermines factor of condoms use, therefore interventions program of HIVprevention among MSM should be emphasized to change perception risk of HIVsuggested with interpersonal communication (peer group discussion).Key words: Health Belief Model, Condom, Men who have Sex with Men (MSM),HIV.
T-4648
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Nadya Hanna Talitha Sidabutar; Pembimbing: Ella Nurlaella Hadi; Penguji: Sutanto Priyo Hastono, Pranti Sri Mulyani, Yemima Ester
Abstrak:
Read More
Sejak epidemi pertama pada 1980-an, HIV masih menjadi masalah kesehatan global hingga kini. Di Indonesia, epidemi HIV terkonsentrasi di populasi kunci, terutama pada lelaki seks lelaki (LSL). Meskipun prevalensi HIV pada LSL tinggi, masih sangat sedikit hal yang diketahui terkait kelompok LSL usia muda (15-24 tahun) di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan status HIV setelah dikontrol variabel kovariat pada 1.357 LSL usia muda yang menjadi responden STBP 2018/2019 di 19 kabupaten/kota di Indonesia. Konsistensi penggunaan kondom oleh LSL usia muda di Indonesia sebesar 37,7%. Sebanyak 15% LSL usia muda positif antibodi HIV; angka ini 50 kali lebih besar dari prevalensi HIV nasional di populasi umum. Terdapat hubungan antara konsistensi penggunaan kondom dengan status HIV setelah dikontrol umur (p=0,013). LSL usia muda yang tidak konsisten menggunakan kondom berisiko 1,56 kali untuk terinfeksi HIV dibandingkan LSL yang konsisten menggunakan kondom setelah dikontrol oleh umur (95% CI: 1,1-2,22); dimana LSL berumur 20-24 tahun yang tidak konsisten menggunakan kondom lebih berisiko terinfeksi HIV dibandingkan LSL berumur 15-19 tahun yang tidak konsisten menggunakan kondom. Tindakan segera diperlukan untuk merespon fenomena ini dan mengurangi kontribusi signifikan LSL usia muda terhadap epidemi HIV di Indonesia. Pesan pencegahan HIV harus menekankan bahaya penggunaan kondom tidak konsisten, terutama ketika sering berganti pasangan seksual. Program intervensi HIV yang ditujukan bagi LSL usia muda juga sebaiknya mengeksplorasi sikap mereka terhadap penggunaan kondom, melatih keterampilan bernegosiasi dengan pasangan, menjelaskan cara mengurangi rasa takut/malu dalam membeli serta mengajak pasangan menggunakan kondom, dan mempromosikan tes HIV secara berpasangan.
Since the first epidemic in the 1980s, HIV remains a global health issue today. In Indonesia, the HIV epidemic is concentrated in key populations, particularly among men who have sex with men (MSM). Despite the high prevalence of HIV among MSM, very little is known about young MSM (ages 15-24) in Indonesia. This study aimed to analyze the relationship between condom use consistency and HIV status, controlling for covariates among 1,357 young MSM respondents from the IBBS 2018/2019 in 19 districts/cities in Indonesia. Consistent condom use among young MSM in Indonesia is 37.7%. A total of 15% of young MSM tested positive for HIV antibodies; this rate is 50 times higher than the national HIV prevalence in general population. There is an association between consistent condom use and HIV status after controlling for age (p=0.013). Young MSM who do not consistently use condoms are 1.56 times more likely to be infected with HIV compared to those who do, after controlling for age (95% CI: 1.1-2.22). Among those aged 20-24, inconsistent condom use poses a higher risk of HIV infection compared to those aged 15-19. Immediate action is needed to address this phenomenon and reduce the significant contribution of young MSM to the HIV epidemic in Indonesia. HIV prevention messages must emphasize the dangers of inconsistent condom use, especially with frequent partner changes. HIV intervention programs for young MSM should explore their attitudes towards condom use, train negotiation skills with partners, explain how to reduce fear/shame in purchasing and encouraging partners to use condoms, and promote couple-based HIV testing.
T-6929
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Firda Azizah Ahmad; Pembimbing: Caroline Endah Wuryaningsih; Penguji: Dien Anshari, Syarah Desvania
Abstrak:
Read More
Latar belakang: Pemerintah DKI Jakarta melakukan berbagai upaya untuk mengatasi HIV/AIDS melalui berbagai inisiatif: layanan tes HIV, pengobatan PrEP, dan kondom gratis. LSL di wilayah ini masih menghadapi tantangan dalam mengakses kondom gratis. Perilaku berganti-ganti pasangan melalui aplikasi meningkatkan risiko hubungan seksual tanpa kondom, yang berpotensi menyebabkan penularan HIV/AIDS yang lebih tinggi. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS, khususnya konsistensi penggunaan kondom pada LSL di DKI Jakarta. Metode: Studi cross-sectional melalui kuesioner pada bulan November 2023 melibatkan 208 responden, mengetahui konsistensi penggunaan kondom, pengetahuan tentang HIV, dan persepsi pencegahan HIV/AIDS. Pengetahuan terkait HIV dinilai dengan menggunakan kuesioner HIV-K18 dan teori Health Belief Model. Menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan p-value <0,05 dianggap signifikan. Hasil: Di antara 189 responden yang memenuhi syarat, tingkat seks aman dengan menggunakan adalah 54,5%. Responden yang memiliki persepsi keparahan (p-value 0,035), persepsi manfaat (p-value 0,006), persepsi hambatan (p-value 0,039), dan efikasi diri (p-value 0,015) yang lebih tinggi lebih cenderung menerapkan perilaku seks aman menggunakan kondom. Kesimpulan: Sebagian besar LSL di DKI Jakarta masih berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS karena tidak menerapkan perilaku seks aman. Pemerintah perlu merancang program edukasi yang lebih spesifik dan relevan dengan konteks LSL, serta memastikan distribusi kondom gratis yang mudah diakses untuk mengatasi masalah ini.
Background: Despite the Jakarta government's efforts to address HIV/AIDS through various initiatives: HIV testing services, availability of PrEP treatment, and distribution of free condoms. MSM in the region still face challenges in accessing free condoms. The common practice of changing partners through applications increases the risk of unprotected sexual encounters, potentially leading to higher HIV/AIDS transmission. This study examined the factors influencing HIV/AIDS prevention behaviour, specifically condom use among MSM in DKI Jakarta. Methods: A cross-sectional survey was conducted in November 2023 with 208 respondents to assess condom use consistency, HIV knowledge, and perceptions of HIV/AIDS prevention. HIV-related knowledge was assessed using the HIV-K18 questionnaire and the Health Belief Model theory. Univariate and bivariate analyses were used and p-value < 0,05 was considered significant. Result: Among the 189 qualified respondents, the rate of safe sex with the use of a condom was 54.5%. Participants with higher scores on perceived susceptibility (p-value 0,035), perceived benefit (p-value 0,006), perceived barrier (p-value 0,039) and self-efficacy (p-value 0,015) were more likely to report adopting safe sex by using condoms. Conclusion: A significant number of MSM in DKI Jakarta remain at high risk of HIV/AIDS infection due to unsafe sex. The government should design more specific and contextualised education programmes for MSM and ensure that free condoms are easily accessible to address this public health concern.
S-11516
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Maudy Pratiwi Arfi; Pembimbing: Ella Nurlaela Hadi; Penguji: Tiara Amelia, Juni Astaty Nainggolan
Abstrak:
Read More
Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2018 menunjukkan bahwa banyak Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang tidak mengetahui status HIV-nya. Hal ini menandakan bahwa masih banyak LSL yang belum melakukan skrining IMS dan HIV. Hingga tahun 2019, DKI Jakarta menduduki posisi kedua terbanyak untuk jumlah infeksi HIV di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran perilaku skrining IMS dan HIV pada LSL di wilayah binaan Yayasan X di Jakarta berdasarkan teori Health Belief Model. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan desain rapid assessment procedure (RAP) untuk mengeskplor secara cepat dan mendalam mengenai gambaran perilaku skrining IMS pada LSL di Jakarta. Penelitian ini menggunakan data primer dengan metode wawancara mendalam (in-depth interview). Hasil penelitian menunjukkan bahwa LSL yang pernah melakukan skrining IMS dan HIV melakukan skrining minimal setahun sekali, namun sebagian besar masih belum rutin melakukan skrining IMS dan HIV dalam tiga bulan sekali. Sebagian besar LSL menyatakan bahwa isyarat berindak yang mendorong perilaku skrining IMS dan HIV ialah tanda dan gejala yang dialami oleh LSL. Kesadaran LSL untuk melakukan skrining IMS dan HIV sebelum muncul tanda dan gejala masih sangat kurang. Persepsi kerentanan akan risiko tinggi tertular IMS dan HIV hingga persepsi manfaat yang baik yang dirasakan oleh LSL masih belum mampu mendorong LSL untuk memeriksakan status IMS dan HIV-nya secara rutin. Oleh karena itu, kepada penyedia layanan skrining IMS dan HIV seperti puskesmas tingkat kecamatan, klinik, LSM, hingga masyarakat umum diharapkan dapat bekerja sama untuk meningkatkan cakupan skrining IMS dan HIV pada LSL di DKI Jakarta. Kata kunci: lelaki seks lelaki; skrining; IMS dan HIV; health belief model
The results of the 2018 Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS) show that many men who have sex with men (MSM) do not know their HIV status. This indicates that there are still many MSM who have not screened for STIs and HIV. Until 2019, DKI Jakarta Province occupied the second highest position for the number of HIV infections in Indonesia. The aim of this study was to describe the behavior of STI and HIV screening in MSM in the target area of Yayasan X in Jakarta based on the theory of the Health Belief Model. This study used a qualitative approach with the research design being the rapid assessment procedure (RAP) because it wanted to explore quickly and in depth the description of STI screening behavior in MSM in Jakarta. This study uses primary data with data collection methods through in-depth interviews with key informants and key informants. The results showed that MSM who had screened for STIs and HIV conducted screening at least once a year, but most still did not routinely screen for STIs and HIV once every three months. Most MSM stated that the cues for action that drive STI and HIV screening behavior were the signs and symptoms experienced by MSM. MSM awareness to screen for STIs and HIV before signs and symptoms appear is still lacking. Perceptions of vulnerability to the high risk of contracting STIs and HIV to the perceived good benefits experienced by MSM are still not able to encourage MSM to have their STI and HIV status checked routinely. Therefore, it is hoped that STI and HIV screening service providers such as sub-district health centers, clinics, NGOs, and the general public can work together to increase the scope of STI and HIV screening for MSM in DKI Jakarta. Keywords: MSM (men who have sex with men); screening; STI and HIV; health belief model
S-11428
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
