Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Yapintar Mendrofa; Pembimbing: Lukman Hakim Tarigan, Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Soedarto Ronoadmodjo, Ferdinand J. Laihad, Dwiati Sekaringsih
Abstrak:
Latar belakang : Malaria adalah masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius bagi ibu hamil. Ibu hamil lebih berisiko untuk terinfeksi malaria dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Prevalensi malaria ibu hamil di dunia diperkirakan 10%-65%. Ibu hamil yang berada di area endemis di dunia diperkirakan lebih dari 23 juta orang. Bahaya malaria pada ibu hamil selain dapat mengganggu kesehatan ibu seperti anemia, malaria berat sampai pada kematian, juga janin yang dikandungnya dapat mengalami keguguran, kematian janin dalam kandungan, berat badan lahir rendah dan lain-lain. Prevalensi malaria ibu hamil di Indonesia belum diketahui pasti karena terbatasnya informasi dan penelitian yang ada.
Tujuan : penelitian ini adalah untuk menggambarkan seberapa besar proporsi kejadian malaria ibu hamil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di high incidence area dan medium incidence area di Kabupaten Nias Tahun 2005.
Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kroseksional dengan data primer, dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2005. Sampel penelitian adalah ibu hamil yang dalam satu bulan terakhir belum pernah minum obat anti malaria. Besar sampel 440 orang ibu hamil masing-masing 220 orang di high incidence area dan 220 orang di medium incidence area. Pengambilan sampel dengan multistage random sampling Analisis dilakukan untuk mengambarkan proporsi dan faktor determinan kejadian malaria di masing-masing area. Variabel yang diteliti adalah kejadian malaria, graviditas, paritas, usia kehamilan, usia ibu, pekerjaan, pengetahuan, pemakaian obat nyamuk dan pakaian tertutup anggota badan.
Hasil : Proporsi kejadian malaria pada ibu hamil di HIA adalah 36,36%, MIA 31,36% dan HIA+MIA 33,86%, dan ibu hamil yang mengalami gejala klinis dalam sebulan terakhir di HIA 10,90% dan MIA 35,45%. Proporsi kehamilan pertama dan menderita malaria di HIA adalah 48,28%, sedangkan di MIA adalah 47,80%. Proporsi paritas 1 dan menderita malaria di HIA adalah 44,64% sedangkan di MIA adalah 48%. Proporsi usia kehamilan 14-27 minggu di HIA adalah 41,76%, sedangkan di MIA adalah 31,07%. Ibu hamil yang berusia < 20 tahun dan sakit malaria 31,25%, sedangkan di MIA adalah 30,77%. Ibu hamil yang bekerja diluar rumah dan sakit malaria di HIA adalah 39,33%, sedangkan di MIA adalah 32,31%. Ibu hamil yang tidak atau kadang-kadang menggunakan obat nyamuk dan menderita malaria di HIA 44,64% dan 37,93%, sedangkan di MIA adalah 40,74% dan 37,04%. Ibu hamil yang tidak atau kadang-kadang menggunakan pakaian tertutup anggota badan dan menderita malaria di HIA adalah 48,68% dan 33,85%, sedangkan di MIA adalah 38,18% dan 34,78%.
Kesimpulan : Kejadian malaria ibu hamil tidak ada perbedaan bermakna antara kedua area. Faktor determinan kejadian malaria ibu hamil adalah graviditas, pengetahuan, pemakaian obat nyamuk dan pakaian tertutup anggota badan.
Kata Kunci : Malaria ibu hamil, prevalensi, graviditas, paritas, kroseksional.
Background : Malaria is a public health problem which very serious for pregnant women. Pregnant women is more exposed to malaria infection compared with non-pregnant women. Pregnant women malaria prevalence on world estimated 10%-65%. Pregnant women on epidemic area in the world estimated more than 23 million people. Malaria danger on pregnant women beside can corrupt mother's health such as anemia, heavy malaria toward death, also infant miscarriage, infant death, low birth weight, and etcetera. Pregnant women malaria prevalence on Indonesia had not been detected because of information and research limitation.
Objective : This research?s aim is to describe malaria proportion on pregnant women and influence factors on high incidence area and medium incidence area in Nias district year 2005.
Methods : This research using cross-sectional design with primer data, conducted in May till June 2005. Research sample is pregnant women which in the last month never been drinking anti-malaria medicine. Sample quality 440 pople pregnant women each 220 people on high incidence area and 220 people on medium incidence area. Sample was taken by multistage random sampling. Analysis was conducted to describe proportion and malaria determinant factor on each area. Research variable are malaria itself, gravidity, parity, pregnancy age, mother's age, occupation, knowledge about malaria, usage of insect killer and closed outfit.
Results : Proportion malaria on pregnant women in HIA was 36,36%, MIA 31,36% and HIA+MIA 33,86% and pregnant women that suffer clinics symptom for the last month in HIA 10,90% and MIA 35,45%. First pregnancy proportion and suffer malaria in HIA was 48,28%, while on MIA was 47,80%. One (1) parity proportion and suffer malaria on HIA was 44,64% while on MIA was 48%. Pregnancy age proportion 14-27 weeks on HIA was 41,76%, while on MIA was 31,07%. Pregnant women under 20 year old and suffer from malaria 31,25%, while on MIA was 30,77%. Pregnant women that work outside house and suffer from malaria on HIA was 39,33%, while on MIA was 32,31%. Pregnant other that rarely or not using insect killer and suffer from malaria on HIA 44,64% and 37,93%, while on MIA was 40,74% and 37,04%. Pregnant women that not or rarely using closed outfit and suffer from malaria on HIA was 48,68% and 33,85%, while on MIA was 38,18% and 34,78%.
Conclusions : Malaria on pregnant women in high incidence area and medium incidence area no relation signifikant. Malaria determinant factor on pregnant women are gravidity, knowledge about the danger of malaria for pregnant women, usage of insect killer and closed outfit.
Keywords: Malaria on pregnant women, prevalence, gravidity, parity, crossectional.
Read More
Tujuan : penelitian ini adalah untuk menggambarkan seberapa besar proporsi kejadian malaria ibu hamil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di high incidence area dan medium incidence area di Kabupaten Nias Tahun 2005.
Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kroseksional dengan data primer, dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2005. Sampel penelitian adalah ibu hamil yang dalam satu bulan terakhir belum pernah minum obat anti malaria. Besar sampel 440 orang ibu hamil masing-masing 220 orang di high incidence area dan 220 orang di medium incidence area. Pengambilan sampel dengan multistage random sampling Analisis dilakukan untuk mengambarkan proporsi dan faktor determinan kejadian malaria di masing-masing area. Variabel yang diteliti adalah kejadian malaria, graviditas, paritas, usia kehamilan, usia ibu, pekerjaan, pengetahuan, pemakaian obat nyamuk dan pakaian tertutup anggota badan.
Hasil : Proporsi kejadian malaria pada ibu hamil di HIA adalah 36,36%, MIA 31,36% dan HIA+MIA 33,86%, dan ibu hamil yang mengalami gejala klinis dalam sebulan terakhir di HIA 10,90% dan MIA 35,45%. Proporsi kehamilan pertama dan menderita malaria di HIA adalah 48,28%, sedangkan di MIA adalah 47,80%. Proporsi paritas 1 dan menderita malaria di HIA adalah 44,64% sedangkan di MIA adalah 48%. Proporsi usia kehamilan 14-27 minggu di HIA adalah 41,76%, sedangkan di MIA adalah 31,07%. Ibu hamil yang berusia < 20 tahun dan sakit malaria 31,25%, sedangkan di MIA adalah 30,77%. Ibu hamil yang bekerja diluar rumah dan sakit malaria di HIA adalah 39,33%, sedangkan di MIA adalah 32,31%. Ibu hamil yang tidak atau kadang-kadang menggunakan obat nyamuk dan menderita malaria di HIA 44,64% dan 37,93%, sedangkan di MIA adalah 40,74% dan 37,04%. Ibu hamil yang tidak atau kadang-kadang menggunakan pakaian tertutup anggota badan dan menderita malaria di HIA adalah 48,68% dan 33,85%, sedangkan di MIA adalah 38,18% dan 34,78%.
Kesimpulan : Kejadian malaria ibu hamil tidak ada perbedaan bermakna antara kedua area. Faktor determinan kejadian malaria ibu hamil adalah graviditas, pengetahuan, pemakaian obat nyamuk dan pakaian tertutup anggota badan.
Kata Kunci : Malaria ibu hamil, prevalensi, graviditas, paritas, kroseksional.
Background : Malaria is a public health problem which very serious for pregnant women. Pregnant women is more exposed to malaria infection compared with non-pregnant women. Pregnant women malaria prevalence on world estimated 10%-65%. Pregnant women on epidemic area in the world estimated more than 23 million people. Malaria danger on pregnant women beside can corrupt mother's health such as anemia, heavy malaria toward death, also infant miscarriage, infant death, low birth weight, and etcetera. Pregnant women malaria prevalence on Indonesia had not been detected because of information and research limitation.
Objective : This research?s aim is to describe malaria proportion on pregnant women and influence factors on high incidence area and medium incidence area in Nias district year 2005.
Methods : This research using cross-sectional design with primer data, conducted in May till June 2005. Research sample is pregnant women which in the last month never been drinking anti-malaria medicine. Sample quality 440 pople pregnant women each 220 people on high incidence area and 220 people on medium incidence area. Sample was taken by multistage random sampling. Analysis was conducted to describe proportion and malaria determinant factor on each area. Research variable are malaria itself, gravidity, parity, pregnancy age, mother's age, occupation, knowledge about malaria, usage of insect killer and closed outfit.
Results : Proportion malaria on pregnant women in HIA was 36,36%, MIA 31,36% and HIA+MIA 33,86% and pregnant women that suffer clinics symptom for the last month in HIA 10,90% and MIA 35,45%. First pregnancy proportion and suffer malaria in HIA was 48,28%, while on MIA was 47,80%. One (1) parity proportion and suffer malaria on HIA was 44,64% while on MIA was 48%. Pregnancy age proportion 14-27 weeks on HIA was 41,76%, while on MIA was 31,07%. Pregnant women under 20 year old and suffer from malaria 31,25%, while on MIA was 30,77%. Pregnant women that work outside house and suffer from malaria on HIA was 39,33%, while on MIA was 32,31%. Pregnant other that rarely or not using insect killer and suffer from malaria on HIA 44,64% and 37,93%, while on MIA was 40,74% and 37,04%. Pregnant women that not or rarely using closed outfit and suffer from malaria on HIA was 48,68% and 33,85%, while on MIA was 38,18% and 34,78%.
Conclusions : Malaria on pregnant women in high incidence area and medium incidence area no relation signifikant. Malaria determinant factor on pregnant women are gravidity, knowledge about the danger of malaria for pregnant women, usage of insect killer and closed outfit.
Keywords: Malaria on pregnant women, prevalence, gravidity, parity, crossectional.
T-2116
Depok : FKM UI, 2005
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ismen; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Nuning Maria Kiptiyah, Helda, Ferdinand J. Laihad, Lukman Hendro Laksmono
T-2487
Depok : FKM UI, 2007
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Hery Djoko Subandriyo; Pembimbing: Sandi Iljanto, Yovsyah; Penguji: Pujiyanto, Ferdinand J. Laihad, Artha Budi Susila Duarsa
Abstrak:
Selama lima tahun terakhir angka AMI di Puskesmas Hanura Kabupaten Lampung Selatan cenderung meningkat. Salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kenaikan kasus ini adalah adanya resistensi obat. Resistensi obat malaria di Lampung pertama kali dilaporkan oleh NAMRU pada tahun 2000, penelitian terakhir yang dilakukan oleh Sutanto pada tahun 2002 memperlihatkan angka resistensi klorokuin di wilayah Puskesmas Hanura mencapai 80 %. Departemen Kesehatan menganjurkan untuk dilakukan penggantian obat malaria dengan Artemisin Combination Therapy ( ACT ), tapi di Puskesmas Hanura belum pernah dilakukan analisis kelayakan penggunaan obat Artemisin Combination Therapy ( ACT ). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelayakan Artemisin Combination Therapy ( ACT ) sebagai obat malaria pengganti Klorokuin di Puskesmas Hanura Lampung Selatan tahun 2005. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Efikasi obat berupa kecepatan menghilangkan parasit, kecepatan menghilangkan gejala klinis; Penerimaan Masyarakat berupa efek samping dan sikap terhadap obat serta perbedaan efektifitas biaya. Dari hasil penelitian terhadap 56 penderita malaria yang menggunakan obat klorokuin dan 53 yang menggunakan obat ACT, diketahui bahwa dari lima variabel yang ada dan diduga berhubungan dengan efek pengobatan ( variabel jenis obat malaria, kepadatan parasit, berat badan, umur, jenis kelamin ) setelah diuji dengan analisis regresi sederhana dengan variabel dependen yaitu Efek pengobatan, ternyata yang mempunyai batas nilai signifikan ( p-value < 0,25 ) didapat 4 variabel ( jenis obat malaria, kepadatan parasit, berat badan, umur ). Dari 4 variabel tersebut kemudian diseleksi ( full model ) dengan uji signifikansi p-wald untuk melihat seberapa penting variabel itu masuk model ( dengan cara mengeluarkan satu persatu variabel yang mempunyai p-wald paling besar ). Dari seleksi tersebut tinggal satu variabel yang bertahan ( Jenis obat malaria ) dan mempunyai p-wald signifikan ( < 0,05 ). Skor penilaian kelayakan obat malaria didapat ACT mempunyai skor 9,67 dan klorokuin mempunyai skor 5,62. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Artemisin Combination Therapy ( ACT ) layak digunakan sebagai obat malaria pengganti Klorokuin di Puskesmas Hanura Lampung Selatan Melihat efikasi obat anti malaria terutama Klorokuin di Puskesmas Hanura 19,65 % perlu segera dilakukan kebijakan penggantian obat malaria yang efikasinya lebih baik (ACT). Pengobatan dengan menggunakan regimen obat anti malaria yang efektif (ACT) harus segera diperkenalkan dan dilaksanakan. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengalokasikan anggaran daerah untuk pengadaan obat ACT.
In the last five years AMI (Anual Malaria Inciden) rate in Puskesmas Hanura Kabupaten Lampung Selatan trend increased.. One factors that are predicted relation to increase this case is drug resistance. The first findung of Malaria drug resistance in Lampung reported by NAMRU at 2000, the last research by Sutanto at 2002 showed that resistance rate of kloroquin at Puskesmas Hanura Area is 80 %. Health Departemen of Republic Indonesia suggest that is done to change malaria drug with Artemisin Combination Therapy ( ACT ), but at Puskesmas Hanura never be done to analysis the fesibility of Artemisin Combination Therapy ( ACT ) as malaria drug. The objective of this studi to know the feasibility of Artemisin Combination Therapy ( ACT ) as a changed of malaria drug from Kloroquin at Puskesmas Hanura Lampung Selatan tahun 2005. The Variabel are used in this study are Drug Eficacy consist of the speed to lose parasite, the speed to lose malaria syndrome; The Community Acceptance are side efect and respon to the drug and the different of cost efective. The result of this study to 56 patient of malaria that use kloroquin and 53 use ACT, known that 5 varible are drug efect ( malaria drug kinds, the density of parasite , body weight, age, sex ) after tested by simple regeration analysis with dependent variable are treatment side efect pengobatan, have p-value < 0,25 are 4 variable ( malaria drug kinds, parasite density, body weight, age). For those variable (4 variable) are selected ( full model ) by uji signifikansi p-wald to know how important those variable to became in model ( the way by to get out one by one the varible that have p-wald very big ). From this selection just one varible that have p-wald signifikan ( < 0,05 ) is malaria drug kinds. The value skore of malaria drug feasibility that ACT 9,67 and kloroquin have score 5,62. The result of this studi that Artemisin Combination Therapy ( ACT ) feasible to use as a changed of Kloroquin of malaria drug at Puskesmas Hanura Lampung Selatan The eficacy of malaria drug, Klorokuin at Puskesmas Hanura just 19,65 %, so need the policy to change the malaria drug that the eficacy more better (ACT). The treatment by malaria drug more efective (ACT) soonly to promote dan be done. The local goverment have to alocate the budget to the ACT drug.
Read More
In the last five years AMI (Anual Malaria Inciden) rate in Puskesmas Hanura Kabupaten Lampung Selatan trend increased.. One factors that are predicted relation to increase this case is drug resistance. The first findung of Malaria drug resistance in Lampung reported by NAMRU at 2000, the last research by Sutanto at 2002 showed that resistance rate of kloroquin at Puskesmas Hanura Area is 80 %. Health Departemen of Republic Indonesia suggest that is done to change malaria drug with Artemisin Combination Therapy ( ACT ), but at Puskesmas Hanura never be done to analysis the fesibility of Artemisin Combination Therapy ( ACT ) as malaria drug. The objective of this studi to know the feasibility of Artemisin Combination Therapy ( ACT ) as a changed of malaria drug from Kloroquin at Puskesmas Hanura Lampung Selatan tahun 2005. The Variabel are used in this study are Drug Eficacy consist of the speed to lose parasite, the speed to lose malaria syndrome; The Community Acceptance are side efect and respon to the drug and the different of cost efective. The result of this study to 56 patient of malaria that use kloroquin and 53 use ACT, known that 5 varible are drug efect ( malaria drug kinds, the density of parasite , body weight, age, sex ) after tested by simple regeration analysis with dependent variable are treatment side efect pengobatan, have p-value < 0,25 are 4 variable ( malaria drug kinds, parasite density, body weight, age). For those variable (4 variable) are selected ( full model ) by uji signifikansi p-wald to know how important those variable to became in model ( the way by to get out one by one the varible that have p-wald very big ). From this selection just one varible that have p-wald signifikan ( < 0,05 ) is malaria drug kinds. The value skore of malaria drug feasibility that ACT 9,67 and kloroquin have score 5,62. The result of this studi that Artemisin Combination Therapy ( ACT ) feasible to use as a changed of Kloroquin of malaria drug at Puskesmas Hanura Lampung Selatan The eficacy of malaria drug, Klorokuin at Puskesmas Hanura just 19,65 %, so need the policy to change the malaria drug that the eficacy more better (ACT). The treatment by malaria drug more efective (ACT) soonly to promote dan be done. The local goverment have to alocate the budget to the ACT drug.
T-2173
Depok : FKM-UI, 2005
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
