Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Anisa; Pembimbing: Anhari Achadi; Penguji: Amal Chalik Sjaaf, Wahyu Sulistiadi, Ismiyati; Nazmi
Abstrak:
Terdapat 714 Penyalur Alat Kesehatan (PAK) telah dilakukan inspeksi oleh Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Kementerian Kesehatan RI selama tahun 2016-2018 dengan hasil 119 PAK memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB), 442 PAK tidak memenuhi syarat CDAKB, 46 PAK direkomendasikan untuk memperoleh sertifikat CDAKB dan 153 PAK dicabut izin PAK nya. Penelitian ini bertujuan mengetahui kinerja implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 dalam Penerapan CDAKB Tahun 2019 serta kaitan antar variabel yang mempengaruhi. Metode penelitian ini adalah kualitatif, dilakukan selama bulan Maret sampai Juli 2020, melalui wawancara mendalam kepada informan, observasi, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan tahun 2019 terdapat 386 PAK telah dilakukan monitoring dan evaluasi penerapan CDAKB, dari jumlah tersebut terdapat 114 PAK telah memenuhi syarat CDAKB. Beberapa faktor yang dapat menghambat implementasi kebijakan antara lain standard dan sasaran kebijakan yang belum dituangkan dalam indikator kinerja, insentif dari variabel sumberdaya kebijakan yang belum terdata dan tersosialisasikan dengan baik serta karakteristik badan pelaksana dari sisi sumber daya manusia yang terbatas serta hubungan antar organisasi yang belum optimal. Sebagai simpulan kinerja implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 tahun 2014 dalam penerapan CDAKB tahun 2019 secara umum sudah terlaksana dengan baik, namun belum mencapai tujuan yang optimal dikarenakan kendala-kendala yang ada pada pembuatan kebijakan maupun pelaksana kebijakan. Peneliti merekomendasikan perlu disusunnya Peraturan yang mengandung muatan wajib melakukan sertifikasi CDAKB kepada seluruh PAK dan menjadikan penerapan CDAKB sebagai indikator kegiatan.

There are 714 Medical Device Distributors (PAK) that have been inspected by the Directorate of Medical Devices and Household Health Supplies (PKRT), the Ministry of Health of the Republic of Indonesia during 2016-2018 with the results of 119 PAK fulfilling the requirements for Good Distribution Medical Device Practice (CDAKB), 442 PAKs did not meet CDAKB requirements, 46 PAKs were recommended to obtain CDAKB certificates and 153 PAKs had their PAK permits revoked. This study aims to determine the performance of the implementation of Regulation of the Minister of Health Number 4 of 2014 in the  Implementation of the 2019 CDAKB and the relationship between variables that influence it. This research method is qualitative, carried out from March to July 2020, through in-depth interviews with informants, observation, and document review. The results showed that in 2019 there were 386 PAKs that had monitored and evaluated the implementation of the CDAKB, of which there were 114 PAKs that had met the CDAKB requirements. Several factors that can hinder policy implementation include standards and policy targets that have not been translated into performance indicators, incentives from policy resource variables that have not been properly recorded and socialized, and characteristics of the implementing agency in terms of limited human resources and sub-optimal relations between organizations. . The researcher recommends the need to formulate regulations that contain mandatory CDAKB certification for all PAK and make the implementation of CDAKB an indicator of activities.

Read More
T-5945
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Pritha Elisa; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Adang Bachtiar, Wahyu Sulistiadi, IGM Wirabrata, Ismiyati
Abstrak:
Kebutuhan alat kesehatan di Indonesia saat ini 90% dipenuhi oleh alat kesehatan impor. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan salah satunya melalui kebijakan percepatan perizinan alat kesehatan dengan tujuan meningkatkan investasi di bidang alat kesehatan. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan percepatan perizinan alat kesehatan untuk mendukung pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri. Penelitian ini dengan metode kualitatif dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan data sekunder melalui telaah dokumen. Penelitian menggunakan teori analisis kebijakan Van Meter dan Van Horn dengan variabel ukuran dan tujuan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Hasil penelitian adalah ukuran dan tujuan kebijakan telah jelas namun masih terkendala pada ketersediaan sumber daya manusia dan karakteristik badan pelaksana yang terbatas, serta disposisi pelaksana yang masih kurang dari intensitas pelaksanaan kebijakan. Komunikasi antar organisasi terkait kebijakan sudah cukup optimal, serta lingkungan ekonomi dan sosial yang cukup mendukung, namun lingkungan politik belum cukup mendukung kebijakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implementasi belum berjalan dengan optimal dengan kendala pada variabel yang cukup berpengaruh yaitu sumber daya manusia dan lingkungan politik karena sumber daya manusia adalah sumber daya utama dalam implementasi kebijakan dan kebijakan penyerta yang mendukung kebijakan ini masih belum kuat. Penelitian ini merekomendasikan dibuatnya kebijakan penyerta seperti kebijakan kewajiban menggunakan alat kesehatan dalam negeri pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah untuk memperluas pasar alat kesehatan produksi dalam negeri

The needs of medical devices in Indonesia currently 90% are met by imported medical devices. Therefore the government issued Minister of Health Regulation No. 17 of 2017 concerning Action Plans for the Development of the Pharmaceutical Industry and Medical Devices, one of which is through the policy of accelerating the licensing of medical devices. So this study aims to determine the implementation of accelerated medical device licensing policies to support the development of the domestic medical device industry. This study uses qualitative methods and is analyzed with Van Meter and Van Horn policy theory with variable size and objectives, resources, characteristics of implementing agencies, communication between organizations, disposition of implementers, as well as economic, social, and political environments that influence policy implementation. The results of the study are that the size and objectives of the policy are clear but are still constrained by the availability of human resources and the limited characteristics of the implementing agency, as well as the disposition of implementers that are still less than the intensity of the implementation of the policy. Communication between organizations related to policy is quite optimal, and the economic and social environment is quite supportive, but the political environment is not enough to support policy. This study recommends making accompanying policies such as the obligation to use domestic medical devices at government health service facilities to expand the domestic production of medical devices.

Read More
T-5962
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurul Safitri; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Pujiyanto, Vetty Yulianty Permanasari, Ismiyati, Anisa
Abstrak:
Alat kesehatan di Indonesia masih dipenuhi oleh lebih dari 70% alat kesehatan impor. Selain itu, transaksi alat kesehatan dalam negeri dalam e-katalog pada tahun 2019-2020 yang masih rendah (12%) menandakan masih besarnya ketergantungan terhadap alat kesehatan impor. Upaya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2017 yang mewajibkan penerapan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB), paling lambat 4 tahun sejak peraturan tersebut diterbitkan. Hingga tahun 2022, jumlah sarana produksi alat kesehatan yang memiliki sertifikat CPAKB hanya 30,52%. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi kebijakan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik tahun 2022. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap informan dari pemerintah, asosiasi, dan industri alat kesehatan di Indonesia, serta telaah dokumen. Penelitian menggunakan model implementasi kebijakan Grindle dan Van Meter Van Horn yang dimodifikasi dalam kerangka segitiga kebijakan Walt-Gilson. Hasil penelitian adalah ukuran dan tujuan kebijakan, kepentingan yang dipengaruhi, dan manfaat kebijakan sudah jelas, namun terkendala dari sumber daya keuangan yang masih terbatas. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan. Karakterisitik lembaga pelaksana mendukung implementasi kebijakan, namun strategi para pelaksana masih belum dilaksanakan secara optimal. Disposisi pelaksana masih kurang dan komunikasi kebijakan perlu ditingkatkan. Dari sisi aktor/pelaksana kebijakan, masih terdapat keterbatasan jumlah sumber daya manusia untuk menerapkan kebijakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum kebijakan sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat beberapa kendala pada pelaksanaannya. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penguatan kebijakan-kebijakan yang mendorong penerapan CPAKB dan dukungan dari para pelaksana kebijakan, terutama terkait penguatan kebijakan izin edar alat kesehatan dalam negeri dimana CPAKB dijadikan persyaratan wajib dalam pengajuan izin edar.

Medical devices in Indonesia are still fulfilled by more than 70% of imported medical devices. In addition, domestic medical device transactions in e-catalogs in 2019-2020 were still low (12%) indicating that there was still a large dependence on imported medical devices. The effort of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia to overcome this is by issuing Minister of Health Regulation Number 20 of 2017 which requires the application of Good Medical Device Manufacturing Practices (CPAKB), no later than 4 years after the regulation was issued. Until 2022, the number of medical device production facilities that have CPAKB certificates is only 30.52%. This study aimed to analyze the implementation of the Good Medical Device Manufacturing Practice policy in 2022. The research was conducted qualitatively using in-depth interviews with informants from the government, associations, and the medical device industry in Indonesia, as well as document reviews. This research uses the policy implementation model of Grindle and Van Meter Van Horn which is modified within the framework of the Walt-Gilson policy triangle. The results of the research are that the standard and objectives of the policy, the interests affected, and the benefits of the policy are clear, but are constrained by limited financial resources. The economic, social, and political environment influences policy implementation. The characteristics of implementing agencies support policy implementation, but the strategies of implementing agencies have not been implemented optimally. The disposition of implementers is still lacking and policy communication needs to be improved. In terms of actors/policy implementers, there is still a limited number of human resources to implement policies. This study concludes that in general the policy has been implemented well, but there are still obstacles in its implementation. This study recommends the need to strengthen policies that encourage the implementation of CPAKB and support from policy implementers, especially related to strengthening the policy for registration of distribution permits for domestic medical devices where CPAKB must be a mandatory requirement in the application.
Read More
T-6649
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ulfa Laela Farhati; Pembimbing: Dadan Erwandi; Penguji: Baiduri Widanarko, Mufti Wirawan, Muthia Ashifa, Avinia Ismiyati
Abstrak:


Industri agrokimia menghadapi risiko keselamatan tinggi akibat penggunaan bahan kimia berbahaya dan proses produksi yang kompleks. Safety leadership menjadi krusial dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan meminimalkan risiko kecelakaan serta dampak negatif terhadap kesehatan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil safety leadership di PT X dan menganalisis implementasinya berdasarkan LEAD Model. Metode penelitian menggunakan pendekatan mixed method, dengan data kuantitatif melalui kuesioner yang diadaptasi dari LEAD Scale dan data kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi lapangan, dan tinjauan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa safety leadership di PT X memiliki karakteristik yang positif dengan dimensi Leverage, Energise, Adapt, dan Defend. Dimensi Leverage menunjukkan skor tertinggi (4,56), menandakan efektivitas pemimpin dalam memanfaatkan sumber daya. Namun, dimensi Defend memiliki skor terendah (4,12), menunjukkan perlunya peningkatan dalam strategi perlindungan dan mitigasi risiko. Subdimensi dengan skor tertinggi adalah Clarity (4,63), sedangkan yang terendah adalah Accountability (4,12). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa PT X telah berhasil menerapkan safety leadership dengan baik, namun masih ada ruang untuk peningkatan, terutama dalam aspek akuntabilitas. Saran yang diberikan meliputi pengembangan sistem pemantauan yang lebih efektif, mendorong keterlibatan aktif karyawan dalam program keselamatan, dan membangun budaya keselamatan yang proaktif.


The agrochemical industry faces high safety risks due to the use of hazardous chemicals and complex production processes. Safety leadership is crucial in creating a safe work environment and minimizing the risk of accidents and negative impacts on workers' health. This study aims to analyze the safety leadership profile at PT X and evaluate its implementation based on the LEAD Model. The research method employs a mixed- method approach, utilizing quantitative data collected through questionnaires adapted from the LEAD Scale and qualitative data through in-depth interviews, field observations, and document reviews. The study results indicate that safety leadership at PT X exhibits positive characteristics across the dimensions of Leverage, Energise, Adapt, and Defend. The Leverage dimension scored the highest (4.56), indicating the effectiveness of leaders in utilizing resources. However, the Defend dimension scored the lowest (4.12), highlighting the need for improvements in protection strategies and risk mitigation. The subdimension with the highest score is Clarity (4.63), while Accountability scored the lowest (4.12). The conclusion of this study is that PT X has successfully implemented safety leadership, but there is still room for improvement, particularly in accountability aspects. Recommendations include developing a more effective monitoring system, encouraging active employee participation in safety programs, and fostering a proactive safety culture.

Read More
T-7406
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive