Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Prevalence rate of leprosy in the Talango Subdistrict is high (10.99 per 10,000 population in 2012). This study aimed to analyze the relation between residential density and leprosy occurrence in Talango Subdistrict 2014. Study design used is case control. The results showed that there is a relationship between dwelling density and the occurrence of leprosy (p Value =0.000, OR=7.87). Another variebel that statistically significant is the history of household contact, the floor of house, and ventilation. While the variable of education, occupation, social economy, clean water resource, personal hygiene, and the walls of the house do not have a significant relationship to the occurrence of leprosy. Upon further analysis, there is relation of dwelling density with the occurence of leprosy after controlled by confounder factors (namely: education, floor of house, wall of house, and ventilation) in District Talango 2014.
Abstrak
Latar Belakang. Penetapan Rumah Sakit vertikal sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dan dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Lembaga negara dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum harus memiliki tata kelola pemerintahan yang baik. salah satu wujud tata kelola pemerintahan yang baik adalah akuntabilitas yang dapat dinilai dari keberadaan arsip sebagai bukti otentik terselenggaranya tata kelola. Pengelolaan arsip di Rumah Sakit Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan diatur dengan Pedoman Tata Kearsipan Dinamis yang ditetapkan sebagai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 684/MENKES/PER/VIII/2006. Rumah Sakit Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan melaksanakan Pedoman Tata Kearsipan Dinamis di bawah pembinaan Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi ketatausahaan dan gaji yang dilakukan Sub Bagian Tata Usaha. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi ini merupakan upaya supervisi yang diberikan sesuai fungsi manajemen Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hingga saat penelitian dilakukan, kegiatan supervisi yang sudah dilakukan tidak dapat diukur pelaksanaannya karena tidak memiliki panduan tertulis baik yang berisi daftar pekerjaan yang harus dilakukan ataupun panduan teknis tahapan supervisi yang harus dilakukan oleh pelaksana supervisi.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dirancang dengan pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam. Untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui wawancara dan memperkuat hasil observasi pada subjek penelitian dilakukan pengambilan gambar. Wawancara dilakukan kepada informan yang memegang kewenangan supervisi dan informan-informan dari pihak Rumah Sakit Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan yang menjadi tujuan kegiatan supervisi. Peneliti melakukan evaluasi terhadap proses kegiatan supervisi yang dilakukan Sub Bagian Tata Usaha dan Gaji Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan sehingga diketahui faktor-faktor perilaku yang mencerminkan kinerja pelaksana supervisi.
Hasil. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, diketahui bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan belum sesuai dengan tahapan supervisi dalam Siklus Deming yang terdiri dari Plan-Do-Check-Action. Akibatnya, kinerja pelaksana supervisi tidak dapat diukur dan hasil kegiatan supervisi tidak dapat menjadi rekomendasi untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan pembuatan kebijakan selanjutnya. Pedoman Tata Kearsipan Dinamis yang ada juga belum dilengkapi dengan panduan praktis yang berisi daftar pekerjaan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan Tata Kearsipan Dinamis. Sebagai upaya evaluasi pelaksanaan kegiatan supervisi, peneliti membuat rancangan panduan daftar pekerjaan yang dibuat berdasarkan Pedoman Tata Kearsipan Dinamis Kementerian Kesehatan dan rancangan panduan pekerjaan pada tahapan supervisi sesuai Siklus Deming. Peneliti juga menterjemahkan daftar tersebut dalam bentuk formulir supervisi yang diisi secara online.
Background. Determination of government hospitals as the Ministry of Health Technical Unit Hospitals with public service board financial management system stated in Law No. 1 Year 2004 on State Treasury, Government Regulation No. 23 Year 2005 on the financial management system of public service board. It is also affirmed in Law No. 44 Year 2009 on Hospital. As the Ministry of Health Technical Unit Hospitals with public service board financial management system, government hospitals must meet the public service board requirement of good governance by institution?s accountability. Accountability can be assessed by way of hospitals archives as authentic evidence of implementation of governance. Archives management in government hospitals implemented based on Minister of Health Regulation No. 684/MENKES / PER/VIII/2006 for Guidelines to Dynamic Filing System. Implementation of Guidelines to Dynamic Filing System in Ministry of Health Technical Unit Hospitals supervised by Head of Sub Division Of Administration and Payroll under the Secretariat Directorat General of Health Care Efforts. Supervision in government hopitals are done through Monitoring and Evaluation Program as the managerial functions of Directorat General of Health Care Efforts. However, the list of work to be done in the implementation of Dynamic Filing System in Ministry of Health Technical Unit Hospitals and technical manual steps for supervisor?s performance in doing supervision could not be measured and mostly done uncompleted because there are no written guidelines.
Method. This research is a descriptive analytic study designed with qualitative approach. Primary data obtained through interviews. In order to help visualize the information from primary data and observations, researcher also took pictures. Interviews were conducted to the informant who holds the authority of doing supervision and informants from Ministry of Health Technical Unit Hospitals that were involved in the supervision activities. Researcher conducted an evaluation of the supervision activitiy performed by Sub Division of Administration and Payroll in Directorate General of Health Efforts to study how behavioral factors reflects supervisor?s performance in doing steps of supervision.
Results. Based on interviews and observations, gathered information shows that the supervision activities are done uncompletely by not doing the ?Check? as the stages of supervision in the Deming Cycle (Plan-Do-Check-Action) shows. As a result, the supervisor?s performance in doing problem solving can not be measured and the results of the supervision activities can not be used as a recommendation for consideration of future policy-making. The Guideline to Dynamic Filing System does not have a practical guide that contains a list of work to be done in the implementation of Dynamic Filing Procedures. As an effort to evaluate the supervision activities, researchers developing guidelines of job listings based on Ministry of Health?s Guideline to Dynamic Filing System. Archives Ministry of Health and the draft guide work on Deming Cycle stages appropriate supervision. Researchers also translate the list in the web-based supervision form that could be filled online.
Latar belakang : Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Salah satu dampak dari penyakit kusta adalah kecacatan yang dapat berupa cacat tingkat 0, tingkat 1 dan tingkat 2. Tahun 2010, di Kabupaten Lamongan terdapat 10,64% penderita baru mengalami cacat tingkat 2. Beberapa penelitian menunjukkan cacat tingkat 2 lebih banyak terdapat pada penderita laki-laki dari pada perempuan dengan variasi tingkat hubungan antara jenis kelamin dan kejadian cacat tingkat 2. Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat tingkat 2 pada penderita kusta di Kabupaten Lamongan tahun 2011-2012 setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, keteraturan berobat, perawatan diri, riwayat reaksi, tipe kusta dan lama gejala. Metode penelitian : Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan kasus kontrol. Subjek penelitian ini adalah penderita kusta yang telah selesai atau sedang menjalani pengobatan sekurang-kurangnya 6 bulan. Jumlah sampel sebanyak 154 orang terdiri dari 77 kasus dan 77 kontrol. Kasus adalah penderita kusta dengan cacat tingkat 2, dan kontrol adalah penderita kusta dengan cacat tingkat 0 atau 1. Data diperoleh melalui kartu penderita kusta di puskesmas tempat respoden menjalani pengobatan. Data dianalisis dengan statistik univariat, bivariat dan multivariat. Hasil Penelitian: Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita kusta laki-laki 1,9 kali lebih berisiko mengalami kejadian cacat tingkat 2 dari pada penderita perempuan dengan nilai OR=1,90 (95% CI: 0,86-4,23) namun tidak bermakna secara statistik (nilai p=0,114) setelah dikontrol dengan variabel pekerjaan dan lama gejala sebelum didiagnosis menderita kusta. Diskusi : Pekerjaan dan lama mengalami gejala sebelum didiagnosis menderita kusta merupakan confounder bagi hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat tingkat 2 pada penderita kusta di Kabupaten Lamongan tahun 2011-2012.
Background : Leprosy is an infectious disease caused by Mycobacterium leprae. One of the effects of leprosy is a disability which may be a defect grade 0, grade 1 and grade 2. In 2010, in Lamongan District, there are 10,64% of new leprosy patients with grade 2 disabilities. In 2010, at Lamongan District, 10.64% of new patients are detected with disability level 2. Some research shows the occurence of grade 2 disability more in male patients than women with varying degrees of relationship between gender and occurence of grade 2 disability. Objective : This study aims to determine the association of gender and the occurence of grade 2 disability in leprosy patients in Lamongan District in 2011-2012 after controlling the variables age, work, regularity of treatment, self care, history of reaction, leprosy type and duration of symptoms. Methode : This study uses case-control design. The subjects of this study were leprosy patients who have completed or are undergoing treatment at least 6 months. The number of sample are 154 people consisting of 77 cases and 77 controls. Cases were leprosy patients with grade 2 disability and controls were leprosy patients with grade 0 or 1 disability. Data was obtained from the patient record in primary health care where the leprosy patients got the treatment. Data were analyzed with univariate, bivariate and multivariate statistics. Result: The analysis showed there were a male leprosy patient had probability 1,9 more then women to occured grade 2 disability with a value of OR=1,90 (95% CI: 0,86 to 4,23) but not statistically significant (p value = 0,114) after controlled by work and duration of symptoms before being diagnosed as leprosy patient. Discussion : Work and duration of symptoms before being diagnosed as leprosy patient are confounder for the assocation between gender and the occurence of grade 2 disability in leprosy patient in Lamongan District in 2011-2012.
Kecacatan merupakan salah satu indikator beban penyakit kusta. Risiko kecacatan akibat kusta tidak hanya terjadi pada kasus baru kusta, tetapi juga selama pengobatan dan setelah selesai pengobatan. Metode pengamatan berperan untuk mengendalikan tingkat cacat pada penderita yang telah selesai pengobatan. Metode pengamatan pasif diterapkan di Indonesia sejak tahun 1982. Pada tahun 2009, metode pengamatan semi aktif diterapkan di Kabupaten Pasuruan. Belum diketahui metode pengamatan yang lebih efektif biaya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya antara metode pengamatan pasif dan metode pengamatan semi aktif setelah selesai pengobatan kusta dalam pengendalian tingkat cacat. Efektivitas dan biaya pada masing-masing metode dihitung dan dilihat berapa rasio efektivitas biaya dalam pengendalian tingkat cacat. Hubungan faktor-faktor seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat serta faktor apa yang paling dominan juga diteliti. Desain penelitian adalah cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan metode pengamatan semi aktif lebih efektif biaya dibandingkan dengan metode pengamatan pasif. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan antara pencegahan cacat dan perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat. Sedangkan hasil multivariat menyatakan perawatan diri sebagai faktor yang mempengaruhi.
Disability is one of indicator of the leprosy burden. The risk of disability due to leprosy, not only in new cases of leprosy, but also during treatment and after release from treatment. Surveillance is one of method to control level of disability in patients who had completed treatment. Passive surveillance implemented in Indonesia since 1982. In 2009, the semi-active surveillance applied in Pasuruan. Not yet known which surveillance is more cost-effective.
This study aims to analyze the cost-effectiveness of the passive and semi-active surveillance after release from leprosy treatment in controlling the level of disability. The effectiveness and cost of each method was calculated and seen the cost-effectiveness ratio to the control of the level of disability. Relationship of factors such as age, education level, knowledge level, economic level, type of leprosy, history of reactions, defect prevention, self-care by controlling the level of disability and what is the most dominant factor is also studied. The study design was cross-sectional.
The results showed semi active surveillance more cost-effective than passive surveillance. Based on the results of the bivariate analysis, there is a relationship between defect prevention and self-care by controlling the level of disability. While the results of the multivariate declared self-care as a affected factor.
