Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Helmi Suryani Nasution; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Pandu Riono, Sulistyo, RR. Diah Handayani
Abstrak:
Salah satu tantangan dalam program TB resistan obat di Indonesia adalahmeningkatnya trend putus berobat. Di tahun 2009, persentase pasien TB resistan obatyang mangkir adalah sebesar 10,5% dan terus mengalami peningkatan di tahun-tahunselanjutnya. Untuk tahun 2013, angka ini meningkat menjadi 28,7%. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian putusberobat pada pasien TB resistan obat di Indonesia tahun 2014-2015. Desain penelitianadalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB resistan obat yangtercatat memulai pengobatan di tahun 2014-2015 dan tercatat di E-TB Manager.Statistik deskriptif, analisis survival dan multivariat digunakan untuk mengetahuipengaruh dari variabel-variabel prediktor terhadap kejadian putus berobat pada kasusTB resistan obat. Dari 2.783 kasus, 30,18% (840) kasus putus berobat. Pada pengobatan< 60 hari, kejadian putus berobat pada pasien berusia 41-84 tahun adalah 1,938 (95%CI,239-3,032) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang berumur 15-40 tahun danpada pengobatan ≥ 60 hari, kejadian putus berobat pada usia 15-40 tahun adalah 1,938(95%CI 1,239-3,030) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang berumur 41-84tahun. Kejadian putus berobat pada kasus TB resistan obat yang kabupaten/kota tempattinggal pasien sama dengan kabupaten/kota di mana fasyankes TB resistan obat beradaadalah 1,672 (95%CI 1,357-2,062) kali lebih cepat dibandingkan dengan kasus yangberasal dari kabupaten/kota yang berbeda dengan kabupaten/kota di mana fasyankes TBresistan obat berada. Hubungan interaksi (rate-difference modification) antara tempattinggal pasien dengan letak fasyankes rujukan TB resistan obat dan lama interupsipengobatan dengan kejadian putus berobat pada kasus TB resistan obat padapengobatan < 60 hari adalah positif sementara pada pengobatan ≥ 60 hari adalah negatif.Begitu pula hubungan interaksi antara lama interupsi pengobatan dan dukunganpsikososial.Kata kunci:Putus berobat, default, TB resistan obat, TB MDR.
Read More
T-5166
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Eni Iswati; Pembimbing: Nuning Maria Kiptiyah; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Endang Lukitosari; RR. Diah Handayani
Abstrak:
ABSTRAK Multi Drug Resistant Tuberculosis (TB MDR) adalah tuberkulosis yang resistant terhadap obat anti tuberkulosis paling efektif yaitu isoniazid dan rifampisin. Kemenkes RI (2017) menyebutkan bahwa sukses pengobatan TB resisten obat di Indonesia tahun 2016 sebesar 65% dan target sukses pengobatan TB resisten obat tahun 2020 adalah 75%. Salah satu faktor yang berhubungan dengan sukses pengobatan TB MDR adalah konversi kultur sputum pada 3 bulan pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konversi kultur sputum pada 3 bulan pengobatan dengan sukses pengobatan TB MDR di Indonesia tahun 2014-2015. Desain penelitian ini adalah cohort retrospective. Populasi pada penelitian ini adalah kasus TB MDR yang teregistrasi pada aplikasi eTB Manager tahun 2014-2015 yaitu 1.219 kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel riwayat pengobatan TB sebelumnya berinteraksi dengan waktu yaitu pada bulan ke-26 sehingga HR pada kasus yang memperoleh hasil pengobatan sebelum 26 bulan berbeda dengan HR pada kasus yang memperoleh hasil pengobatan 26 bulan atau lebih. Hasil analisis multivariat dengan cox extended menunjukkan bahwa hubungan konversi kultur sputum pada 3 bulan dengan sukses pengobatan TB MDR memiliki HR 4,245 (95% CI: 1,347-13,373) setelah dikontrol oleh HIV dan interaksi riwayat pengobatan TB sebelumnya dengan konversi kultur pada 3 bulan pengobatan. Tidak adanya riwayat pengobatan TB menambah efek konversi kultur sputum pada 3 bulan sebagai indikator sukses pengobatan TB MDR. Kata kunci: Konversi Kultur, Sukses Pengobatan, TB MDR Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) is tuberculosis that resistant to the most effective anti-tubeculosis drugs isoniazid and rifampicin. Kemenkes RI (2017) mentioned that success treatment of resistant TB in Indonesia in 2016 is 65% and target of success treatment of resistant TB in 2020 is 75%. One of the factors associated with successful MDR TB was sputum culture conversion at 3 months of treatment. The purpose of this study was to determine the relationship between sputum culture conversion at 3 months of treatment with success of MDR TB treatment in Indonesia in 2014-2015. The design of this study was a restrospective cohort. Population in this research is MDR TB cases registered in e-TB Manager application in 2014-2015 that is 1,219 cases. The result showed that previous history TB has interaction with time in 26th months so HR in cases that get outcome before 26 months different with HR in casesthat ger outcome in 26th months or more. Multivariate analysis with extended cox showed that association of sputum culture conversion at 3 months with successful outcome (HR = 4,245; 95% CI: 1,347-13,373) after adjusted with HIV and interaction of TB treatment history and culture conversion at 3 months. The absence of TB treatment history increase sputum culture conversion effect as indicator success treatment of MDR TB. Key words: Culture conversion, success treatment, MDR TB
Read More
T-5147
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Maria Regina Loprang; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Helda, Tri Yunis Miko Wahyono, RR Diah Handayani, Sulistyo
Abstrak:
Read More
Tuberkulosis resisten obat (TBC RO) tetap menjadi hambatan utama dalam eliminasi tuberkulosis, dengan Indonesia menempati peringkat ketiga dalam beban TBC RO secara global. Dari perkiraan 30.000 kasus baru setiap tahun, hanya 39% yang terdiagnosis dan dilaporkan, dengan tingkat keberhasilan pengobatan yang rendah sebesar 57%. Penelitian ini menganalisis faktor risiko kematian pada pasien TBC RO yang menggunakan paduan pengobatan jangka pendek (STR) di Indonesia selama 2020–2022 dengan desain kohort retrospektif dan analisis survival menggunakan data SITB. Temuan utama mengidentifikasi usia lanjut (≥65 tahun), koinfeksi HIV tanpa ART, riwayat pengobatan ulang, keterlambatan memulai pengobatan (>3 bulan), dan rejimen berbasis suntikan STR sebagai faktor risiko kematian yang signifikan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (87,37%) ditemukan pada pasien yang memulai pengobatan dalam 2–4 minggu setelah diagnosis dan terendah (77,36%) pada mereka yang menunda pengobatan lebih dari tiga bulan. Koinfeksi HIV tanpa ART menjadi faktor risiko terkuat, meningkatkan risiko kematian hingga sepuluh kali lipat, sementara usia lanjut meningkatkan risiko 3,67 kali dibandingkan kelompok usia yang lebih muda. Temuan ini menegaskan pentingnya diagnosis dan pengobatan tepat waktu, khususnya bagi kelompok berisiko tinggi.
Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) remains a critical barrier to tuberculosis elimination, with Indonesia ranking third globally in DR-TB burden. Despite an estimated 30,000 new cases annually, only 39% are diagnosed and reported, with a low treatment success rate of 57%. This study analyzed mortality risk factors among DR-TB patients treated with shorter treatment regimens (STR) in Indonesia from 2020 to 2022 using retrospective cohort and survival analyses of SITB data. Key findings identified older age (≥65 years), HIV co-infection without ART, re-treatment history, delayed treatment initiation (>3 months), and STR injection-based regimens as significant mortality risk factors. Survival was highest (87.37%) among patients starting treatment within 2–4 weeks of diagnosis and lowest (77.36%) for those delaying beyond three months. HIV co-infection without ART posed the strongest risk, increasing mortality tenfold, while advanced age raised the risk 3.67 times compared to younger cohorts. These findings underscore the need for timely diagnosis and treatment, particularly for high-risk groups
T-7436
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
