Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Dextra Fairuz Dzakirosin; Pembimbing: Besral; Penguji: Popy Yuniar, Julie Rostina
Abstrak:

**Abstrak**

Masa remaja merupakan fase penting dalam pembentukan identitas, di mana banyak tantangan dapat berdampak pada kesehatan mental dan sosial. Salah satu isu yang signifikan adalah adiksi bermain game online, yang semakin meningkat di era digital. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan durasi dan pola adiksi bermain game online pada remaja usia 15–19 tahun di Kampung Rawadas, Jakarta Timur, menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Data dikumpulkan melalui kuesioner tertutup dan wawancara terstruktur dari 60 responden yang dipilih secara purposive sampling, terdiri dari 20 pelajar SMP, SMA, dan remaja putus sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 15–17 tahun bermain game selama 1–2 jam (69,6%), sedangkan usia 18–19 tahun lebih banyak bermain lebih dari 2 jam (69,6%). Sebagian besar responden adalah laki-laki (82,6%), dengan mayoritas bermain lebih dari 2 jam (57,9%). Responden dengan pendidikan SMP mendominasi kategori durasi bermain, sementara remaja putus sekolah memiliki durasi bermain lebih pendek. Selain itu, terdapat hubungan signifikan antara durasi bermain dengan penghasilan orang tua (p-value = 0,028), di mana kelompok penghasilan lebih rendah cenderung bermain lebih lama.

Penelitian juga menemukan bahwa dukungan dari keluarga dan teman berhubungan signifikan dengan durasi bermain game. Dukungan ibu, bapak, saudara, teman sekolah, dan teman rumah meningkatkan peluang bermain lebih dari 2 jam, dengan Odds Ratio (OR) yang berkisar antara 6,750 hingga 16,333. Hasil ini menyoroti perlunya perhatian terhadap peran keluarga dan lingkungan sosial dalam mengatasi pola bermain game yang tidak sehat.

Penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi pola bermain game online di kalangan remaja dan menggarisbawahi pentingnya intervensi komprehensif untuk mengelola dampak negatif dari adiksi game online, khususnya di kawasan perkotaan seperti Kampung Rawadas.


**Abstract**    Adolescence is a crucial phase in identity formation, marked by various challenges that can impact mental and social well-being. One significant issue is online gaming addiction, which has been escalating in the digital era. This study aims to describe the duration and patterns of online gaming addiction among adolescents aged 15–19 in Kampung Rawadas, East Jakarta, using a descriptive quantitative approach. Data were collected through structured questionnaires and interviews with 60 purposively selected respondents, comprising 20 junior high school students, senior high school students, and school dropouts.    The findings indicate that the majority of respondents aged 15–17 played games for 1–2 hours (69.6%), while those aged 18–19 were more likely to play for over 2 hours (69.6%). Most respondents were male (82.6%), with the majority playing for more than 2 hours (57.9%). Respondents with junior high school education dominated the gaming duration categories, while school dropouts tended to have shorter gaming durations. Additionally, a significant relationship was found between gaming duration and parental income (p-value = 0.028), with lower-income groups tending to play for longer periods.    The study also revealed a significant association between gaming duration and support from family and peers. Support from mothers, fathers, siblings, school friends, and neighborhood friends significantly increased the likelihood of gaming for more than 2 hours, with Odds Ratios (OR) ranging from 6.750 to 16.333. These findings highlight the need for attention to the role of family and social environments in addressing unhealthy gaming patterns.    This research provides a deeper understanding of the factors influencing online gaming patterns among adolescents and underscores the importance of comprehensive interventions to mitigate the negative impacts of gaming addiction, particularly in urban areas like Kampung Rawadas.

Read More
S-11822
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Uswatun Khasanah; Pembimbing: Artha Prabawa; Penguji: Popy Yuniar, Julie Rostina
Abstrak:
Masa neonatal yakni 28 hari pertama kehidupan merupakan periode paling kritis bagi kelangsungan hidup bayi karena tingginya risiko untuk mengalami kematian pada fase ini. Berdasarkan laporan SKI 2023, Indonesia berada di posisi ketiga untuk AKN tertinggi di Asia Tenggara yakni 9,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Data terkini mengungkapkan peningkatan yang cukup signifikan, dimana kasus kematian neonatal melonjak dari 20.882 pada tahun 2022 menjadi 29.954 pada tahun 2023. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kematian neonatal pada peserta BPJS Kesehatan Tahun 2015-2022. Metode penelitian menggunakan desain cross sectional dengan menganalisis data sampel BPJS Kesehatan tahun 2015-2022, mencakup bayi baru lahir (0-28 hari) yang melakukan kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosioekonomi (status ekonomi dan tempat tinggal) dan faktor neonatus (jenis kelamin, usia saat kunjungan dan berat badan lahir) memiliki hubungan yang signifikan (p-value: 0,000) terhadap kematian neonatal. Dengan hasil berat badan lahir rendah memiliki risiko 4,1 kali lebih berisiko untuk mengalami kematian neonatal (OR: 4,1 95% CI: 3,74-4,55), kemudian neonatus yang melakukan kunjungan di usia 0-7 hari 3,4 kali berisiko mengalami kematian neonatal (OR: 3,4 95% CI: 2,64-4,43), neonatus perempuan memiliki risiko 0,8 kali lebih rendah untuk mengalami kematian neonatal (OR: 0,8 95% CI: 0,74-0,88), dan untuk neonatus yang berada di luar pulau jawa memiliki risiko 1,3 kali lebih berisiko untuk mengalami kematian neonatal (OR: 1,31, 95% CI: 1,21-1,43) serta neonatus dengan status ekonomi kurang memiliki risiko 1,8 kali lebih untuk mengalami kematian neonatal (OR: 1,89, 95% CI: 1,79-2,06).



The neonatal period, the first 28 days of life, is the most critical phase for infant survival due to the high risk of mortality. According to SKI 2023, Indonesia ranks third for the highest neonatal mortality rate in Southeast Asia at 9.3 deaths per 1,000 live births. Recent data shows a significant increase, with neonatal deaths rising from 20,882 cases in 2022 to 29,954 in 2023. This study aims to identify factors associated with neonatal mortality among BPJS Kesehatan participants from 2015-2022. Using a cross-sectional design, we analyzed BPJS Kesehatan data of newborns (0-28 days) visiting Advanced-Level Health Facilities (FKRTL). Results show that socioeconomic factors (economic status and residence) and neonatal factors (sex, age at visit, and birth weight) significantly correlate with neonatal mortality (p-value: 0,000). With low birth weight having a 4.1 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 4,1 95% CI: 3,74-4,55), then neonates who have visits at 0-7 days old have a 3.4 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 3,4 95% CI: 2,64-4,43), female neonates have a 0.8 times lower risk of experiencing neonatal death (OR: 0,8 95% CI: 0,74-0,88), and neonates who are outside of Java Island have a 1,3 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 1,31, 95% CI: 1,21-1,43) as well as neonates with poor economic status having a 1,8 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 1,89, 95% CI: 1,79-2,06).
Read More
S-12085
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Apsyah Davina Gunawan; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Popy Yuniar, Julie Rostina
Abstrak:
Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang umum terjadi secara global dan memberikan dampak signifikan terhadap kualitas hidup. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi depresi di Indonesia adalah 1,4%, dengan remaja menjadi kelompok yang paling rentan mengalami depresi. Namun, hanya 10,4% remaja dengan depresi yang mendapatkan pengobatan. Rendahnya angka ini dapat disebabkan oleh adanya stigma di masyarakat serta kurangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, yang menyebabkan remaja tidak mengungkapkan kondisi psikologis yang dialaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikan determinan kejadian depresi pada remaja usia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan uji statistik chi-square untuk bivariat dan regresi logistik untuk multivariat menggunakan complex sample analysis. Data diambil dari SKI 2023 dengan jumlah sampel yang digunakan sebesar 94.545 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada remaja usia 15 – 24 tahun di Indonesia adalah sebesar 2%. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian depresi adalah konsumsi alkohol, diikuti oleh riwayat PTM, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, status pekerjaan, dan usia. Variabel-variabel tersebut memiliki hubungan secara statistik dengan kejadian depresi (p-value < 0,05), kecuali variabel status pekerjaan. Faktor perilaku dan kondisi kesehatan memiliki kontribusi besar terhadap depresi pada remaja. Diperlukan intervensi yang relevan, terutama terhadap konsumsi alkohol, serta penguatan dukungan bagi remaja dengan penyakit tidak menular.

Depression is one of the most common mental disorders globally and has a significant impact on quality of life. According to the 2023 Indonesia Health Survey (SKI), the prevalence of depression in Indonesia is 1.4%, with adolescents being the most vulnerable group to depression. However, only 10.4% of adolescents with depression receive treatment. This low figure may be attributed to the stigma in society and the lack of awareness regarding mental health, which causes adolescents to refrain from expressing their psychological conditions. This study aims to identify the determinants of depression among adolescents aged 15 – 24 years in Indonesia. The study design used was cross-sectional with chi-square statistical tests for bivariate and logistic regression for multivariate using complex sample analysis. The data were obtained from the 2023 SKI, with 94,545 samples. The results of this study indicate that the prevalence of depression among adolescents aged 15-24 years in Indonesia is 2%. The most influential factors associated with depression were alcohol consumption, followed by the history of non-communicable diseases, gender, area of residence, employment status, and age. All variables were statistically associated with depression (p-value < 0.05), except for employment status. Behavioral factors and health conditions have a major contribution to depression in adolescents. Relevant interventions are needed particularly regarding alcohol use and strengthening support for adolescents with non-communicable diseases.
Read More
S-11877
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wahdania Ayuni; Pembimbing: Besral; Penguji: Popy Yuniar, Julie Rostina
Abstrak:
Masa remaja putri pada anak sekolah telah dikenal sebagai masa khusus dalam kehidupannya yang memerlukan perhatian, terutama pada saat menstruasi. Kurangnya pengetahuan, akses terbatas pada fasilitas sanitasi yang layak, stigma seputar menstruasi, dan kondisi sanitasi yang buruk secara umum dapat menghambat manajemen kebersihan menstruasi yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi praktik manajemen kebersihan menstruasi pada siswi SMP dan MTS di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 205 siswi kelas 7 dan 8, yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswi memiliki praktik manajemen kebersihan menstruasi yang kurang baik. Analisis bivariat mengungkapkan hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan praktik kebersihan menstruasi (p=0,047; OR=2,512). Namun, faktor lain seperti sikap, kepercayaan, ketersediaan pembalut, dan dukungan guru tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Temuan ini menyoroti pentingnya peningkatan edukasi kesehatan reproduksi dan penyediaan fasilitas kebersihan yang memadai di sekolah untuk mendukung praktik kebersihan menstruasi yang lebih baik.

The adolescent phase for school-aged girls is recognized as a critical period in their lives that requires special attention, particularly during menstruation. A lack of knowledge, limited access to proper sanitation facilities, stigma surrounding menstruation, and generally poor sanitation conditions can hinder effective menstrual hygiene management.This study aims to analyze the factors influencing menstrual hygiene management practices among junior high school and Islamic school (MTS) students in Tanjung Priok District, North Jakarta. The research employed a quantitative approach with a cross-sectional design. The sample consisted of 205 female students from grades 7 and 8, randomly selected from several schools in the area. Data were collected using a structured questionnaire covering predisposing factors (knowledge, attitudes, and beliefs), enabling factors (availability of sanitary pads, school sanitation facilities, and information exposure), and reinforcing factors (peer and teacher support). The findings revealed that the majority of students had poor menstrual hygiene management practices. Bivariate analysis showed a significant relationship between knowledge levels and menstrual hygiene practices (p=0.047; OR=2.512). However, other factors such as attitudes, beliefs, availability of sanitary pads, and teacher support did not show significant associations. These findings underscore the importance of enhancing reproductive health education and providing adequate sanitation facilities in schools to promote better menstrual hygiene management practices.
Read More
S-11869
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive