Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Kalimantan Barat, terutama di daerah pedesaan yang di lingkungannya terdapat genangan air yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk Anopheles. Di Kecamatan Mandor sebagian masyarakat bekerja di hutan, baik sebagai penebang kayu maupun penambang emas, penyadap getah, dan petani. Para pekerja ini sebagain besar ada yang menginap di hutan, dengan alasan efisiensi waktu atau karena jarak yang relatif jauh dari pemukiman sehingga akan berisiko untuk terkena gigitan nyamuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi berapa besar risiko pekerja terhadap kejadian malaria setelah diperhitungkan faktor tempat perindukan nyamuk, dan mengestimasi besar risiko pekerja terhadap kejadian malaria berdasarkan pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, penggunaan repelen, dan cara berpakain saat keluar rumah/ pondok tempat tinggal pada malam hari. Penelitian ini bersifat kuantitatif (observasional) dengan pendekatan studi kasus kontrol. Hasil uji pengetahuan tentang gejala sakit malaria, penyakit malaria oleh gigitan nyamuk, tahu cara penularan malaria, tahu tempat perindukan nyamuk, tahu cara pencegahan malaria, dan tahu malaria dapat diobati ternyata tidak ada hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini responden yang menginap dihutan didapat OR=3,06 (95% CI 1,66-5,61), setelah dikontrol dengan pemakaian kelambu OR--=4,53 (95% CI 2,31-8,90), setelah dikontrol dengan variabel pemakaian obat anti nyamuk OR-5,00 (95% CI 2,44-10,25), dan setelah dikontrol dengan variabel bila keluar rumah pada malam hari memakai pakaian tertutup OR=4,19 (95% CI 1,82-9,64), kemudian dikontrol dengan variabel ada tempat perindukan nyamuk OR=1,96 (95% CI 0,77-4,95). Ada hubungan pekerja yang menginap di hutan OR-3,06, pemakaian kelambu OR=4,29 pemakaian obat anti nyamuk O1 4,42, kebiasaan keluar rumah pada malam hari memakai pakaian tertutup OR=3,14, ada tempat perindukan nyamuk OR=4,12, pekerjaan berisiko OR 5,66 dengan kejadian malaria. Perlu ditingkatkan frekuensi penyuluhan oleh petugas Puskesmas Mandor tentang perlindungan diri dari gigitan nyamuk, agar dapat menunjang program pemberantasan malaria, dan penyebar luasan leaflet atau poster dalam bahasa setempat agar mudah dipahami, dan pemberian ikan pemakan jentik di rawa-rawa dengan maksud mengurangi populasi jentik
Malaria still belongs to a problem health in West Borneo, especially in villages possessing water stagnated environment which is potential for breeding of anopheles mosquito. In the county of Mandor, a part of people work in the forest, as tree faller or gold miner, rubber taper, and farmer. Due to the time efficiency or because of the long distance from the residential place, most of these workers lodge in the forest, so they are risky to be bitten by mosquito. The objectives of the research were to estimate the risk scale of the workers toward malaria cases after considering of mosquito breeding place, and to estimate scale of risk of the workers toward malaria cases based on the usage of mosquito net, usage of mosquito spray, usage of mosquito repellent, and the mode of dressed when they leaving the house in the night. This was a quantitative observational research using control study case approach. Based on statistical test, there was no significant correlation between malaria cases with knowledge of the symptoms of malaria, how malaria be infected, knowledge that malaria can be cured. The results of the research showed that respondents lodging in the forest OR= 3.06 (95% CI 1.66-5.61), after adjusted use mosquito net OR 4,53 (95% CI 2,31-8,90), after adjusted variable use mosquito spray OR--5,04 (95% CI 2,44-10,25), and after adjusted with variable Going out of home in the night wearing closed clothes OR-4,19 (95% CI 1,82-9,64), and then adjusted with variable availability of mosquito breeding place OR=1,96 (95% CI 0,77-4,95). There is correlation between malaria cases with workers lodging in the forest OR=3.06, usage of mosquito net OR=4.29, usage of mosquito spray OR-=4.42, habit going out of home in the night OR=4.13, wearing closed clothes when going out of home in the night OR=3.14, availability of mosquito breeding place OR= 4.12, and risky job OR=5.66. The frequency of illumination about self protection from the bites of mosquito held by Puskesmas officers should be increased in order to support the malaria elimination program and spreading of leaflets or posters in local language to ease the understanding, and spreading of mosquito larva consuming fish in the swamps to reduce the population of mosquito larva.
Malaria hampir ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis, dan penduduk yang berisiko terkena malaria 2,3 milyar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Penyakit ini hampir tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta atau 35% penduduk Indonesia. Malaria di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung cukup tinggi, tergambar dari Annual Malaria Incidence (AM!) 27,7% tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 37,59%o. Dibandingkan dengan target AMI nasional 25%0 (2004) dan 22,5%0 (2005) ternyata masih di atas AMI nasional dengan kategori Mediun Incidence Area (MIA). Kejadian malaria di Kota Pangkalpinang pada tiga tahun terakhir meningkat terus secara berturut-turut AMI 25,2%0 (2002), 25,7%0 (2003) dan 29,5%0 (2004). Dari sebanyak 6531 sampel darah yang diperiksa tahun 2005 diperoleh Slide Positive Rate (SPR) 46,5% dimana 50,85% diantaranya Plasmodim falsiparum positif, terjadi peningkatan 8,7% bila dibandingkan dengan tahun 2004. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui peran tempat perindukan nyamuk dan pengaruh faktor-faktor risiko lainnya (kovariat) terhadap kejadian malaria falsiparum di Kota Pangkalpinang. Desain penelitian adalah studi kasus kontrol, menggunakan data primer. Jumlah sampel keseluruhan 434, jumlah kasus dan kontrol masing-masing 217 (perbandingan 1:1). Kasus adalah penduduk yang berkunjung ke Puskesmas berusia 15-55 tahun dengan gejala klinis malaria; demam, menggigil secarn berkala, berkeringat, mengeluh sakit kepala, dan basil pemeriksaan sediaan darah positif Plasmodim falsiparum dan bertempat tinggal di wilayah Kota Pangkalpinang lahun 2006, sedangkan kontrol mempunyai kondisi yang sama dengan kasus tetapi basil pemeriksaan sediaan darahnya negatif semua jenis Plasmodim malaria Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2006. Variabel penelitian adalah kejadian malaria falsiparum (dependen), dengan tempat perindukan nyamuk sebagai variabel independen utama dan delapan variabel kovariat (pemeliharaan binatang temak, dinding rumah, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, penggunaan obat nyamuk, kebiasaan pembersihan lingkungan dan perilaku tokoh masyarakat. Hasil uji bivariat terdapat 8 (delapan) variabel berhubungan secara bermakna dengan kejadian malaria falsiparum (p-value<0,05), hanya satu variabel yang tak berhubungan secara statistik yaitu; variabel dinding rumah (p-value>0,05). Setelah dilakukan analisis multivariat, variabel yang berhubungan dengan kejadian malaria falsiparum hanya enam variabel yaitu; tempat perindukan nyamuk, pemeliharaan binatang ternak, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, penggunaan obat nyamuk, dan kebiasaan pembersihan lingkungan. Peran tempat perindukan nyamuk setelah dikontrol (adjust) dengan kelima variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian malaria falsiparum diperoleh p-value =0,000 dan OR ad1=3, 506. Pada dasarnya tempat perindukan nyamuk sebagai variabel independen utama berperan panting untuk terjadinya malaria falsiparum. Efek atau risiko oleh adanya tempat perindukan nyamuk tersebut tetap tinggi walaupun sudah dikontrol oleh variabel lainnya (OR adj=3,506, 95%CI:2,285-5,378). Variabel lain yang ternyata ikut berperan untuk terjadinya infeksi malaria falsiparum adalah pemeliharaan binatang ternak, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, dan penggunaan obat nyamuk. Dan penelitian ini dapat disarankan adalah memasyarakatkan Gerakan Jum'at Bersih, penyuluhan kesehatan masyarakat untuk memberdayakan tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), menjalin kemitraan dengan stakeholder serta merancang program pencegahan dan pemberantasan malaria yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan dikukuhkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) Kota Pangkalpinang.
Malaria is almost found in all over the world, especially in countries which have tropical climate and sub tropical, and population which have a malaria risk, they are 2,3 billions or 41% of world population number. This disease almost spread over in all of archipelago in Indonesia with morbidity rate are 70 millions or 35% of population in Indonesia. Malaria rate is highest in province of Kepulauan Bangka Belitung, It showed by an Annual Malaria Incidence (AMI) is 27,7% in 2004 and it is increasingly to be 37,59% in 2005. Compared to a national purpose of Annual Malaria Incidence is 25% (2004) and 22,5% (2005), it indicated above a national Annual Malaria Incidence with Medium Incidence Area (MM) category. Malaria occurrence at Pangkalpinang in the last three years increased by an Annual Malaria Incidence (AMI) is 25,2°Imo (2002), 25,7°Imo (2003), 29,5°I. (2004). From 6531 blood samples checked in 2005 are obtained Slide Positive Rate (SPR) are 46,5% and 50,85% of them are positive Plasmodium falciparum, increased 8,7% compared in 2004. This research purpose is to know role of a mosquitos breeding place and effect of other risk factors (covariate) to malaria falciparum occurrence at Pangkalpinang. This research used a control case study design with a primary data. All samples number are 434, each cases and controls number are 217 (comparison 1:1). Cases are population who visited to primary health care with 15-55 years old by a symptom of a clinic malaria: fever, trembling periodically, sweating, headache and examination result indicated a positive blood preparation of Plasmodium falciparum who lived at Pangkalpinang in 2006, while controls have the same condition as cases but its result of blood preparations for all types of Plasmodium malaria are negative. Data collected from March-May 2006. Research variable is malaria falciparum occurrence (dependent), with a mosquito breeding places as a main independent variable and eight covariate variables (breed animal conservancy, house wall, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, usage of mosquito prevention, hygienic environment practice, and public figure behavior. There are eight variables from bivariate test result which have a meaning correlation with malaria ,falciparum occurrence (p-value<0,05), only one variable which do not correlate statistically, it is a house wall variable (p-value>0,05). After multivariate analysis, there are only six variables which related to malaria occurrence, such as mosquitos breeding place, breed animal conservancy, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, usage of mosquito prevention, hygienic environment practice. Role of mosquitos breeding places after controlled (adjust) with other fifth variables which have effect to malaria falciparum occurrence obtained p-value=0,000 and ORadj=3,506. Basically, mosquitos breeding places as a main independent variable, has played the important role to malaria falciparum occurrence. The existence of mosquitos breeding places has a highest risk although it has been controlled with other variable (CRad1=3,506, 95%Cl: 2,285-5,378). The other variables which have important roles of malaria falciparum infection are breed animal conservancy, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, and usage of mosquito prevention. From this research can be suggested by socializing of "Gerakan Jum'at Bersih ", counseling of public health to give a change for public figure and non government organization, making a relationship with stakeholder as a partner and planning a prevention and eradication of malaria program based on district and community confirmed in the form of a district regulation of Pangkalpinang.
