Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Nur Fazriah; Pembimbing: Chandra Satrya; Penguji: Dadan Erwandi, Sudirman
S-4355
Depok : FKM UI, 2005
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dyah Ayu Savitri Kusumarini; Pembimbing: Haryoto Kusnoputranto, ; Penguji: Agustin Kusumayati, Maman Sudirman
S-4288
Depok : FKM UI, 2005
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Diah Lestari; Pembimbing: Laila Fitria, Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Dewi Susanna, Prabowo, Maman Sudirman
T-2504
Depok : FKM UI, 2007
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aris Budianto; Pembimbing: Agustin Kusumayati, Sri Tjahjani Budi Utami; Penguji: I Made Djaja, Atang Saputra, Maman Sudirman
T-2961
Depok : FKM UI, 2008
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Budiaman; Pemb: I Made Djaja, Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Rachmadhi Purwana, Maman Sudirman, Achmad Prihatna
T-2952
Depok : FKM UI, 2008
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yuniar Sukmawati; Pembimbing: Bastaman Basuki; Penguji: Fidiansyah, Bambang Sutrisna, Joedo Prihartono, Sudirman
Abstrak:

LATAR BELAKANG: Di Indonesia faktor yang mempengaruhi terkendalinya gejala putus opiat belum diketahui. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut dapat dipakai untuk prognostik terkendalinya gejala putus opiat, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian hal tersebut.METODE: Penelitian kohor historikal pasien ketergantungan opiat yang dirawat inap di RS Ketergantungan Obat 1 Januari 2000-31 Desmber 2001. Semua pasien wanita (60 orang) yang memenuhi kriteria inklusi diambil, dan pasien laki-laki diambil 130 secara sistematik dari 914 pasien laki-laki yang masuk kriteria inklusi. Analisis data dengan survival analysis menggunakan cox proportional hazard untuk mencari perhitungan pengendalian gejala putus opiat.HASIL: Waktu yang diperlukan untuk terkendalinya gejala putus opiat antara 3 - 16 hari dengan rata-rata 9 hari. Umur terbanyak 21-30 tahun dengan rata-rata 23 tahun. Umur termuda pertama kali menyalahgunakan opiat adalah 12 tahun, lama penyalahgunaan antara 6 bulan sampai 15 tahun, cara pakai sebagian besar (88,4%) menggunakan jarum suntik. Kebanyakan adalah pengangguran (54,2%). Faktor pemberian terapi tidak bermakna secara statistik dalam pengendalian gejala putus opiat. Gender laki-laki lebih mudah terkendali 1,71 kali dibanding gender perempuan (CI 95% 1,17; 2,49; p O,006).KESIMPULAN: Perempuan lebih susah dikendalikan gejala putus opiatnya, oleh karena itu memerlukan perhatian lebih banyak dibandingkan gender laki-laki.Gender and Risk That Can Handle Opiate Withdrawal Syndrome for Opiate Dependency


 

BACKGROUND: Factors can influence opiate withdrawal syndrome in Indonesia there is no detail data. With the most important factor, could be better to manage them especially when they are being hospitalized.METHODS: Cohort historical study about opiate dependence patients who are being hospitalized in Drug Dependence Hospital Jakarta from January 1st  2000 to December 31st 2001.  All the women include in criteria as a sample (60 patients), and 130 male patients as a sample with systematic sampling from 914 patients can include in criteria. Data analysis with the survival analysis, using cox proportional hazard to find number of controlled opiate withdrawal syndrome.RESULTS: The opiate withdrawal syndrome can be controlled in 3 - 16 days and 9 days in average. The range of age is 2151 to 30 years old and 23 years old in average. The youngest age using opiate is 12 years old. The length of abuse is between 6 month to 15 years, using needle is 88,4 %, mostly is jobless (54,2%). Treatment factor is not significant statistically. Men is easier to control, it's about 1,71 times than women (CI 95 % 1,71;2,49, p = 0,006)CONCLUSIONS: Women need more attention to get at the best results opiate withdrawal syndrome.

Read More
T-1377
Depok : FKM-UI, 2002
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Heryanto Sumbung; Pembimbing: Evi Martha; Penguji: Sabarinah B. Prasetyo, Tri Krianto, Heny Rudiyanti, Sudirman
T-5330
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Leni Syafitri; Pembimbing: Ede Surya Darmawan; Penguji: Mardianti Nadjib, Sandi Iljanto, Didin Sudirman, Eka Priyatna
Abstrak:

Provider initiated testing and counseling (PITC) merupakan program penanggulangan HIV/AIDS yang tepat dilaksanakan di Rutan Klas I Cipinang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan PITC. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional survey dengan data primer melalui kuesioner pada 130 responden tahanan dan Napi yang berisiko HIV/AIDS. Hasil penelitian menunjukan pemanfaatan pelayanan PITC sebanyak 52 responden atau 40% belum memanfaatkan pelayanan PITC . Hubungan antara pemanfaatan pelayanan PITC dengan penerimaan stigma dan diskriminasi terkait HIV/AIDS merupakan hubungan yang paling signifikan (p value = 0,000 ,OR 20,781). Sedangkan keyakinan manfaat PITC (p value = 0,000, OR = 12,372), Dukungan keluarga dan institusi (p value = 0,000, OR = 9,993), kebutuhan Pelayanan PITC (P value = 0,001, OR = 6,587), pengetahuan PITC (p value = 0,002, OR = 6,130), mempunyai hubungan yang signifikan. Maka dari itu, diperlukan kerjasama lintas program petugas kesehatan dan petugas keamanan, dalam bentuk penyuluhan rutin bagi pihak keluarga tahanan dan WBP yang berisiko HIV/AIDS untuk mengurangi stigma dan diskriminasi yang timbul dari pihak terdekat.


Provider initiated testing and counseling (PITC) is the response to HIV / AIDS is the right place in Class I Cipinang Rutan. This study aimed to identify factors associated with utilization of PITC services. This study uses cross-sectional survey approach with the primary data through questionnaires to 130 respondents detainees and inmates at risk of HIV / AIDS. The results showed a picture of service utilization PITC as much as 52 respondents or 40% did not use PITC services. The relationship between service utilization PITC with the acceptance of stigma and discrimination associated with HIV / AIDS is the most significant relationship (p value = 0.000, OR 20.781). While the benefits of PITC confidence (p value = 0.000, OR = 12.372), family and institutional support (p value = 0.000, OR = 9.993), Service needs of PITC (P value = 0.001, OR = 6.587), knowledge of PITC (p value = 0.002, OR = 6.130), had a significant relationship. With the results of this study is expected to be important information for policy makers to make this study as a reference in applying the PITC so that service standards more quickly accessed and used by WBP-risk prisoners and HIV / AIDS.

Read More
T-3676
Depok : FKM-UI, 2012
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yulita Sirinti Pongtambing; Pembimbing: Dien Anshari; Penguji: Rita Damayanti, Dadan Erwandi, Ida Leida M., Sudirman Nasir
Abstrak:
Meningkatnya prevalensi gangguan mental di kalangan anak muda di Indonesia mengindikasikan pentingnya upaya memperbaiki literasi kesehatan mental di kalangan anak muda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan sosial yang berkaitan dengan literasi kesehatan mental pada mahasiswa Universitas Hasanuddin. Penelitian ini menggunakan data dari Studi Literasi Kesehatan 2019 yang menggunakan desain potong lintang. Pengukuran literasi kesehatan mental dilakukan dengan menggunakan instrumen Mental Health Literacy Scale (MHLS) yang telah di adaptasi ke konteks Indonesia. Hasil pada penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata kesehatan mental yang relatif rendah (M=59,60 dengan skala 0-100). Analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin, status pacaran, dan rumpun ilmu merupakan determinan yang berasosiasi signifikan dengan MHLS. Adapun hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental lebih rendah pada mahasiswa laki-laki, mahasiswa yang menolak menjawab suku, dan mahasiswa yang tergolong dalam rumpun ilmu sains dan teknologi. Hasil ini menyarankan intervensi kesehatan mental pada kelompok mahasiswa tersebut melalui edukasi dan call center kesehatan mental.

The prevalence of mental disorders among young adults in Indonesia has increased, indicating the importance of improving mental health literacy among them. This study aimed to determine the social determinants and mental health literacy among first year undergraduate students of Universitas Hasanuddin, South Sulawesi, Indonesia. Data for this study came from the Indonesia Health Literacy Study 2019, a cross-sectional online survey of undergraduate students from four public universities in four provinces of Indonesia. Mental health literacy was measured using the Mental Health Literacy Scale (MHLS) which had been adapted into Indonesia context. The results showed that respondents had relatively low mental health literacy (M=59,60 on a scale of 0-100). Bivariate analysis showed that gender, relationship status, and scientific clusters were associated with MHLS. Multivariate analysis showed that mental health literacy was lower among male students, students who refused to reveal their ethnic identities, and students of science-tech cluster. Interventions through mental health education and mental health call center are recommended to improve mental health literacy, especially among these undergraduate students of Universitas Hasanuddin.

Read More
T-5915
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive