Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Raditha Cahyani Isty Ningdiyah; Pembimbing: Haryoto Kusno Putranto; Penguji: Ririn Arminsih Wulandari, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Sampah merupakan sisa dari suatu kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang berwujud padat, keberhasilan pengelolaan sampah berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan segala bentuk keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah mulai dari proses prencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor sosiodemografi, pengetahuan, dan faktor eksternal terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Kelurahan Batu Ampar, Jakarta Timur pada tahun 2023. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan metode penelitian cross sectional dengan teknik pengambilan sampel stratified random sampling. Setelah dilakukan perhitungan besar sampel minimum menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi (Lemeshow, 1990) didapatkan besar sampel minimum sebanyak 114 sampel. Hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas rumah tangga di Kelurahan Batu Ampar telah memiliki tingkat partisipasi tinggi dalam pengelolaan sampah rumah tangga yaitu sebanyak 60 responden (52,6%), dimana 54 responden lainnya (47,4%) memiliki tingkat partisipasi rendah dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Pada penelitian juga dinyatakan bahwa terdapat faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi pengelolaan sampah rumah tangga yaitu faktor sosiodemografi dan faktor eksternal. Faktor sosiodemografi yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi masyarakat adalah usia (nilai p 0,009; OR 10,26), sedangkan faktor eksternal yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi masyarakat adalah dukungan tokoh masyarakat (nilai p 0,002; OR 3,39). Untuk faktor sosiodemografi seperti jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan; pengetahuan; dan faktor eksternal berupa sarana prasarana tidak memiliki hubungan dengan partisipasi masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel usia dan dukungan tokoh masyarakat memiliki hubungan yang signifikan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
Waste is the residue of daily human activities and natural processes in solid form, the success of waste management is related to the level of community participation. Community participation is all forms of community involvement in waste management starting from the process of planning, implementation, to evaluation. The aim pf this research is to analyze the relationship between sociodemographic factors, knowledge, and external factors on community participation in household waste management in Batu Ampar Subdistrict, East Jakarta, in the year 2023. This study employs an analytic survey method using a cross-sectional research design with stratified random sampling as the sampling technique. After calculating the minimum sample size using the hypothesis test formula for the difference in proportions (Lemeshow, 1990), the minimum sample size was determined to be 114 samples. The research result indicated that majority of households in Batu Ampar Subdistrict have a high level of participation in household waste management, with 60 respondents (52,6%), while the remaining 54 respondents (47,4%) have a low level of participation. The study also states that there are factors significantly associated with household waste management participation, namely sociodemographic and external factors. Sociodemographic factors significantly associated with community participation are age (p-value 0,009; OR 10,26), while the external factors significantly associated with community participation is community leader support (p-value 0,002; OR 3,39). Sociodemographic factors such as gender, education, occupation, and income; knowledge; and external factors such as facilities do not have significant relationship with community participation. In conclusion, age and community leader support variable are significantly associated with community participation in household waste management.
Read More
Sampah merupakan sisa dari suatu kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang berwujud padat, keberhasilan pengelolaan sampah berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan segala bentuk keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah mulai dari proses prencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor sosiodemografi, pengetahuan, dan faktor eksternal terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Kelurahan Batu Ampar, Jakarta Timur pada tahun 2023. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan metode penelitian cross sectional dengan teknik pengambilan sampel stratified random sampling. Setelah dilakukan perhitungan besar sampel minimum menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi (Lemeshow, 1990) didapatkan besar sampel minimum sebanyak 114 sampel. Hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas rumah tangga di Kelurahan Batu Ampar telah memiliki tingkat partisipasi tinggi dalam pengelolaan sampah rumah tangga yaitu sebanyak 60 responden (52,6%), dimana 54 responden lainnya (47,4%) memiliki tingkat partisipasi rendah dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Pada penelitian juga dinyatakan bahwa terdapat faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi pengelolaan sampah rumah tangga yaitu faktor sosiodemografi dan faktor eksternal. Faktor sosiodemografi yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi masyarakat adalah usia (nilai p 0,009; OR 10,26), sedangkan faktor eksternal yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi masyarakat adalah dukungan tokoh masyarakat (nilai p 0,002; OR 3,39). Untuk faktor sosiodemografi seperti jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan; pengetahuan; dan faktor eksternal berupa sarana prasarana tidak memiliki hubungan dengan partisipasi masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel usia dan dukungan tokoh masyarakat memiliki hubungan yang signifikan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
Waste is the residue of daily human activities and natural processes in solid form, the success of waste management is related to the level of community participation. Community participation is all forms of community involvement in waste management starting from the process of planning, implementation, to evaluation. The aim pf this research is to analyze the relationship between sociodemographic factors, knowledge, and external factors on community participation in household waste management in Batu Ampar Subdistrict, East Jakarta, in the year 2023. This study employs an analytic survey method using a cross-sectional research design with stratified random sampling as the sampling technique. After calculating the minimum sample size using the hypothesis test formula for the difference in proportions (Lemeshow, 1990), the minimum sample size was determined to be 114 samples. The research result indicated that majority of households in Batu Ampar Subdistrict have a high level of participation in household waste management, with 60 respondents (52,6%), while the remaining 54 respondents (47,4%) have a low level of participation. The study also states that there are factors significantly associated with household waste management participation, namely sociodemographic and external factors. Sociodemographic factors significantly associated with community participation are age (p-value 0,009; OR 10,26), while the external factors significantly associated with community participation is community leader support (p-value 0,002; OR 3,39). Sociodemographic factors such as gender, education, occupation, and income; knowledge; and external factors such as facilities do not have significant relationship with community participation. In conclusion, age and community leader support variable are significantly associated with community participation in household waste management.
S-11537
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Adinda Putriansyah; Pembimbing: Haryoto Kusno Putranto; Penguji: Zakianis, Hikmah Kurniaputri
Abstrak:
Read More
Keberadaan limbah B3 medis padat yang dihasilkan oleh fasyankes masih menjadi perhatian, apabila tidak dikelola dengan tepat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Rumah sakit sebagai produsen utama limbah B3 medis diwajibkan mengelola limbah B3 yang dihasilkannya dengan tepat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021. Namun di DKI Jakarta, masih banyak limbah B3 medis dari fasyankes yang belum dikelola sesuai standar, dimana hanya 52,9% fasyankes yang melakukan pengelolaan limbah B3 medis sesuai standar, sementara daerah lain mampu mencapai 84,6%. Sejumlah tantangan masih harus dihadapi DKI Jakarta dalam mengelola limbah B3 medis rumah sakit. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap pengelolaan limbah B3 medis padat rumah sakit di DKI Jakarta. Desain penelitian ini merupakan kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan deskriptif studi kasus yang dilakukan pada lima RSUD di DKI Jakarta. Pengambilan data dilakukan secara langsung di rumah sakit melalui metode wawancara, observasi, dan telaah dokumen terkait dengan praktik pengelolaan limbah B3 medis padat rumah sakit. Karakteristik limbah B3 medis padat di lima RSUD DKI Jakarta meliputi limbah infeksius, patologis, benda tajam, farmasi, dan kimia, dengan tambahan limbah sitotoksik di RSUD A, RSUD D, dan RSUD E. Sumber utama limbah berasal dari instalasi rawat inap, IGD, unit hemodialisa, dan kamar operasi. Rata-rata timbulan harian mencapai 416,44 kg/hari, dengan jumlah tertinggi di RSUD D. Seluruh rumah sakit telah memenuhi standar pelatihan, sarana, dan prasarana, sementara pengelolaan mencakup pengurangan, pemilahan, pewadahan, penyimpanan, hingga pengangkutan eksternal yang dilakukan oleh pihak ketiga berizin. Tingkat kesesuaian pengelolaan limbah tertinggi dicapai oleh RSUD A (93,4%) dan terendah RSUD C (80,7%). Pengelolaan limbah B3 medis padat di RSUD DKI Jakarta telah memenuhi sebagian besar standar regulasi, namun peningkatan diperlukan pada aspek pemilahan, pewadahan, dan jalur pengangkutan internal untuk mencapai kesesuaian yang lebih baik secara menyeluruh.
The presence of solid hazardous medical waste generated by healthcare facilities remains a significant concern. If not properly managed, it can pose serious threats to human health and the surrounding environment. Hospitals, as the primary producers of hazardous medical waste, are required to manage this waste in accordance with Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021. However, in DKI Jakarta, a significant amount of medical hazardous waste from healthcare facilities is still not managed according to standards, with only 52.9% of facilities complying, compared to 84.6% in other regions. DKI Jakarta continues to face various challenges in managing hospital medical hazardous waste effectively.This study aims to provide an overview of the management of solid hazardous medical waste in hospitals in DKI Jakarta. The research employed a mixed-methods design, combining qualitative and quantitative approaches, using a descriptive case study conducted at five regional general hospitals (RSUD) in DKI Jakarta. Data collection was conducted directly at the hospitals through interviews, observations, and reviews of relevant documents on waste management practices. The characteristics of solid hazardous medical waste (B3) in the five regional general hospitals in DKI Jakarta include infectious, pathological, sharp, pharmaceutical, and chemical waste, with additional cytotoxic waste identified in RSUD A, RSUD D, and RSUD E. The primary sources of waste originate from inpatient wards, emergency rooms, hemodialysis units, and operating rooms. The average daily waste generation reaches 416.44 kg/day, with the highest amount recorded at RSUD D. All hospitals have met the standards for training, facilities, and infrastructure, while waste management encompasses reduction, segregation, containment, storage, and external transportation handled by licensed third parties. The highest compliance level in waste management was achieved by RSUD A (93.4%) and the lowest by RSUD C (80.7%). The management of solid hazardous medical waste in five regional general hospitals across DKI Jakarta has met most regulatory standards; however, improvements are needed in segregation, containment, and internal transportation routes to achieve better overall compliance.
S-11905
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Maghfira Nadya Salsabila; Pembimbing: Haryoto Kusno Putranto; Penguji: Dewi Susanna, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Read More
TPA Cipayung Depok kini sudah mencapai masa overload karena sudah melebihi kapasitas untuk menampung sampah. Timbunan sampah yang terus meningkat di TPA dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan berisiko terhadap kesehatan manusia. Dampak dari pencemaran yang ditimbulkan dari TPA salah satunya adalah penyakit bawaan udara atau airborne disease. Penyakit tersebut disebabkan oleh adanya sampah organik yang membusuk oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) dan gas metana (CH4) yang memiliki sifat toksik bagi tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh pajanan gas hidrogen sulfida terhadap anak-anak yang tinggal di sekitar TPA Cipayung, Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Pengukuran konsentrasi H2S dilakukan pada pagi hingga sore hari pada 3 titik lokasi dalam radius kurang dari 1 km dan pengambilan data antropometri serta riwayat kesehatan anak dilakukan dengan wawancara dan kuesioner. Konsentrasi gas H2S tertinggi diperoleh sebesar 0,005 ppm dan terendah sebesar 0,004 ppm. Tingkat risiko untuk pajanan berdasarkan pola aktivitas (aktivitas istirahat, aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat) dan pajanan realtime diperoleh nilai RQ < 1 yang berarti belum memiliki risiko kesehatan terhadap anak-anak. Namun, pada pajanan lifespan diperoleh nilai RQ > 1, yaitu sebesar 1,028 yang berarti anak-anak memiliki risiko terkena efek kesehatan nonkarsinogenik sehingga diperlukan adanya manajemen risiko untuk mengurangi pajanan gas H2S. Riwayat gejala gangguan kesehatan yang berhubungan dengan efek kesehatan akibat pajanan H2S, yaitu ISPA dan iritasi mata diperoleh sebanyak 74 anak (82,2%) mengalami gejala ISPA dan 48 anak (53,3%) mengalami gejala iritasi mata. Hasil analisis Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata asupan realtime anak-anak yang mengalami gejala ISPA dan gejala iritasi mata dengan anak yang tidak mengalami gejala tersebut. Meskipun paparan H2S belum berisiko dalam jangka pendek, diperlukan manajemen risiko untuk mengurangi paparan H2S di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengelolaan TPA, seperti pengolahan sampah secara modern, serta menanam pohon atau tanaman yang dapat menyerap H2S.
Cipayung Landfill in Depok has now reached an overload period because it has exceeded its capacity to accommodate waste. The ever-increasing accumulation of waste in landfills can cause environmental pollution and pose a risk to human health. One of the impacts of pollution resulting from landfills is airborne disease. This disease is caused by organic waste rotting by microorganisms, producing hydrogen sulfide gas (H2S) and methane gas (CH4) which are toxic to the human body. This study aims to determine the level of health risks posed by exposure to hydrogen sulfide gas in children living around the Cipayung TPA, Depok City. This research uses a quantitative method, Environmental Health Risk Analysis (EHRA) approach. H2S concentration measurements were carried out from morning to evening at 3 location points within a radius of less than 1 km and anthropometric data and the child's health history were collected using interviews and questionnaires. The highest concentration of H2S gas was 0.005 ppm and the lowest was 0.004 ppm. The risk level for exposure based on activity patterns (rest activity, light activity, moderate activity and heavy activity) and real-time exposure obtained an RQ value < 1, which means there is no health risk to children. However, for lifespan exposure, an RQ value > 1 of 1.028 was obtained, which means that children are at risk of developing non-carcinogenic health effects, so risk management is needed to reduce exposure to H2S gas. A history of symptoms of health problems related to health effects due to H2S exposure, acute respiratory infections (ARI) and eye irritation, was obtained from 74 children (82.2%) experiencing symptoms of ARI and 48 children (53.3%) experiencing symptoms of eye irritation. The results of the Mann-Whitney Test analysis showed that there was no significant difference between the average real-time intake value of children who experienced ARI symptoms and eye irritation symptoms and children who did not experience these symptoms. Although exposure to H2S is not yet a risk in the short term, risk management is needed to reduce exposure to H2S in the future. This can be done by improving landfill management, such as modern waste processing, as well as planting trees or plants that can absorb H2S.
S-11706
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Mohammad Ihsan; Pembimbing: Haryoto Kusno Putranto; Penguji: Al Asyary, Widya Utami
Abstrak:
Read More
Higiene dan sanitasi dasar yang tidak memadai dapat menjadi salah satu faktor risiko penyakit menular lingkungan seperti diare. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang paling banyak ditemui di daerah pesisir seperti di Kelurahan Pulau Harapan. Selain higiene dan sanitasi, lantai yang merupakan bagian dari bangunan rumah, dapat menjadi faktor risiko lain dari penularan penyakit diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi higiene dan sanitasi dasar serta kondisi lantai rumah dengan kejadian diare di Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta Desain studi yang digunakan adalah pada penelitian ini adalah cross-sectional, dengan metode pengambilan data berupa wawancara menggunakan instrumen kuesioner dan observasi langsung pada kondisi higiene dan sanitasi dasar serta kondisi lantai rumah rumah tangga penduduk. Dari total 96 responden pada penelitian ini, ditemukan kasus kejadian diare dalam sebulan terakhir, sebanyak 25 orang dan yang tidak mengalami kasus kejadian diare sebanyak 71 orang. Dengan kelompok anak-anak (dibawah 17 tahun) menjadi yang terbanyak yaitu berjumlah 13 kasus. Hasil analisis uji chi square menyatakan bahwa, terdapat hubungan yang signifikan pada variabel: jamban sehat (p-value 0,005), kualitas air (fisik) (p-value 0,005), dan fasilitas tempat sampah (p-value 0,019). Penentuan variabel yang paling dominan terhadap kejadian diare menggunakan uji regresi logistik didasarkan dari nilai Exp (B) atau Odds Ratio pada pemodelan multivariat akhir, yang terbesar adalah 6,389 pada variabel kondisi jamban (p-value 0,002), sehingga variabel kondisi jamban memiliki kecenderungan paling dominan yang berhubungan dengan penyakit diare. Dari penelitian ini, diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk saling memperhatikan kebersihan lingkungan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kemudian, untuk penelitian selanjutnya dapat menggali lebih dalam terkait variabel lain yang mungkin berhubungan dengan kejadian diare di pulau lainnya dalam wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.
Inadequate basic hygiene and sanitation can be a risk factor for environmental infectious diseases such as diarrhea. Diarrhea is one of the diseases most commonly found in coastal areas such as Pulau Harapan Village. Apart from hygiene and sanitation, the floor which is part of the house building, can be another risk factor for transmitting diarrheal diseases. This study aims to determine the relationship between basic hygiene and sanitation conditions and the condition of house floors with the incidence of diarrhea in Harapan Island Village, North Seribu Islands District, Seribu Islands Administrative Regency, DKI Jakarta Province. The study design used in this research is cross-sectional, with data collection methods in the form of interviews using questionnaire instruments and direct observation of basic hygiene and sanitation conditions as well as the condition of the floors of residents' households. The number of total respondent in this research (96), 25 people found cases of diarrhea in the last month and 71 people did not experience cases of diarrhea. Children (under 17 years) are the most group by age (13 cases) found cases of diarrhea. The research analysis with chi square test stated that there was a significant relationship with the variables: healthy latrines (p-value 0.005), water quality (physical) (p-value 0.005), and waste bin facilities (p-value 0.019). Determining the most dominant variable in the incidence of diarrhea using the logistic regression test was based on the Exp (B) or Odds Ratio score in the final multivariate modeling, the biggest score was 6.389 in the latrine condition variable (p-value 0.002), that conclude the latrine condition variable is the most dominant to the relationship of diarrhea case. From this research, hopefully the government and the people can collaborate to pay attention to environmental cleanliness to improve the level of public health in Kelurahan Pulau Harapan. Then, for further research, hopefully other researcher can dig deeper into other variables that may be related to the incidence of diarrhea on other islands in North Seribu Islands District.
S-11580
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ladyka Viola Aulia Armawan; Pembimbing: Haryoto Kusno Putranto, Bambang Wispriyono; Penguji: Ririn Arminsih Wulandari, Didi Purnama, Inswiasri
Abstrak:
Timbal adalah salah satu bahan kimia beracun yang menyebabkan polusi udara berbahaya di lingkungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yang toksisitasnya bertahan seumur hidup karena timbal terakumulasi dalam tubuh manusia. Timah hitam adalah salah satu komponen baterai yang sangat dibutuhkan sebagai bahan dasar pembuatan baterai. Baterai bekas dapat didaur ulang dengan melelehkan timbal yang terkandung di dalam lempengan menjadi batangan hitam yang dapat digunakan kembali sebagai bahan baku untuk membuat baterai baru. Penelitian ini bertujuan untuk menilai besarnya risiko kesehatan yang muncul dari paparan Pb udara ambien ke tempat tinggal di area baterai smelter. Penelitian ini menggunakan desain analisis risiko kesehatan masyarakat atau disebut juga Public Health Assessment. Subjek penelitian ini adalah populasi manusia yang berisiko terpapar Pb dalam hal ini orang- orang yang tinggal di sekitar bekas pabrik peleburan baterai di Desa Cinangka. Konsentrasi Pb di udara ambien tertinggi terukur di kawasan peleburan aki bekas sebesar 0,91 μg/Nm3 dan konsentrasi terendah 0,04 μg/Nm3. Intake realtime terbesar yang diterima invidu 12,64×10-5 mg/Kg/hari. Hasil perhitungan RQ individu ditememukan sebanyak 10,9% (11 responden) yang memiliki risiko non karsinogen dan memmerlukan tindakan manajemen risiko. Sebagian besar responden yang diteliti minimal mengalami sakit salah satu dari gejala gangguan pernafasan sebanyak 86,1%. Penelitian lebih lanjut tentang evaluasi toksikologi partikel direkomendasikan untuk dilakukan di masa depan.
Keyword : Lead, Public Health Assesment, Ambient Air Inhahalation
Lead is one of the toxic chemicals causing dangerous air pollution in the environment and its very dangerous for human health whose toxicity lasts for a lifetime because lead accumulates in the human body. Lead is one of the components of the battery that is needed as the basic material for making batteries. Used batteries can be recycled by melting the lead contained in the plates into black bars that can be reused as raw material for making new batteries. This research was aimed to assess the magnitude of emerging health risk of ambient air Pb exposure to residence at smelter batteries area. This study uses a design of public health risk analysis or also called Public Health Assessment. The subject of this study is the human population at risk of being exposed to Pb in this case the people living around the former battery smelter in Cinangka Village. The highest concentration of Pb measured in the former battery smelting area was 0,91 μg/Nm3 and the lowest concentration was 0,04 μg/Nm3. The biggest intake realtime received by individual was 12,64 × 10-5 mg/Kg/day. The results of the calculation of individual RQ were found that 10,9% (11 respondents) who had a non-carcinogen risk and needed risk management actions. Most of the respondents were experienced one of the symptoms of respiratory problems as much as 86,1%. Further research on particle toxicology evaluation is recommended.
Keyword : Lead, Public Health Assesment, Ambient Air, Inhalation
Read More
Keyword : Lead, Public Health Assesment, Ambient Air Inhahalation
Lead is one of the toxic chemicals causing dangerous air pollution in the environment and its very dangerous for human health whose toxicity lasts for a lifetime because lead accumulates in the human body. Lead is one of the components of the battery that is needed as the basic material for making batteries. Used batteries can be recycled by melting the lead contained in the plates into black bars that can be reused as raw material for making new batteries. This research was aimed to assess the magnitude of emerging health risk of ambient air Pb exposure to residence at smelter batteries area. This study uses a design of public health risk analysis or also called Public Health Assessment. The subject of this study is the human population at risk of being exposed to Pb in this case the people living around the former battery smelter in Cinangka Village. The highest concentration of Pb measured in the former battery smelting area was 0,91 μg/Nm3 and the lowest concentration was 0,04 μg/Nm3. The biggest intake realtime received by individual was 12,64 × 10-5 mg/Kg/day. The results of the calculation of individual RQ were found that 10,9% (11 respondents) who had a non-carcinogen risk and needed risk management actions. Most of the respondents were experienced one of the symptoms of respiratory problems as much as 86,1%. Further research on particle toxicology evaluation is recommended.
Keyword : Lead, Public Health Assesment, Ambient Air, Inhalation
T-5502
Depok : FKM UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
