Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
RR. Ambar Sih Wardhani; Pembimbing: Chandra Satrya; Penguji: Ridwan Zahdi Sjaaf, Sunarno
S-5345
Depok : FKM-UI, 2008
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Chayrani Kamelia Marwanto; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Stevan Deby Anbiya Muhamad Sunarno, Rakhmi Savitri
Abstrak:

Latar Belakang: Sindrom metabolik (SM) merupakan kumpulan faktor risiko yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Prevalensi SM pada perawat di berbagai negara bervariasi, namun penelitian di Indonesia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko SM pada perawat di Rumah Sakit X. Metode: Desain penelitian cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Data diperoleh dari MCU 268 perawat di RS X pada Oktober-November 2024. Variabel yang diteliti meliputi faktor perilaku (kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik) dan genetik (usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga). Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial menggunakan uji Chi Square. Hasil: Sebanyak 7 perawat (2,6%) mengalami SM, obesitas sentral (48,9%) dan tekanan darah tinggi (25,4%) sebagai parameter yang paling dominan. Analisis statistik menunjukkan hubungan signifikan antara jenis kelamin laki-laki dengan sindrom metabolik (p-value = 0,004; OR = 7,154). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, usia, atau riwayat penyakit keluarga dengan sindrom metabolik (p-value > 0,05). Kesimpulan: Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko signifikan terhadap kejadian SM pada perawat di RS X. Penelitian lanjutan diperlukan dengan cakupan faktor risiko yang lebih luas dan sampel yang lebih besar untuk memperkuat temuan ini.


Background: Metabolic syndrome (MetS) is a cluster of metabolic abnormalities that increase  the risk of cardiovascular disease and type 2 diabetes mellitus. Although its prevalence  among nurses has been explored globally, limited data exist in Indonesia. Objective: This  study aimed to assess the association between risk factors and the presence of MetS among  nurses at Hospital X. Methods: A cross-sectional study was conducted involving 268 nurses  who underwent medical check-ups from October to November 2024. Variables included  behavioral factors (smoking, alcohol consumption, physical activity) and genetic factors (age,  sex, family history). Data were analyzed descriptively and inferentially using Chi-square  tests. Results: MetS was identified in 7 nurses (2.6%). Central obesity (48.9%) and elevated  blood pressure (25.4%) were the most prevalent components. A significant association was  found between male sex and MetS (p = 0.004; OR = 7.154). No significant associations were  observed for smoking, alcohol use, physical activity, age, or family history (p > 0.05).  Conclusion: Male gender is a significant risk factor for MetS among nurses in this setting.  Future studies with larger samples and broader variables are recommended to strengthen and generalize these findings.

Read More
S-12129
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Muhammad Fathir Aksa Majda; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Stevan Deby Anbiya Muhamad Sunarno, Ovvyasa Wayka Putri
Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelelahan dan faktor risiko kelelahan (fatigue)
pada pekerja konstruksi di Proyek A PT XYZ tahun 2025. Faktor terkait pekerjaan yang
diteliti mencakup waktu kerja, beban kerja, shift kerja dan lingkungan kerja. Sedangkan,
faktor tidak terkait pekerjaan yang diteliti mencakup usia, status gizi, kualitas tidur,
kuantitas tidur, kebiasaan merokok, konsumsi kafein, dan commuting time (waktu
perjalanan). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross
sectional dan dilaksanakan pada Februari – Juni 2025 di Proyek A PT XYZ.
Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang mencakup identitas responden,
Fatigue Assessment Scale for Construction Workers (FASCW), NASA Task Load Index
(NASA TLX) dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Jumlah responden dalam
penelitian ini adalah sebanyak 78 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36
responden (46,2%) mengalami kelelahan, sedangkan 42 responden (53,8%) tidak
mengalami kelelahan. Berdasarkan analisis inferensial menggunakan uji Chi-Square,
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara shift kerja (p-value = 0,024;
OR = 0,227) dan usia (p-value = 0,024; OR = 3,000) dengan kelelahan pada pekerja
konstruksi di Proyek A PT XYZ.


This study aims to analyze fatigue and the risk factors associated with fatigue among  construction workers at Project A, PT XYZ, in 2025. Work-related factors examined  include working hours, workload, work shifts, and work environment. Meanwhile, non work-related factors analyzed include age, nutritional status, sleep quality, sleep quantity,  smoking habits, caffeine consumption, and commuting time. This research employs a  quantitative approach with a cross-sectional study design, conducted from February to  June 2025 at Project A, PT XYZ. Data collection was carried out using a questionnaire  covering respondent identity, the Fatigue Assessment Scale for Construction Workers  (FASCW), NASA Task Load Index (NASA TLX), and Pittsburgh Sleep Quality Index  (PSQI). The total number of respondents in this study was 78. The results showed that 36  respondents (46.2%) experienced fatigue, while 42 respondents (53.8%) did not. Based  on inferential analysis using the Chi-Square test, a significant relationship was found  between work shifts (p-value = 0.024; OR = 0.227) and age (p-value = 0.024; OR = 3.000)  and fatigue among construction workers at Project A of PT XYZ.

Read More
S-12047
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Arya Pandu Mahardhika; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Stevan Deby Anbiya Muhamad Sunarno, Taqwa Logika Utama
Abstrak:
Sindrom metabolik menurut Joint Interim Statement (JIS) merupakan kumpulan faktor risiko yang saling terkait untuk penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 yang ditandai oleh adanya 3 dari 5 faktor risiko, yaitu obesitas sentral, kadar trigliserida tinggi, HDL kolesterol rendah, hipertensi, dan hiperglikemia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor risiko sindrom metabolik yang terdiri dari faktor lingkungan (lokasi kerja, tempat tinggal), faktor perilaku (kebiasaan merokok, aktivitas fisik, pola makan, durasi tidur), dan faktor gentik (usia, riwayat penyakit keluarga) dengan kejadian sindrom metabolik pada pekerja tambang di PT XY Kalimantan Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner secara online dan data komponen sindrom metabolik diperoleh dari hasil Medical Check Up (MCU). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 105 responden, 22 responden (21%) mengalami sindrom metabolik. Faktor risiko yang berhubungan secara signifikan dengan sindrom metabolik pada pekerja tambang di PT XY adalah usia (p-value = 0,001), sedangkan lokasi kerja, tempat tinggal, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, pola makan, durasi tidur, dan riwayat penyakit keluarga tidak berhubungan secara signifikan dengan sindrom metabolik pada pekerja tambang di PT XY.


Metabolic syndrome, according to the Joint Interim Statement (JIS), is a cluster of interrelated risk factors for cardiovascular disease and type 2 diabetes, characterized by the presence of at least three out of five specific conditions: central obesity, elevated triglyceride levels, low HDL cholesterol, hypertension, and hyperglycemia. This study aims to analyze the relationship between risk factors for metabolic syndrome, including environmental factors (work location and place of residence), behavioral factors (smoking habits, physical activity, eating pattern, and sleep duration), and genetic factors (age and family history of disease), with the incidence of metabolic syndrome among mine workers at PT XY, East Kalimantan. A cross-sectional study design with a quantitative approach was employed. Primary data were collected through online questionnaires, while data on metabolic syndrome components were obtained from Medical Check-Up (MCU) results. The analysis revealed that among 105 respondents, 22 (21%) had metabolic syndrome. Among the assessed risk factors, only age was significantly associated with the incidence of metabolic syndrome (p = 0.001). Other factors, such as work location, place of residence, smoking habits, physical activity, eating pattern, sleep duration, and family history of disease, showed no significant association.
Read More
S-12095
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Evie Kemala Dewi; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Stevan Deby Anbiya Muhamad Sunarno, Fetrina Lestari, Rizal Pahlevi Hilabi
Abstrak:
Pekerja di sektor perkantoran, khususnya industri penerbitan, seperti editor buku, setter, desainer grafis, dan staf administrasi rentan mengalami gangguan muskuloskeletal (MSD) akibat posisi kerja statis, penggunaan komputer yang intensif, dan desain workstation yang kurang ergonomis. Namun, penelitian mengenai ergonomi di industri penerbitan di Indonesia masih terbatas dan perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor risiko ergonomi yang memengaruhi keluhan gangguan muskuloskeletal pada editor buku, setter, desainer grafis, dan staf administrasi di Penerbit X tahun 2025 serta memberikan rekomendasi kegiatan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode proportional random sampling. Jumlah sampel yang didapatkan yaitu 86 orang. Untuk mengukur keluhan gangguan muskuloskeletal menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM), dan untuk mengukur postur kerja menggunakan Rapid Rapid Office Strain Assesment (ROSA). Analisis data menggunakan uji Chi-square dengan nilai p <0,05. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat 54,7% responden mengalami keluhan gangguan muskuloskeletal. Keluhan terbanyak yang dirasakan responden yaitu daerah leher (85%), bahu (69%), punggung bawah (67%), punggung atas (60%), dan pergelangan tangan (52%). Sebagian besar skor ROSA responden <5, tetapi masih ada responden yang mendapatkan skor ≥5 (26,7%). Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia responden (>28 tahun) dan keluhan gangguan muskuloskeletal, dengan nilai p = 0,041. Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara postur kerja dan keluhan gangguan muskuloskeletal (p = 0,016). Masa kerja responden (>5 tahun) juga berhubungan dengan keluhan gangguan muskuloskeletal (p = 0,004). Selanjutnya, ditemukan pula hubungan antara kepuasan kerja responden dan keluhan gangguan muskuloskeletal, dengan nilai p = 0,034. Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluhan gangguan muskuloskeletal pada pekerja di Penerbit X berhubungan dengan usia, postur kerja, masa kerja, dan kepuasan kerja.

Office workers, particularly those in the publishing industry such as book editors, setters, designers, and administrative staff, are prone to experiencing musculoskeletal disorders (MSDs) due to static working postures, intensive computer use, and poorly designed workstations. However, research on ergonomics in the publishing industry in Indonesia remains limited and requires further investigation. This study aims to analyze ergonomic risk factors that influence musculoskeletal complaints among book editors, setters, designers, and administrative staff at Publisher X in 2025, and to provide recommended interventions. This research employs a quantitative approach with a cross-sectional study design. Samples were selected using proportional random sampling, resulting in a total of 86 respondents. Musculoskeletal complaints were measured using the Nordic Body Map (NBM) questionnaire, while working postures were assessed using the Rapid Office Strain Assessment (ROSA) method. Data were analyzed using the Chi-square test with a significance level of p < 0.05. The results showed that 54.7% of respondents reported musculoskeletal complaints. The most frequently reported areas of discomfort were the neck (85%), shoulders (69%), lower back (67%), upper back (60%), and wrists (52%). Although most respondents had ROSA scores of less than 5, there were still some respondents with scores ≥5 (26.7%). This study found a significant association between respondents' age (>28 years) and musculoskeletal complaints, with a p-value of 0.041. Additionally, there was a significant relationship between working posture and musculoskeletal complaints (p = 0.016). The respondents’ length of service (>5 years) was also significantly associated with musculoskeletal complaints (p = 0.004). Furthermore, job satisfaction was found to be significantly related to musculoskeletal complaints (p = 0.034). Based on these findings, it can be concluded that musculoskeletal complaints among workers at Publisher X are associated with age, working posture, length of service, and job satisfaction.

Read More
T-7353
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Revi Adib Pramudita; Pembimbing: Fatma Lestari; Penguji: Baiduri Widanarko, Haryanto, Sigit Wijayanto
Abstrak:
PT BCY, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengeboran dan kerja ulang sumur minyak, memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Data dari departemen Healthy Safety and Environment (HSE) PT BCY menunjukkan bahwa selama periode 2019–2024, terjadi beberapa insiden kecelakaan kerja yang menyebabkan cedera serius hingga fatal. Kinerja Keselamatan PT BCY Sepanjang 2019-2024 tercatat terdapat 26 kasus, perusahaan telah menerapkan standar keselamatan kerja. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kecelakaan kerja di PT BCY antara tahun 2019 – 2024 dengan metode HFACS.Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan metode gabungan. Data sekunder yang digunakan berupa rekaman kejadian kecelakaan dan laporan investigasi atas 26 kejadian kecelakaan dan hampir celaka di PT BCY. Data sekunder tersebut kemudian diklasifikasikan sesuai dengan empat (4) tahapan kegagalan di metode HFACS, yaitu unsafe acts, precondition of unsafe acts, unsafe supervision, dan organizational influence. Data primer  melalui kuesioner kemudian dinalisis menggunakan uji bivariat untuk memvalidasi persepsi responden terhadap temuan dari data sekunder. Berdasarkan analisis HFACS, faktor Preconditions for Unsafe Act merupakan yang paling banyak teridentifikasi (77 identifikasi), diikuti Unsafe Acts (60 identifikasi), Organizational Influences (38 identifikasi), dan Unsafe Leadership (36 identifikasi). Disimpulkan Faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja adalah Organizational Influences: Resources Management, Organization Culture, Organizational Process, pada Faktor Unsafe Leadership: Inadequate Leadership, Planned Inappropriate Operations, Failed to correct problem, pada faktor Preconditions for Unsafe Act: Lingkungan Fisik, Lingkungan Teknik, Kondisi Mental, Kondisi Fisiologis, Keterbatasan Fisik, Kesiapan Pekerja, untuk Faktor Unsafe Acts: Skill based error,  Decision Error,  dan Routine Violations. Sedangkan Faktor yang tidak berhubungan signifikan adalah Leadership Violations, Kegagalan Mengelola Pekerjaan, dan Exceptional Violations. 

PT BCY, as a company operating in oil well drilling and workover, carries a high risk of work related accidents. Data from PT BCY's Health, Safety, and Environment (HSE) department indicates that during the 2019–2024 period, there were several work related accident incidents leading to serious and even fatal injuries. PT BCY's safety performance throughout 2019-2024 recorded 26 cases despite the company having implemented work safety standards. The objective of this research was to analyze the factors influencing work related accidents at PT BCY between 2019 and 2024 using the Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) method. This study employed a descriptive analytic research design with a mixed-methods approach. Secondary data consisted of accident records and investigation reports for 26 accident and near-miss incidents at PT BCY. This secondary data was then classified according to the four (4) stages of failure in the HFACS method: unsafe acts, preconditions for unsafe acts, unsafe supervision, and organizational influences. Primary data was collected through questionnaires and then analyzed using bivariate tests to validate respondents' perceptions against the findings from the secondary data. Based on the HFACS analysis, "Preconditions for Unsafe Act" was the most frequently identified factor (77 identifications), followed by "Unsafe Acts" (60 identifications), "Organizational Influences" (38 identifications), and "Unsafe Leadership" (36 identifications). It was concluded that the factors significantly related to work accidents were: For "Organizational Influences": Resource Management, Organization Culture, and Organizational Process. For "Unsafe Leadership": Inadequate Leadership, Planned Inappropriate Operations, and Failed to Correct Problem. For "Preconditions for Unsafe Act": Physical Environment, Technical Environment, Mental Condition, Physiological Condition, and Personnel Readiness. For "Unsafe Acts": Skill-based Error, Decision Error, and Routine Violations. Conversely, factors that did not show a significant relationship were Leadership Violations, Physical Limitations, Failure to Manage Work, and Exceptional Violations  Keywords: HFACS, work accidents, occupational Health and Safety
Read More
T-7432
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dedi Chandra; Pembimbing: Zulkifli Djunaedi; Penguji: Mufti Wirawan, Indri Hapsari Susilowati, Dimas Brilliant Sunarno, Robertus Wisnu Wijaya
Abstrak: Secara umum industri petrokimia merupakan industri dengan tingkat potensi bahaya kecelakaan proses sangat berbahaya bagi para pekerja, masyarakat dan lingkungan sekitar. PT. XYZ sebagai perusahaan produsen Pupuk Urea (NH₂)₂CO merupakan salah satu pabrik petrokimia di Indonesia dimana dalam menjalankan proses bisnis PT XYZ tidak terlepas dari berbagai ancaman risiko bahaya proses yang tinggi baik dari hulu (proses pengolahan bahan baku gas alam menjadi bahan baku setengah jadi) hingga hilir (proses produksi Pupuk). Maka dari itu dibutuhkan suatu sistem manajemen khusus untuk mengidentifikasi, mitigasi, mengendalikan hingga merepson bahaya dari semua aktifitas maupun proses produkti di tempat kerja. Process Safety Management (PSM) merupakan suatu sistem manajemen keselamatan berbasis proses proaktif dalam mengidentifikasi, mitigasi, mengendalikan serta merespon bahaya dari semua aktifitas ataupun proses produksi di tempat kerja yang banyak digunakan industry petrokimia yang diimplementasikan PT XYZ di salah satu pabriknya yaitu pabrik 2B. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis tingkat maturitas penerapan PSM pada pabrik 2B PT XYZ yang terdiri dari 14 elemen yaitu Process Safety Information (PSI), Process Hazard Analysis (PHA), Operating Procedure (OP), Employee Participation (EP), Training (TRA), Contractor (CTR), Pre Startup Safety Review (PSSR), Mechanical Integrity (MI), Permit To Work (PTW), Management Of Change (MOC), Incident Investigation (II), Emergency Response and Planning (ERP), Compliance Audit (CA), dan Trade Secret (TS) dimana tingkat maturitas penerapan PSM penting bagi organisasi agar dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dari setiap elemen yang telah mereka terapkan agar dapat mengidentifikasi dan menetapkan tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerapan elemen PSM sehingga dapat menurunkan potensi kecelakaan proses. Dalam melakukan penilaian tingkat maturitas PSM penelitian menggunakan metode mix methode analisis deskriptif semi kualitatif dengan melakukan pendekatan sumber informasi kunci yang diperoleh melalui kuesioner, wawancara, observasi lapangan dan tinjauan dokumen perusahaan dengan jumlah sample 93 orang. Hasil penelitian didapatkan penilaian terhadap 14 elemen PSM di pabrik 2B PT XYZ berada pada commited to excellence dimana dari 14 elemen tersebut hanya terdapat 4 elemen berada pada level compliant.
Commonly, petrochemical industry is the type of industry with a high level of potential process accident hazards that can affect workers, the community and the surrounding environment. PT. XYZ as a producer of Urea Fertilizer (NH₂)₂CO is one of the petrochemical industry in Indonesia and their business processes cannot be separated from upstream process hazards (processing natural gas raw materials into semi-finished raw materials) to downstream process hazards (fertilizer production process). Therefore, a special management system is needed to identify, mitigate, control and respond to hazards from all products and processes activity in the workplace. Process Safety Management (PSM) is a proactive process-based safety management system in identifying, mitigating, controlling and responding to hazards from all activities or production processes in the workplace that are widely used by the petrochemical industry which is implemented by PT XYZ in one of its factories, it?s 2B plants. The purpose of this study is to analyze the maturity level of PSM implementation at PT XYZ's 2B plants which consists of 14 elements, namely Process Safety Information (PSI), Process Hazard Analysis (PHA), Operating Procedure (OP), Employee Participation (EP), Training (TRA). ), Contractor (CTR), Pre Startup Safety Review (PSSR), Mechanical Integrity (MI), Permit To Work (PTW), Management Of Change (MOC), Incident Investigation (II), Emergency Response and Planning (ERP), Compliance Audit (CA), and Trade Secret (TS) where the maturity level of PSM implementation is to be able to identify the advantages and disadvantages of each element implemented in order to identify and determine actions that can be taken to improve the implementation of PSM elements so as to reduce the potential for the accident process. In conducting research to assess PSM implementation maturity level, the research uses a mixed method of semi-qualitative descriptive analysis by approaching the sources of information obtained through questionnaires, interviews, and observations field and research company documents with a sample of 93 people. The results of the assessment research on 14 PSM elements at PT XYZ's 2B factory are committed to excellence where from these 14 elements there are only 4 elements at the compliant level.
Read More
T-6494
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Entos; Promotor: Endang Laksminingsih Achadi; Kopromotor: Ahmad Syafiq, Minrto; Penguji: Anhari Achadi, Hardinsyah, Kusharisupeni, Trihono, Sunarno Ranu W, Diah Mulyawati Utari
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyimpangpositif positive deviants yang berhubungan dengan status gizi normal tidakstunting dan tidak wasting pada anak usia baduta dari keluaga termiskin, denganpendekatan penyimpangan positif positive deviance . Penelitian ini menggunakandata Riskesdas tahun 2010 dari Kementerian Kesehatan RI, dengan sampel anak usia0-11 bulan dan 12-23 bulan dari keluarga termiskin yaitu dengan pengeluaran perkapita per bulan pada 10 terbawah atau maksimal < Rp 176.009.-. Status gizididasarkan kepada TB/U untuk menentukan status gizi normal dan stunting pendek dan BB/TB untuk menentukan status gizi normal dan wasting kurus .Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyimpang positif positivedeviants yang berhubungan dengan status gizi normal pada anak usia 0-11 bulan darikeluarga termiskin adalah : 1 pemberian ASI dengan frekuensi > 8 kali sehari;status gizi normal bayi diberikan ASI > 8 kali sehari 68,0 , dan < 8 kali sehari53,0 p = 0,03< 0,05 OR 1,88 1,09 ndash; 3,25 , dan 2 penimbangan berat badan diPosyandu setiap bulan; status gizi normal bayi ditimbang setiap bulan di Posyandu66,7 ,dan tidak setiap bulan 52,9 p = 0,05 = 0,05 OR 1,78 1,03 ndash; 3,10 .Faktor penyimpang positif positive deviants yang berhubungan denganstatus gizi normal pada anak usia 12-23 bulan dari keluarga termiskin adalah : 1 tingkat konsumsi energi > 70 AKG; status gizi normal konsumsi energi > 70 AKG 57,6 , < 70 AKG 39,8 p = 0,014 < 0,05 , OR 2.05 1,19 ndash; 3,54 , 2 kepemilikan sarana Buang Air Besar BAB ; status gizi normal keluarga yangmemiliki sarana BAB 48,4 , tidak memiliki 33,3 p = 0,01 < 0,05 , OR 1,88 1,17 ndash; 3,02 , 3 kualitas fisik air minum kategori layak; status gizi normal pada keluargatermiskin yang memiliki kualitas fisik air minum kategori layak 46,3 , tidak layak30 p = 0,03 < 0,05 OR 2,01 1,10 ndash; 3,67 , dan 4 riwayat sakit anak saatneonatal; status gizi normal pada anak tidak pernah sakit saat neonatal 66,0 , anakpernah sakit 47,5 p = 0,03 < 0,05 OR 2,14 1,10 ndash; 4,18 .Kata kunci: Status Gizi Normal, Penyimpang Positif Positive Deviants , KeluargaTermiskin.
Read More
D-356
Depok : FKM-UI, 2017
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rahmeen Ajaz; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Abdul Kadir, Stevan Deby Anbiya Muhamad Sunarno, Ali Syahrul Chairuman, Fetrina Lestari
Abstrak:
Stres akibat pekerjaan di kalangan dokter hewan merupakan masalah yang terus berkembang, khususnya terkait dengan paparan penyakit zoonosis. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara paparan risiko zoonosis dan tingkat stres di kalangan dokter hewan di Pakistan, sekaligus meneliti peran kontrol pekerjaan dan dukungan sosial dalam memengaruhi stres. Tujuan utamanya adalah untuk menentukan apakah paparan penyakit zoonosis yang lebih tinggi secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan tingkat stres, dan apakah kontrol pekerjaan dan dukungan sosial yang lebih rendah semakin memperburuk stres di kalangan profesional veteriner. Sebuah penelitian cross-sectional dilakukan dengan melibatkan 110 dokter hewan dari berbagai wilayah di Pakistan. Data dikumpulkan menggunakan Skala Stres yang Dirasakan (PSS-10) yang telah divalidasi bersama dengan kuesioner terstruktur yang menilai frekuensi paparan zoonosis, kontrol pekerjaan yang dirasakan, dan dukungan sosial. Analisis deskriptif, uji Chi-square, dan tabulasi silang dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan antara variabel-variabel tersebut. Hasilnya mengungkapkan hubungan yang signifikan antara paparan zoonosis yang lebih tinggi dan peningkatan tingkat stres (p = 0,041), dengan dokter hewan yang mengalami paparan yang sering memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk melaporkan stres yang tinggi. Lebih jauh lagi, dokter hewan dengan kontrol pekerjaan yang rendah (p = 0,037) dan dukungan sosial yang rendah (p = 0,047) secara signifikan lebih mungkin mengalami peningkatan tingkat stres. Analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa 97,3% dokter hewan dengan paparan yang sering melaporkan stres yang tinggi, sementara mereka dengan kontrol pekerjaan yang rendah dan dukungan sosial yang rendah juga menunjukkan persentase stres yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan mereka. Studi ini menyimpulkan bahwa paparan zoonosis yang sering, dikombinasikan dengan kontrol pekerjaan yang rendah dan dukungan sosial yang tidak memadai, secara signifikan berkontribusi terhadap stres kerja di antara dokter hewan di Pakistan. Temuan tersebut menyoroti kebutuhan mendesak untuk intervensi yang difokuskan pada pengurangan risiko biologis, peningkatan otonomi tempat kerja, dan penguatan sistem pendukung untuk melindungi kesehatan mental profesional veteriner.
Occupational stress among veterinarians is a growing concern, particularly in relation to zoonotic disease exposure. This study aimed to investigate the association between exposure to zoonotic risks and stress levels among veterinarians in Pakistan, while also examining the roles of job control and social support in influencing stress. The primary objective was to determine whether higher exposure to zoonotic diseases significantly contributes to elevated stress levels, and whether lower job control and social support further exacerbate stress among veterinary professionals. A cross-sectional study was conducted involving 110 veterinarians from various regions in Pakistan. Data were collected using a validated Perceived Stress Scale (PSS-10) alongside structured questionnaires assessing zoonotic exposure frequency, perceived job control, and social support. Descriptive analysis, Chi-square tests, and cross-tabulations were performed to explore associations between the variables. The results revealed a significant association between higher zoonotic exposure and increased stress levels (p = 0.041), with veterinarians experiencing frequent exposure being over three times more likely to report high stress. Furthermore, veterinarians with low job control (p = 0.037) and low social support (p = 0.047) were significantly more likely to experience elevated stress levels. Cross-tabulation analyses showed that 97.3% of veterinarians with frequent exposure reported high stress, while those with low job control and low social support also showed considerably higher stress percentages compared to their counterparts. This study concludes that frequent zoonotic exposure, combined with low job control and insufficient social support, significantly contributes to occupational stress among veterinarians in Pakistan. The findings highlight the urgent need for interventions focused on reducing biological risk, improving workplace autonomy, and strengthening support systems to protect the mental health of veterinary professionals.
Read More
T-7389
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dwi Septiana; Pembimbing: Fatma Lestari; Penguji: Laksita Ri Hastiti, Stevan Deby Anbiya Muhamad Sunarno, Alfajri Ismail, Widiyo Weni Wigati
Abstrak:
Tesis ini membahas strategi evakuasi kebakaran dengan pendekatan pemodelan tiga dimensi (3D) di tiga rumah sakit milik PT X yang berlokasi di Balikpapan, Tarakan, dan Makassar. Saat ini, proses evakuasi dalam kondisi darurat dapat dianalisis melalui pemanfaatan perangkat lunak simulasi berbasis komputer yang mampu memodelkan dinamika pergerakan individu secara mendekati kondisi nyata. Pendekatan ini menjadi salah satu metode rekayasa yang efisien dalam menilai sejauh mana bangunan mampu mendukung proses evakuasi kebakaran. Agar simulasi ini menghasilkan gambaran yang akurat, diperlukan pula pemahaman yang komprehensif mengenai elemen-elemen pendukung evakuasi, terutama pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki penghuni dengan keterbatasan mobilitas dan tingkat kerentanan yang tinggi. Rumah sakit sebagai fasilitas layanan kesehatan memiliki tingkat risiko tinggi apabila terjadi kebakaran, terutama karena kompleksitas bangunan dan keterbatasan mobilitas pasien. Dalam penelitian ini dilakukan simulasi evakuasi 3D menggunakan perangkat lunak Pathfinder untuk menganalisis pergerakan penghuni dalam situasi darurat. Simulasi dilakukan berdasarkan data teknis bangunan dan karakteristik pengguna, termasuk skenario evakuasi pasien non-ambulatory menggunakan tempat tidur. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa terdapat area kritis seperti ruang ICU dan rawat inap yang memiliki waktu evakuasi (Required Safe Egress Time) melebihi batas waktu aman (Available Safe Egress Time), yang mengindikasikan potensi kegagalan evakuasi jika tidak dilakukan perbaikan strategi. Selain itu, penelitian ini juga menilai tingkat kesesuaian sarana evakuasi terhadap standar dan regulasi teknis. Hasil penilaian menunjukkan bahwa ketiga rumah sakit memiliki tingkat kesesuaian rata-rata sebesar 81,3% dan masuk dalam kategori “Baik”. Namun, masih ditemukan kekurangan pada aspek penting seperti ketiadaan ramp dan fire lift untuk evakuasi pasien dalam kondisi tidak dapat berjalan. Penelitian ini menunjukkan perlunya perencanaan evakuasi yang lebih adaptif melalui strategi kesiapan personel tenaga medis, progressive horizontal evacuation dan peningkatan infrastruktur pendukung.


This thesis discusses fire evacuation strategies using a three-dimensional (3D) modeling approach at three hospitals owned by PT X, located in Balikpapan, Tarakan, and Makassar. Currently, emergency evacuation processes can be analyzed using computer-based simulation software that realistically models individual movement dynamics during emergencies. This approach serves as an effective engineering method to assess the extent to which a building supports evacuation during a fire event. To ensure simulation accuracy, a comprehensive understanding of evacuation support facilities is essential, particularly in healthcare settings where occupants often have limited mobility and higher vulnerability. Hospitals, as healthcare facilities, present a high level of fire risk due to their structural complexity and the mobility limitations of patients. This study utilized 3D evacuation modeling through Pathfinder software to simulate occupant movement in emergency scenarios. The simulation was based on building specifications and occupant characteristics, including scenarios involving the evacuation of non-ambulatory patients using beds. The results indicate that critical areas such as intensive care units (ICUs) and inpatient wards recorded Required Safe Egress Time (RSET) that exceeded the Available Safe Egress Time (ASET), suggesting a potential failure in evacuation without strategic improvements. In addition, the study evaluated the compliance level of evacuation facilities with technical standards and regulations. The findings showed that the three hospitals achieved an average compliance score of 81.3%, categorized as “Good.” However, deficiencies were found in essential aspects such as the absence of ramps and fire lifts for evacuating non-ambulatory patients. This study highlights the need for more adaptive evacuation planning through improved preparedness of medical personnel, the application of progressive horizontal evacuation, and the enhancement of supporting infrastructure.
Read More
T-7415
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive