Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Tegar Rezavie Ramadhan; Pembimbing: Sri Tjahjani Budi Utami; Penguji: Zakianis; Rina Fithri Anni Bahar
S-5994
Depok : FKM UI, 2010
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Mecky Muchlis; Pembimbing: Ronnie Rivany, Pujiyanto; Penguji: Rina Fithri Anni Bahar, Marjuned Danoe
Abstrak:

Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman masyarakat di daerah tropis dan sub tropis terutarna pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Sejak krisis ekonomi 1997 daerah endemis malaria bertambah luas bahkan menimbulkan kejadian luar biasa pada daerah yang telah berhasil menanggulangi malaria. Kejadian penyakit malaria di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan Propinsi barn di Indonesia masih menunjukkan angka kesakitan malaria cukup tinggi. Dari data Departemen Kesehatan tahun 2005 untuk Iuar Jawa dan Bali, data 2001 - 2003, Propinsi Kepulauan Bangka-Belitung masih masuk dalam kategori Medium Incidence Area dengan AMI 45,85. Total anggaran bidang kesehatan selama orde baru hanya 2,5%-3% dan setelah krisis ekonami sangat tergantung kebijakan pemerintah daerah. Kabupaten Bangka Tengah di tahun 2006, anggaran biaya obatnya 1 milyar, untuk obat malaria 45 jutaan, Adanya obat baru Artesunate Combination Therapy (ACT) yang harganya lebih mahal dengan anggaran obat malaria masih kccil maka perlu melakukan studi efektititas-biaya dengan obat yang sudah lama dipakai. Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi kuantitatif bersifat deskriptif dengan melakukan studi perbandingan (comparative study) obat CO + PQ dan obat ACT + PQ secara prospektif di Puskesmas Koba. Diharapkan mendapatkan variasi biaya pengobatan malaria vivax dengan analisis efektifitas-biaya serta perhitungan biaya dilakukan dengan metode activity based costing (ABC). Tujuan penelitian untuk memilih biaya pengobatan malaria vivax yang lebih efektif antara obat CQ + PQ dan obat ACT + PQ di Puskesmas Koba. Dari basil penelitian di Puskesmas Koba selama bulan Pebruari sampai dengan April 2006 didapatkan aktifitas biaya investasi terbesar adalah pembacaan sediaan DDR dengan jenis investasi terbesar ruang laboratoriurn, mikroskop. Aktifitas biaya operasional langsung terbesar obat CQ + PQ adalah anarnnesis dan pemeriksaan fisik dan komponen operasional terbesar gaji dan kartu medical record. Obat ACT + PQ biaya operasional langsung terbesar adalah aktifitas menulis cara makan obat di etiket dengan komponen operasional terbesar obat dan gaji. Biaya operasional tidak langsung terbesar kedua alternatif obat adalah aktifitas anarnnesis dan pemeriksaan fisik dengan komponen gaji tak langsung. Biaya pemeliharaan terbesar adalah aktifitas anamnesis dan pemeriksaan fisik di ruang periksa. Dari biaya total yang terbesar adalah biaya operasional. Efektifitas cakupan makan obat CQ + PQ 27 orang dan ACT + PQ 26 orang, selesai makan obat CQ + PQ 25 orang dan obat ACT + PQ 24 orang, turun panas hari pertama obat CQ + PQ 16 orang dan obat ACT + PQ 10 orang dan respon klinis memadai obat CQ + PQ 24 orang dan obat ACT + PQ 22 orang. Hasil analisis rasio obat CQ + PQ lebih kecil daripada obat ACT + PQ, simulasi analisis sensitifitas rasio obat CQ + PQ lebih kecil dari pada obat ACT + PQ dan dari analisis cost recovery rate obat CQ + PQ Iebih sedikit yang disubsidi pernerintah dibandingkan obat ACT + PQ. Obat CQ + PQ lebih cost effective daripada obat ACT + PQ untuk semua analisis dengan semua efektifitas yang didapat. Obat CQ + PQ tetap pilihan utama pengobatan malaria vivax sedangkan obat ACT + PQ untuk malaria falsiparum. Perlunya penyuluhan cara makan obat dengan dosis yang tepat untuk pengobatan malaria vivax dan perlu melakukan penelitian dengan sampel yang lebih banyak sesuai standar.


Malaria was one of disease which becoming a public risk in tropical and sub tropical area. especially for baby, child under five years and child birth's mother. Since economic crisis in 1997, endemic area of malaria increased, even became extraordinary occurrence in the area which has succeeded to overcome of malaria Occurrence of malaria in Province of Archipelago of Bangka Befitting representing new Province in Indonesia still show the malaria index enough was high. In 2005 health data to outside Java and Bali, data 2001 - 2003, Province of Archipelago Bangka-Belitung still enter in category of Medium Incidence Area by AMI 45,85. Totally budget of health service during Orde Baru regime was only 2,5 - 3% and after economic crisis was most depend on locals government : policy. Drug budget of Bangka Tengah district was I billion rupiahs and drug. therapy of malaria was over 45 million rupiahs in 2006. The existence of new drug of Artesunate Combined Therapy (ACT) where its price was more expensive and in the other hand drug budget of malaria was not enough, so it need to cost-effectiveness study with drug which have been used before. This research was a descriptive quantitative economic evaluation with a comparative study of CQ + PQ and ACT + PQ prospectively. Expected to be got a variation of drug therapy of malaria vivax with cost-effectiveness analysis and calculating has been done with Activity Based Costing (ABC) method. These research was to calculated which one more effective in Koba community health center between Cloroquine + Primakuin (CQ + PQ) or Artesunate + Amodiaquine + primakuin (ACT + PQ). The resulth of research in Koba Community Health Center from February until April 2006 was got that the biggest activity investment cost is read of available DDR, with biggest investment component is laboratory room and microscope. The biggest of direct operational cost of CQ + PQ drug were anamnesis and physical examination and the biggest component of operational cost was salary and medical record card. The biggest activity cost of direct operational ACT + PQ was write etiquette of dosage and the biggest operational component was medicine and salary. The biggest cost of indirect operational both drug alternative were anamnesis and physical examination activity and indirect salary component The biggest maintenance cost were anamnesis and physical examination activity and polyclinic. The biggest total, cost was cost of operational. Effectiveness of respondence CQ + PQ were 27 people and ACT + PQ were 26 people; complete treatment CQ + PQ were 25 people and ACT + PQ were 24 people; afebris in the first day CQ + PQ were 16 people and ACT + PQ were 10 people; and the adequate clinical and parasitological response (ACPR) of CQ + PQ were 24 people and ACT + PQ were 22 people. Result analysis drug ratio of CQ + PQ was smaller than ACT + PQ ; analysis simulation of ratio sensitivity drug of CQ + PQ were smaller than ACT + PQ and analysis cost recovery rate drug of CQ + PQ was smaller subsidized by government compared with ACT + PQ. Drug of CQ + PQ was more cost effective than ACT + PQ for all analyses with all of their effectiveness. CQ + PQ was still remain to drug of choice a malaria vivax while ACT + PQ was drug of choice for malaria falcifarum. The importance was counseling of correct dosages for therapy malaria vivax and its importance to research with more minimal samples.

Read More
T-2256
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Gita Rustifar Rustana; Pembimbing: Kemal Nazarufdin; Penguji: Popy Yuniar, Rina Fithri Anni Bahar
Abstrak: Skripsi ini membahas tentang perancangan sistem informasi surveilans HIV/AIDS dalam upaya percepatan distribusi data dan kelancaran arus informasi sehingga dapat menghasilkan gambaran situasi kasus HIV/AIDS dan IMS di Kabupaten Cirebon. Rancangan sistem informasi surveilans HIV/AIDS ini dapat mengolah laporan bulanan kegiatan penanggulangan HIV/AIDS, dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Access, yang akan menghasilkan keluaran berupa informasi sebaran kasus, informasi indikator-indikator dalam kegiatan penanggulangan HIV/AIDS, yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik secara rinci. Dengan demikian cakupan kegiatan yang masih rendah atau terjadinya kasus yang perlu penanganan khusus dapat dilakukan penanggulangan secara efektif dan efisien. Hasil akhir dari penelitian ini adalah prototipe perangkat lunak komputer dari rancangan sistem informasi surveilans HIV/AIDS di Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon.
 

This thesis describes the process of developing an information system for HIV/AIDS surveillance in Cirebon Health District. The work starts out with a study of the existing system, based on two study methods: observation and in depth-interviews at Cirebon Health District Office. The primary goal of this thesis is to design a prototype of HIV/AIDS surveillance information system that can accelerate the distribution of data and ensure the smooth running of information that is most useful in reducing the spread of HIV/AIDS and in providing care for those affected in Cirebon district. This prototype, developed using database management system in Microsoft Access 2007, can process the HIV/AIDS and STI reporting which will produce the information about distribution of HIV infections, AIDS and STI cases, and also some indicators of HIV/AIDS programme that displayed in more detail in tables or graphs. The result of this study is a prototype of information system for HIV/AIDS surveillance design in Cirebon Health District.
Read More
S-7367
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Mawardi; Pembimbing: Engkus Kusdinar Achmad, Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Amila Megraini, Sri Pinantari Hanum, Rina Fithri Anni Bahar
Abstrak: Tujuan: Penelitian ini akan menggambarkan mutu rencana tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang serta menganalisis faktor-faktor yang melatar belakanginya.
Rancangan Penelitian: Penelitian ini dilakukann dengan menggunakan metode kualitatif dengan data primer didapatkan melalui wawancara mendalam terhadap enam orang informan yang terkait dalam perencanaan tahunan dan pengamatan serta data sekunder diperoleh dari dokumen yang berkaitan dengan perencanaan Dinas Kesehatan kota Padang panjang tahun 2005.
Instrumen dan Pengumpulan Data: instrumen utama adalah peneliti sendiri dibantu oleh pedoman wawancara, alat rekam suara berupa tape recorder dan kaset serta model telaah dokumen dengan mengeksplorasi data primer melalui wawancara secara mendalam terhadap informan yang terkait dan berkompeten akan rencana tahunan dan pengamatan langsung terhadap objek, kegiatan dan perilaku staf Dinas Kesehatan. Data sekunder dikumpulkan dengan penelaahan tehadap dokumen yang berkaitan serta tahap verifikasi dengan melakukan pengecekan kembali hasil atau temuan penelitian dengan informan yang telah diwawancarai
Bahan dan Cara Kerja: informasi dimasukkan kedalam kolom matriks yang telah disediakan, hasil pengamatan dicatat dalam bentuk ringkasan dan dokumen dikelompokkan menurut unit kerja, pemanfaatan dan substansi dokumen kemudian dilakukan interpretasi data dalam bentuk kualitatif. Analisis dilakukan secara bertahap mulai dari pengetahuan informan, penilaian informan terhadap mutu rencana tahunan serta faktor-faktor yang melatar belakanginya dengan cara membandingkannya terhadap hasil penelitian ditempat lain serta merujuk pada literatur yang berkaitan.
Hasil: Diketahui bahwa rencana tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang Tahun 2005 telah mengikuti visi misi Dinas Kesehatan, SPM dan AKU-SP dan telah mempunyai kerangka acuan kerja, akan tetapi substansinya sebagian besar rencana belum ada target yang jelas, indikator masih bersifat umum, tidak tercantum uraian kegiatan/waktu yang jelas, tidak ada rencana evaluasi dan masih adanya penggunaan biaya yang tumpang tindih. Proses penyusunan rencana tahunan belum sesuai langkah-langkah kegiatan penyusunan rencana yang benar, koordinasi penyusunan hanya dilakukan melalui kontak pribadi antara staf dan atasan serta koordinasi tidak dilaksanakan melalui rapat atau pertemuan khusus, pejabat pada seksi perencanaan kurang sesuai dengan dasar pendidikannya dan SDM perencana belum pernah mendapatkan pelatihan khusus bidang perencanaan serta pedoman/protap perencanaan tahunan tidak ada.
Kesimpulan: mutu rencana tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang Tahun 2005 masih rendah karena belum terlihat ada fokus kegiatan yang jelas, tidak mempunyai rencana prioritas, masih adanya perencanaan biaya kegiatan yang tumpang tindih, indikator kegiatan tidak terarah, tidak ada uraian kegiatan dan tidak mencantumkan rencana evaluasi. Sedangkan faktor?faktor yang melatar belakangi rendahnya mutu rencana tahunan tersebut adalah adalah proses penyusunan rencana tahunan belum berjalan efektif karena belum mempunyai pedoman khusus/prosedur tetap perencanaan tahunan, koordinasi penyusunan rencana tahunan belum berjalan baik karena kurangnya otoritas/kewenangan dari seksi perencanaan, masih rendahnya kemampuan SDM dalam bidang perencanaan karena latar belakang pendidikan staf yang menjabat seksi kurang tepat dan pengetahuan staf perencana masih rendah.
Kata Kunci : Mutu, Rencana Tahunan, Mutu Rencana Tahunan, Proses Penyusunan Rencana Tahunan, Koordinasi Penyusunan Rencana tahunan, SDM Perencana, Pedoman Perencanan, Dana Perencanaan Tahunan and Pendekatan Sistem Model Karr
Read More
T-2121
Depok : FKM UI, 2005
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Muryanto; Pembimbing: Tris Eryando, Artha Prabawa; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, A.Y.G Wibisono, Rina Fithri Anni Bahar
Abstrak:

Tujuan pengcmbangan Sistem Informasi Program Kesehatan lbu dan Anak di Kabupaten Sanggau adalah dikembangkannya Sistem Informasi Program Kesehatan Ibu dan Anak yang adekuat untuk menghasilkan informasi yang berkualitas dalarn mendukung pelaksanaan progmm Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Sanggau. Pengembangan Sistem lnformasi Program Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Sanggau ini mengacu pada sistem yang sudah ada yaitu Sistem Pelaporan Program Kcschatan Ibu dan Anak (KIA) dan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SPZTP). Namun pelaksanaan sistem ini masih terdapat masalah diantaranya pemanfaatan komputer behun optimal, ketepatan waktu pengiriman laporan rendah dan kelengkapan laporan rendah. Pemmasalahan ini menyebabkan sistem infom1asi beium adekuat dalam menyediakan data yang berkualitas dalam penguatan manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Sanggau. Metodologi yang digunakan adalah berdasarkan siklus hidup pengembangan sistem yang terdiri dari tahap perencanaan, analisis, perancangan dan pelaksanaan. Untuk tahap pelalcsanaan hanya sampai pada kegiatan dokumentasi sistem. Pengujian sistem hanya dilakukan di laboratorium menggunakan data tahun 2005 dan tahun 2006. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi di lapangan. Unit kerja yang menjadi obyek penelitian adalah Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau dan dua Puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam penelitian ini telah dihasilkan prototipe Sistem Informasi Program Keschatan lbu dan Anak di Kabupaten. Pelaksanaan sistem informasi ini agar berjalan dengan baik dan berkelanjutan membutuhkan komitmen dan kebijakan yang kuat dari pcnentu kebUakan, aturan yang jelas tentang organisasi pelaksana, motivasi yang kuat dari pelaksana dan dukungan dana yang berkwinambungan. Diharapkan dapat membantu dalam menyediakan data dan infonnasi Kesehatan Ibu dan Anak berkualitas yang dapat digunakan untuk penguatan manajemen progam Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Sanggau.


The purpose of Maternal and Child Health infomation system development is to develop an application of Matemal and Child Health Program information System is adequately that provided good quality of infomation to support Matemal and Child health programs in Sanggau District. The development for Matemal and Child Health infomation system in Sanggau District had been conducted according to Matemal and Child Health was reporting system and Health Center Integrated Recording and Reporting System was called SPZTP. There are many problems in the implementation of this system such as too using computer on data management was not optimal, lack of timely reporting, and incompleteness of reporting. These problems make the data quality is low and not adequately support the management of Matemal and Child Health program in Sanggau District. The method for this research was using system development life cycle approach that consist of planning, analysis, design and implementation stages. Implementation stage limited to documentation process. System testing have been conducted at laboratory and using data at 2005 and 2006 year. Data needed were collecting by indepth interview, and document observation. The object of research was the Health Office of Sanggau District and two selected public health centers. This research had been created a prototype of Maternal and Child Health Program Management Infomation System is Good and continuity of system implementation need the policy and commitment of decision maker, clear regulation of system organization, good motivation of the system operator and continuity of tinancial support. Hoping to help on providing good quality of Matemal and Child Health data and information which support matemal and Child health program management in Sanggau District.

Read More
T-2592
Depok : FKM-UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Doni Arianto; Pembimbing: Amila Megraini; Penguji: Ronnie Rivany, Pujiyanto, R. Marjuned Danoe, Rina Fithri Anni Bahar
T-2286
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Marlina Permata Sari; Pembimbing: Mieke Savitri; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Purnawan Junadi, Lindawati, Rina Fithri Anni Bahar
Abstrak:

Pelaksanaan manajemen lokakarya mini di puskesmas merupakan sarana evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan pada bulan sebelumnya. Tujuan dari lokakarya mini ini adalah untuk membahas hambatan yang ditemui terhadap pencapaian target cakupan program, serta membuat rencana kerja baru untuk bulan yang akan datang (Plan of Action/POA). Masih belum optimalnya manajemen lokakarya mini di puskesmas dicerminkan dengan proses perencanaan yang belum tersusun dengan baik, jadwal lokakarya mini yang sering ditunda, frekuensi yang tidak rutin, sehingga belum sesuai dengan pedoman lokakarya mini. Akibatnya, evaluasi dan lokakarya mini tidak dapat dilakukan secara optimal untuk penilaian kinerja puskesmas. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran manajemen lokakarya mini di puskesmas dengan pendekatan sistem. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam pada pimpinan puskesmas dan staf puskesmas yang terdiri dari kepala tata usaha, pemegang program KIA, imunisasi, dan PKM, serta melakukan telaah dokumen terhadap proses manajemen lokakarya mini yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Puskesmas Kebun Sikolos, pelaksanaan lokakarya mini puskesmas belum berjalan dengan baik dan belum sesuai dengan petunjuk buku pedoman lokakarya mini puskesmas. Masih kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan lokakarya mini, masih kurangnya pedoman dan protap lokakarya mini bagi seluruh staf, dan sebagian besar staf belum mengetahui pedoman dan protap tersebut. Perencanaan belum berjalan dengan baik, dimana jadwal kegiatan belum ada, pelaksanaan lokakarya mini sering ditunda karena kesibukan pimpinan dalam mengikuti rapat. Frekuensi lokakarya mini masih jarang, pelaksanaannya kadang-kadang 3 bulan sekali. Lokakarya mini sering diadakan karena keadaan yang mendesak, sering dilaksanakan pada pagi hari sebelum pelayanan puskesmas dimulai dengan waktu 1-1,5 jam, sehingga tujuan yang diharapkan belum maksimal. Hambatan yang ditemukan belum pernah dibahas untuk mencari upaya pemecahan masalahnya. Belum adanya rencana kerja bulan berikutnya dari hasil pelaksanaan lokakarya mini yang dilakukan untuk setiap program. Evaluasi pelaksanaan lokakarya mini juga belum pernah dilaksanakan sehingga penilaian kinerja puskesmas tidak tergambar. Hasil penelitian ini menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang untuk menyusun suatu petunjuk teknis lokakarya mini puskesmas dan melakukan bimbingan teknis ke Puskesmas Kebun Sikolos agar menjalankan lokakarya mini puskesmas secara rutin. Bagi Puskesmas Kebun Sikolos disarankan untuk melaksanakan lokakarya mini secara rutin, terjadwal, sesuai dengan baku pedoman lokakarya mini puskesmas dengan tetap memperhatikan kegiatan pelayanan kepada masyarakat, misalnya dari jam 11.00 - 16.00, sehingga waktu diskusi dan perumusan pemecahan masalah dapat berjalan optimal, membuat perencanaan yang baik dengan melibatkan seluruh staf yang ada, didukung oleh fasilitas sarana dan prasarana yang cukup sehingga tujuan dari lokakarya mini dapat tercapai. Diharapkan pimpinan puskesmas dapat mendorong pemberdayaan staf, membina kerjasama, serta membangun semangat kerjasama tim, sehingga dapat dihasilkan tim kerja yang solid dan handal.


 

Abstract: The practice of mini workshop management in puskesmas serves as an evaluation tool for activities conducted in the previous month. The purpose of the mini workshop is to discuss obstacles encountered in achieving program coverage targets and to create a new action plan for the upcoming month (Plan of Action/POA). The less-than-optimal management of mini workshops in puskesmas is reflected in poorly organized planning processes, frequently postponed schedules, and irregular frequency, which do not align with the mini workshop manual. Consequently, evaluations and mini workshops are not optimally conducted for puskesmas performance assessment. This research aims to review mini workshop management in puskesmas using a systems approach. The study employs qualitative methods, including in-depth interviews with puskesmas leadership and staff, such as administrative heads, KIA program holders, immunization officers, and PKM staff, as well as a document review of the mini workshop management process. The research shows that at Puskesmas Kebun Sikolos, mini workshop management has not been well implemented and does not adhere to the puskesmas mini workshop manual. There is a lack of facilities and infrastructure required for conducting mini workshops, insufficient guidelines and protocols for all staff, and most staff are unaware of these guidelines and protocols. Planning is not well-executed, with no established schedule, and mini workshops are often postponed due to the leadership's involvement in meetings. The frequency of mini workshops is infrequent, sometimes occurring only once every three months. Mini workshops are often held under urgent circumstances, typically in the morning before puskesmas services start, taking 1-1.5 hours, which prevents achieving the desired outcomes. Obstacles encountered have not been addressed to find solutions. There is no working plan for the next month based on mini workshop results for each program. Evaluation of mini workshop execution has not been conducted, resulting in an unclear assessment of puskesmas performance. This research suggests that the Health Agency of Padang Panjang City should develop technical guidelines for puskesmas mini workshops and provide technical guidance to Puskesmas Kebun Sikolos to conduct mini workshops regularly. Puskesmas Kebun Sikolos is advised to hold mini workshops routinely, on a scheduled basis, in accordance with the mini workshop manual, while maintaining service activities to the public, for example from 11:00 AM to 4:00 PM, so that discussion and problem-solving time can be optimized. Proper planning should involve all staff, supported by adequate facilities and infrastructure, so that the objectives of the mini workshop can be achieved. It is expected that puskesmas leaders will encourage staff empowerment, foster cooperation, and build team spirit to produce a solid and reliable team.

Read More
T-2289
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Arry Yuswandi; Pembimbing: Budi Hidayat; Penguji: Wachyu Sulistiyadi, Ede Surya Darmawan, Ipik M. Fikri, Rina Fithri Anni Bahar
Abstrak:

Akses pelayanan kesehatan dianggap berkontribusi pada status kesehatan. Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi dengan unmet need yang tinggi, artinya banyak penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi mereka tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan data BPS (2003) terdapat 27,6% penduduk tanpa akses pelayanan kesehatan. Pada tahun 2003 ada sebanyak 16,90% penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dan tidak diobati. Akses pelayanan kesehatan biasanya diukur dengan melihat tingkat penggunaan pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan, diantaranya adalah jenis kelamin, pendidikan, umur, pekerjaan, pendapatan, jaminan kesehatan, wilayah tempat tinggal, pengalaman kesehatan, keluhan kesehatan, tingkat keparahan penyakit, jarak fasilitas kesehatan, dan transportasi. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui dan memahami akses penduduk Sumatera Barat ke pelayanan kesehatan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 (SUSENAS 2004) yang terdiri dari kuesioner kor (VSEN2004K) dan dan kuesioner modul perumahan dan kesehatan (VSEN2004MPK). Populasi target dalam penelitian ini adalah penduduk Sumatera Barat. Sampel penelitian adalah individu yang menjadi sampel Susenas 2004 dalam hal ini adalah responden terpilih. Akses pelayanan kesehatan diukur dengan melihat penggunaan pelayanan kesehatan. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pelayanan kesehatan. Uji statistik yang digunakan untuk analisis bivariat adalah uji kai kuadrat dan uji t. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui probabilitas dan rasio odds penggunaan pelayanan kesehatan. Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik. Hasil penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu penggunaan pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Penggunaan pelayanan rawat jalan sebesar 16,90% dan rawat inap sebesar 1,68%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pelayanan rawat jalan adalah jenis kelamin, pendidikan, umur, pekerjaan, pendapatan, jaminan kesehatan, wilayah tempat tinggal, pengalaman sakit, keluhan kesehatan, tingkat keparahan penyakit. Adapun faktor-faktor yang berhubungan akses pelayanan rawat inap adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan wilayah tempat tinggal. Di dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa perempuan lebih rendah dalam penggunaan pelayanan rawat jalan dibandingkan laki-laki. Penduduk yang tinggal di kota lebih rendah dalam penggunaan pelayanan rawat jalan dibandingkan penuduk yang tinggal di desa. Jaminan kesehatan meningkatkan penggunaan pelayanan rawat jalan demikian juga dengan keluhan kesehatan (batuk, pilek, sakit lainnya) dan tingkat keparahan pennyakit meningkatkan penggunaan pelayanan rawat jalan. Jarak ke fasilitas kesehatan menjadi faktor penghambat penggunaan pelayanan rawat jalan. Pada pelayanan rawat inap, penduduk yang bekerja mempunyai peluang lebih rendah dibandingkan penduduk yang tidak bekerja dalam menggunakan pelayanan rawat inap. Penyakit asma merupakan keluhan utama untuk menggunakan pelayanan rawat inap. Saran yang dapat diberikan adalah mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, penyebaran tenaga kesehatan yang merata, memberikan kesempatan pelayanan kesehatan swasta untuk dapat berkembang, dan penyediaan fasilitas kesehatan pada perusahaan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang mudah diakses seperti Puskesmas Pembantu, Polindes dan meningkatkan cakupan asuransi kesehatan kepada masyarakat yang belum tercakup dalam askes PNS, Jamsostek, dan askeskin.


 

The access to health services is considered contributing to health status. West Sumatra is one of provinces with high unmet need, which means that there are many people in the province needing health services but they are not able to have them. Based on data from BPS (Central Bureau of Statistics) (2003) there were 27.6% of the people without access to the services. In 2003, 16.90% of the people complained their health but they were not cured. The access to health services is generally measured by studying the level of health service utilization. A variety of factors affect the access to health services, among others, sex, education, age, occupation, income, health insurance, residence area, health experience, health complaints, severity of illness, distance to health facilities, and transportation. This research attempts to find out and understand the access of West Sumatra's people to health services using secondary data from National Social and Economic Survey (SUSENAS) 2004 which consist of core questionnaire (VSEN2004K) and questionnaire of housing and health module (VSEN2004MPK). The population is West Sumatra's people. The samples are selected respondents, which were the samples of Susenas 2004. The access was measured by observing the utilization of health services. Bivariate analysis was conducted to find out factors related to health service access. Statistical tests used in the bivariate analysis are chi-square test and t test. Multivariate analysis was conducted to find out the probability and odds ratio of health service utilization. Statistical test used is logistic regression test. The results of the research are divided into two groups, namely outpatient service and in-patient service. The utilization of outpatient service is 16.90% and of in-patient service is 1.68%. Factors related to the access of outpatient service are sex, education, age, occupation, income, health insurance, residence area, health experience, health complaints, and severity of illness. Factors related to in-patient service are sex, education, occupation, and residence. It was found that the utilization of outpatient service by women is lower compared to men. The utilization is lower for people who live in towns than those who live in villages. Health insurance increases the utilization of outpatient services and so do health complaints (cough, influenza, other illnesses) and severity of illness. The distance to health facilities is a constraint factor to the utilization of outpatient service. People who work have a lower probability to use the in-patient services compared to those who do not. Asthma is major complaint for the in-patient service utilization. What can be suggested are approaching health services to people, distributing health personnel equally, giving opportunity to private health service to develop, providing health facilities at company, improving the quality of health service which is easily accessed such as Puskesmas Pembantu (branch of conununity health center), Polindes (polyclinic in villages) and increasing the coverage of health insurance for people who have not been covered in the health insurance of PNS (civil servants), Jamsostek (social insurance for workforce), and Askeskin.

Read More
T-2246
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive