Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 39095 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Wahyu Hartono; Pembimbing: Sjahrul M. Nasri
Abstrak: Bahan kimia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Manfaatnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat berkaitan dengan pengendalian penyakit, peningkatan produktivitas pertanian, ekstraksi berbagai bahan mineral di pertambangan, keperluan untuk rumah tangga dan sebagainya.
Bahan kimia menimbulkan keterbahayaan pada lingkungan kerja dan pekerja itu sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengamanan bahan kimia, harus dilakukan untuk melindungi pekerja dari efek yang merugikan. Pekerja harus mendapatkan perlindungan dari dampak yang diakibatkan oleh bahanbahan kimia di tempat kerja.
Laboratorium merupakan suatu tempat dimana banyak dilakukan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan kimia. Potensi bahaya yang ditimbulkan antara lain bersifat toksik atau beracun, iritan, karsinogenik, korosif, mudah terbakar dan meledak.
Untuk mengetahui paparan bahan kimia di ternpat kerja, dalam hal ini merkuri, penulis melakukan penelitian dengan obyek penelitian adalah pekerja di Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung. Pengukuran kadar merkuri menggunakan spektrofotometri serapan atom, dengan spesimen yang diambil adalah rambut pekerja.
Hubungan paparan merkuri dengan kadar merkuri pada rambut pekerja laboratorium melibatkan variabel lamanya masa kerja, umur pekerja dan kadar merkuri diudara ruang kerja. Kadar merkuri pada rambut pekerja, dibandingkan dengan rata-rata tertinggi kadar merkuri di rambut pads komunitas yang dikeluarkan oleh WHO, yaitu sebesar 2,0 ppm.
Dari sejumlah 49 orang pekerja laboratorium, yang memenuhi kriteria sebagai sampel hanya 45 orang, dimana yang bekerja dibagian teknis sebanyak 29 orang, sedangkan yang bekerja dibagian non teknis sebanyak 16 orang.
Diperoleh hasil pengukuran kadar merkuri di udara ruang kerja laboratorium masih dibawah nilai ambang batas ( NAB ), tetapi paparan yang terus menerus akan mengakibatkan akumulasi merkuri didalam tubuh, walaupun konsentrasinya dibawah nilai ambang batas.
Hasil analisis bivariat terhadap variabel lamanya masa kerja, umur pekerja dan kadar merkuri diudara ruang kerja bagian teknis didapatkan hubungan yang signifikan antara variabel tersebut dengan kadar merkuri pada rambut pekerja.
Pada hasil akhir dari analisis regresi multivariate tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel dependent dan independent Hal ini disebabkan karena ukuran sampel yang kecil dan distribusi data penelitian yang tidak normal.

Chemicals agent can not be separated with human's life. The benefit of the materials is to increase public's welfare especially that is related to disease control, agricultural productivity, mineral extract in mining, household's necessity and so on.
Chemicals agent may endanger the workers, work environment_ Therefore, materials' management and safety must be carried out for the sake of workers' protection from side effect. The workers need to be protected from the effects that cause by the materials in their work places.
Laboratory is a place where many activities using chemicals agent are conducted. Harmful potentials are caused by toxic agents, irritant, carcinogenic, corrosive chemicals, flammable and explosives substances.
To know the exposured of chemical materials in the work places, especially mercury, the writer conducted a research where the laboratory personnel of Bandar Lampung Health Laboratory were the object of the research. The measurement of the mercury level was by using Atomic Absorption Spectrophotometry, and the specimen materials taken were personnel's hair.
The relationship of mercury's exposure to the level of mercury within the laboratory's personnel hair involved length of work variable, personnel's age and level of mercury within the air in the working room. Mercury's level within the and level of mercury within the air in the working room. Mercury's level within the workers' hair were compared with the highest average mercury level within the hair in the community, that issued by WHO is 2.0 part per million.
From 49 laboratory's personnel, those fulfill the sample's criteria were 45, who 29 of them worked in technical section, and 16 others worked in non-technical section.
The obtained result from the measurement of mercury level in the working room at the laboratory remained below Threshold Limit Value (TLV). However, continual mercury's exposure may result mercury accumulation within the body, though its concentration was below the TLV.
The result of bivariat analysis from the variables of length of work, workers' age, and mercury level within the air in the technical section working room showed that there was a significant relationship between the variables and mercury level within workers' hair.
On the final result from multivariate regression analysis, not be obtained fairly significant relationship between dependent and independent variables. This problems caused by sample size was so small and spreading for data was not proportional.
Read More
T-1615
Depok : FKM UI, 2003
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Raja Andriany; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Jimmy Tiarlina dan Christinauly Hasibuan
Abstrak:
Laboratorium dikenal sebagai tempat kerja yang memiliki potensi bahaya tinggi. Penelitian telah menunjukkan tingginya prevalensi insiden yang terjadi di laboratorium. Dampak dari insiden tersebut berpotensi merugikan pekerja dan integritas operasional laboratorium sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pekerja dan tercorengnya reputasi laboratorium. Faktor penyebab terjadinya insiden di laboratorium dapat berbeda-beda tergantung dari karakteristik dan jenis bahaya masing-masing laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan insiden pada pekerja Laboratorium BC. Metode dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Sebanyak 55 pekerja Laboratorium BC berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pekerja yang mengalami insiden sebesar 58.2%. Selanjutnya disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan K3 (p=0.021), pelatihan K3 (p=0.030), kelelahan kerja (p=0.048), stres kerja (p=0.031), suhu (p=0.045), dan kelembaban (p=0.047) dengan insiden pada pekerja Laboratorium BC tahun 2024. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka perlu adanya pengendalian faktor risiko di Laboratorium BC untuk mengurangi terjadinya insiden.

Laboratories are known as workplaces with high potential hazards. Studies have shown a high prevalence of accidents occurring in laboratories. The impact of these accidents can potentially harm workers and the operational integrity of the laboratory. The causes of accidents in laboratories can vary depending on the characteristics and types of hazards present in each laboratory. This study aims to analyze factors related to incidents among BC Laboratory workers. This research employs a quantitative approach using a cross-sectional study design. A total of 55 BC Laboratory workers participated in this study. The research results showed that the percentage of workers who experienced incidents was 58.2%. Furthermore, a significant association was found between accident occurrence and the level of occupational health and safety knowledge (p = 0.021), occupational health and safety training (p = 0.030), work fatigue (p = 0.048), work stress (p = 0.031), temperature (p = 0.045), and humidity (p = 0.047). Based on the results obtained, it is necessary to control the risk factors in BC Laboratory to minimize the occurrence of workplace accidents.
Read More
T-7078
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Anggi Kurniawan Alfarisi; Pembimbing: Doni Hikmat Ramdhan; Penguji: Dadan Erwandi, Neni Julyatri Sagala
Abstrak: Stres kerja merupakan psychological hazard yang terkadang tidak terlihat, dantidak diperhatikan oleh managemen perusahaan, padahal dampak dari bahayapsikososial tersebut jika tidak segera direspon dalam jangka waktu tertentu dapatmenimbulkan dampak yang merugikan. Tenaga Analis Kesehatan merupakansalah satu pekerja yang berisiko mengalami stres kerja, dikarenakan rutinitaspekerjaannya yang monoton dan selalu berinteraksi dengan bahaya biologismerupakan salah satu faktor penyebab stres kerja. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja padaTenaga Analis Kesehatan di laboratorium X. Dari hasil penelitian, diketahuifaktor-faktor yang menyebabkan stres kerja pada tenaga Analis kesehatan diLaboratorium X adalah beban kerja, rutinitas kerja, jadwal kerja, dan bahayabiologis.
Kata Kunci : Stres kerja, Tenaga Analis Kesehatan.
Work stress is psychological hazard that are sometimes not seen, and gounnoticed by the management company, but the impact of the psychosocialhazards if not immediately responded in a certain period of time can cause adverseimpacts. Health Analyst is one of the workers at risk of occupational stress, due tothe monotonous routine work and always interacting with biological hazards isone of the causes of work stress. The purpose of this study was to determine thefactors associated with work stress on Health Analyst at X Laboratory. From theresearch lab, the causes factors of work stress on health Analyst at X Laboratoryare the workload, work routines, work schedules, and biological hazards .
Keywords : Work stress , Health Analyst.
Read More
S-9226
Depok : FKM UI, 2016
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Irwan; Pembimbing: Suharnyoto Martomulyono
S-3580
Depok : FKM UI, 2004
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wiwi Sundawi; Pembimbing: Chandra Satrya; Penguji: Ridwan Zahdi Sjaaf; Meuthia Syafar
S-4466
Depok : FKM-UI, 2005
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rudi Ruhdiat; Pembimbing: Hendra; Penguji: Fatma Lestari, Tata Soemitra
Abstrak:

Penyakit kulit akibat kerja merupakan tiga besar penyakit akibat kerja yang banyak dilaporkan. Penyebab yang paling banyak terjadinya dermatitis kontak dengan bahan kimia, yang menyebabkan dermatitis kontak sebanyak 80%. Dermatitis kontak akibat kerja akan menyebabkan gangguan kenyamanan dan penurunan produktifitas kerja sehingga perlu diketahui dan dikendalikan. Penelitian ini merupakan sebuah observasi bersifat deskriptif yang dilihat secara cross sectional di laboratorium kimia di Jawa Barat tahun 2006. Tujuan utama untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja laboratorium kimia di PT Sucofindo. Dengan subyek penelitian adalah populasi pekerja analis. Seluruh subyek di wawancarai dengan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan fisik ujud kelainan kulit. Suhu dan kelembaban udara dilihat dari data sekunder yang dilakukan oleh perusahaan setiap bulan. Dari 61 subyek penelitian yang diwawancara dan diperiksa, 100% kontak dengan bahan kimia, 86,86% dermatitis kontak akibat kerja, dengan insidensi rate sebesar 75,41 per seratus pekerja dan prevalensi rate sebesar 86,88 perseratus pekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak, dan pemakaian APD (sarung tangan dan jas lab). Resiko terjadinya dermatitis kontak, sebesar 116 kali pada pekerja tanpa APD, sebesar 3,9 kali pada pekerja dengan riwayat atopi, dan sebesar 0,4 kali pada pekerja mempunyai perilaku mencuci tangan. Kesimpulannya adalah insidensi dan prevalensi rate dermatitis kontak akibat kerja di PT Sucofindo Laboratorium masih tinggi. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah adanya kontak, pemakaian alat pelindung diri, lama kontak dan frekuensi kontak, dengan faktor yang paling dominan adalah pemakaian alat pelindung diri. Saran-saran perlu ditingkatkannya kepedulian manajemen terhadap bahaya kontak dengan bahan kimia. Melakukan review standar operasi prosedur pemakaian sarung tangan menurut jenis dan kegunaannya. Training bagi semua pekerja mengenai bahaya kontak bahan kimia, dan perlu peningkatan program peduli kesehatan kulit sebagai upaya preventif terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.


Work related skin disease is reported as top three of occupational disease. The most happening of occupational contact dermatitis due to contact with chemicals, causing contact dermatitis as approximately 80%. Occupational contact dermatitis will influence work and reduce productivity therefore it is important to recognize and controlled.This research represent a observation have the character of descriptive seen by cross sectional at a chemical laboratory in West Java in 2006. Especial target: to see factors influencing occupational contact dermatitis at worker of chemical laboratory in PT Sucofindo. By subject research is worker of analyst at chemical laboratory. All subject in holding an interview with using questioner and conducted by physical examination of existence of husk disparity. Temperature and humidity are obtained from data of secunder done by company each month. From 61 subject of research interviewed and checked, 100% contact with chemicals, 86,86% occupational contact dermatitis, by incidence rate equal to 75,41 1 100 workers and prevalence rate equal to 86,88 1 100 worker. Factors influencing the happening of contact dermatitis duration of contact, frequency of contact, and usage personal protective equipment (gloves and lab coat). Risk of contact dermatitis, equal to 116 times worker without personal protective equipment, equal to 3,9 times of worker with history atopy, and equal to 0,4 times worker have personal hygiene. Conclusion of research is still height rate of incidence and prevalence rate of occupational contact dermatitis in PT Sucofindo Laboratory. The most dominant factors is usage of personal protective equipment (gloves and lab coat). With suggestion require to improve of caring management to dangerous chemical especially it contact with them. Standard operating procedures must be reviewed usage of gloves according to his usefulness and type. Training must be conducted to improve appropriate program in order to prevent occupational contact dermatitis.

Read More
T-2229
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Febrinasari; Pembimbing: Sjahrul M. Nasri; Penguji: L. Meily Kurniawidjaja, Yuni Kusminanti
S-5843
Depok : FKM-UI, 2009
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Adhelina Zulfiana; Pembimbing: Doni Hikmat Ramdhan; Penguji: Laksita Ri Hastiti, Aulia Rahmi
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan fatigue pada pekerja wanita di PT. X. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni-juli 2021 dengan melibatkan 5 orang pekerja dari PT. X yaitu 2 orang pekerja di bagian manajemen dan 3 orang pekerja di bagian produksi. Desain penelitian yang digunakan adalah desain studi deskriptif kualitatif dengan pengambilan data berupa data primer yang dilakukan dengan wawancara mendalam dan data sekunder dari PT.X. Faktor risiko fatigu yang diteliti terdiri dari faktor risiko terkait kerja dan faktor risiko tidak terkait kerja.
Read More
S-10680
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Tommy Christian Hutabarat; Pwmbimbing: Robiana Modjo; Penguji: Baiduri Widanarko, Dyah Eka Prasadjati
Abstrak: Kegiatan industri pertambangan emas merupakan industri yang padat modal, padat karya, dan padat teknologi. Interaksi yang tidak harmonis diantara ketiga aspek tersebut dapat menyebabkan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang erat kaitannya dengan kelelahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan prevalensi kelelahan pada pekerja di PT. X Tahun 2017. Desain studi cross-sectional digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER) dengan target penelitian sejumlah 288 responden yang berasal dari semua departemen di PT. X. Diketahui prevalensi kelelahan pekerja di PT. X yaitu sebanyak 136 pekerja mengalami kelelahan (36,8%) dan sebanyak 182 pekerja tidak mengalami kelelahan (63,2%). Dari hasil uji statistik ditemukan dua variabel yang signifikan antara lain, variabel kepuasan kerja (p-value=0,003; OR=2.140), dan variabel stres kerja (p-value=0,000). Kesimpulannya, faktor yang paling berpengaruh terhadap kelelahan merupakan faktor risiko psikososial. Sebagai upaya penanganan maka perlu dibentuk sistem manajemen penanggulangan kelelahan yang berkelanjutan, pengadaan dialog terbuka mengenai penanganan bahaya psikososial di tempat kerja, dan menerapkan komunikasi yang efektif dan budaya kerja yang kooperatif di setiap jenjang organisasi perusahaan.
Kata Kunci: kelelahan, pertambangan, kesehatan kerja, OFER

The activities of the gold mining industry are capital-intensive, labor-intensive, and technology-intensive industries. The unharmonious interactions between these three aspects can lead to work accidents and occupational diseases that are closely related to fatigue. The purpose of this study is to determine the factors associated with the prevalence of fatigue in workers at PT. X Year 2017. A cross-sectional study design was used in this study using the Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER) questionnaire with a target of 288 respondents from all departments at PT. X. It is known that the prevalence of worker fatigue at PT. X as many as 136 workers experiencing fatigue (36.8%) and as many as 182 workers did not experience fatigue (63.2%). From the statistical test results found two significant variables i.e. job satisfaction variables (p-value = 0.003, OR = 2.140), and job stress variables (p-value = 0,000). In conclusion, the most influential factor for fatigue is psychosocial risk factors. In order to solve this problem, it is necessary to establish a sustainable fatigue management management system, to establish an open dialogue on the management of psychosocial hazards in the workplace, and to implement effective communication and cooperative working culture at every level of the organization.
Keyword: fatigue, mining, occupational health, OFER
Read More
S-9334
Depok : FKM UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aisha Salwa Savitri; Pembimbing: Hendra; Penguji: Mila Tejamaya, Rizki Rahmawati
Abstrak:
Mata merupakan indera manusia yang paling dominan dalam beraktivitas. Sekitar 90% aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dikendalikan oleh sistem penglihatan sehingga penglihatan yang terganggu akan berpengaruh terhadap berbagi domain fungsional. Kelelahan mata merupakan salah satu gangguan yang paling sering ditemui pada pekerja dan dapat terjadi di berbagai jenis pekerjaan, termasuk pada pekerja fabrikasi yang aktivitas pekerjaannya sangat mengandalkan mata serta membutuhkan konsentrasi visual yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja fabrikasi di PT XYZ tahun 2025. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan pada 76 pekerja fabrikasi di PT XYZ. Variabel penelitian meliputi kelelahan mata, intensitas pencahayaan di tempat kerja, kelainan refraksi, usia, masa kerja, durasi kerja, jenis pekerjaan, dan penggunaan APD. Variabel intensitas pencahayaan diukur dengan lux meter, variabel kelelahan diukur dengan Visual Fatigue Questionnaire, dan variabel lain diukur dengan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti. Data yang dikumpulkan dianalisis secara univariat dan bivariat, yaitu dengan uji chi-square dan mann-whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 67,1% pekerja fabrikasi di PT XYZ mengalami kelelahan mata. Tiga gejala terbanyak yang pernah dialami adalah mata terasa lelah (65,8%), penglihatan kabur atau buram (56,6%), dan iritasi mata (47,4%). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kelainan refraksi (p=0,006), usia (p=0,034), dan masa kerja (p=0,004) dengan kelelahan mata. Rata-rata skor kelelahan mata juga berbeda secara signifikan berdasarkan intensitas pencahayaan (p=0,049) dan durasi kerja (p=0,007). Oleh sebab itu, untuk meminimalisir risiko kelelahan mata, perlu dilakukan perbaikan yang mencakup faktor-faktor risiko tersebut.


The eyes are the most dominant human sensory organ in daily activities. Approximately, 90% of everyday tasks rely on the visual system; therefore, impaired vision can affect various functional domains. Eye fatigue is one of the most common visual complaints among workers and can occur in various types of jobs, including fabrication work, which heavily depends on visual concentration. This study aims to analyze the factors associated with eye fatigue among fabrication workers at PT XYZ in 2025. A quantitative research design with a cross-sectional approach was employed, involving 76 fabrication workers. The variables examined included eye fatigue, lighting intensity in the workplace, refractive errors, age, years of service, working hours, job type, and the use of personal protective equipment (PPE). Lighting intensity was measured using a lux meter, eye fatigue was assessed using the Visual Fatigue Questionnaire, and other variables were measured through a self-developed questionnaire. Data were analyzed using univariate and bivariate methods, specifically chi-square and Mann-Whitney tests. The results showed that 67.1% of workers experienced eye fatigue. The three most commonly reported symptoms were tired eyes (65.8%), blurred vision (56.6%), and eye irritation (47.4%). Significant associations were found between eye fatigue and refractive errors (p=0.006), age (p=0.034), and years of service (p=0.004). Significant differences in average eye fatigue scores were also observed based on lighting intensity (p=0.049) and working hours (p=0.007). Therefore, to minimize the risk of eye fatigue, improvements targeting these risk factors are necessary.
Read More
S-12101
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive