Ditemukan 33611 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Dalam rangka menjamin akses masyarakat miskin ke pelayanan kesehatan, sejak tahun 1998 pemerintah mengadakan upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin melalui program JPS-BK, PDPSE, PKPS-BBM dan dilanjutkan pada semester I tahun 2005 dengan melaksanakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang dikelola melalui sistim asuransi oleh PT Askes untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin ke puskesmas dan rumah sakit, pada semester ke II tahun 2005 terjadi perubahan dimana pendanaan program JPKMM untuk puskesmas disalurkan oleh pemerintah melalui bank SRI ke puskesmas. Pelaksanaan program JPKMM semester ke 1I di kota Padang kurang baiknya penyerapan dan penggunaan dana oleh puskesmas, pemakaian dana baru berkisar 50 % setelah melewati waktu yang ditetapkan program. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran manajemen pelaksanaan program JPKMM semester kedua di puskesmas kota Padang dengan pendekatan sistem. Variabel input terdiri dari dana, tenaga, manlak dan juknis, pembinaan, variabel proses terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dan variabel output adalah indikator program JPKMM serta diketahuinya masalah dalam penilaian manajemen yang mempengaruhi kurang baiknya penyerapan dan penggunaan dana. Penelitian dilakukan di empat puskesmas dikota Padang yang dipilih secara purposif berdasarkan penilaian kinerja paling baik dan kurang serta penyerapan dana paling tinggi dan rendah. Penelitian dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam pada informan dari puskesmas dan Dinas Kesehatan serta melakukan telaah terhadap dokumen. Penilaian tolak ukur penelitian didasarkan kepada dimensi kecukupan dan kesesuaian. Hasil penelitian menunjukkan puskesmas yang penyerapan dana paling tinggi ternyata mempunyai fungsi perencanaan, pengarahan dan pengorganisasian yang kurang baik dan puskesmas yang memiliki kinerja paling baik ternyata memiliki fungsi-fungsi manajemen paling baik dari ketiga puskesmas lainnya. Hampir sebahagian besar puskesmas yang diteliti memiliki fungsi perencanaan dan fungsi pengawasan yang kurang baik. Kurang baiknya perencanaan disebabkan pembuatan POA JPKMM yang tidak memenuhi aturan dan ketentuan yang berlaku, turunnya dana yang tidak tepat waktu serta jumlah sasaran masyarakat miskin yang tidak akurat. Lemahnya pengawasan disebabkan kurangnya frekwensi pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Perencanaan dan pengawasan yang kurang baik diketahui menyebabkan kurang balk penyerapan dan penggunaan dana. Hasil penelitian disimpulkan bahwa manajemen pelaksanaan program JPKMM di puskesmas kota Padang masih belum baik terutama dari fungsi perencanaan dan pengawasan. Kepada pimpinan puskesmas disarankan untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan kemampuan leadership. Bagi Dinas Kesehatan disarankan untuk memberikan pelatihan dan kursus manajemen kepada pimpinan, meningkatkan pengawasan secara berkala, mengizinkan realokasi dana dan membantu puskesmas mendapatkan data sasaran yang tepat dari BPS.
In order to assure a poor society access to health services, government performed an effort of health care for poor society by ]PS-BK, PDPSE and PKPS-BBM program since 1998 and in the first semester of 2005, government also performed a Health Care Assurance for Poor Society which is managed through an insurance system by a Health Assurance Firm of health services for poor society to primary health care and hospital, in the second semester of 2005 has been changed where program fund of Health Care Assurance for Poor Society at primary health care was re-distributed directly by government to primary health care through BRI bank. The performance of Health Care Assurance for Poor Society program in the second semester were not good in reserve and usage of fund by primary health care of Padang, usage of fund is almost 50% after its limited time is over. This research purpose is to know an illustration of performance management of Health Care Assurance for Poor Society program in the second semester at primary health care of Padang by a system approach. Input variables consist of fund, human resources, operational guideline and technical guideline, supervising. Process variables consist of planning, organization, direction and controling, and output variables are program indicator of Health Care Assurance for Poor Society and also known an internal issue on management assessment which affected unsupport reserve and usage of fund. Research was conducted at four primary health cares in Padang which was selected purposively based on the most good and less job assessment and the most high and low reserve of fund. This research used a qualitative approach by a deep interview to informan from primary health care and District Health Services and studying document. Indicator assessment research based on sufficiency and conformity dimensions. Research result indicated that the most high fund reserve of primary health care has not good on planning, guiding and organizing function and the most good performance of primary health care has the best management functions of the third primary health care. Most of primary health care which is studied has not good on planning and supervising functions. This planning is not good due to the inaccurate planning on POA, the funds came late, and the target number of poor society was not accurate. The weakness of supervising is caused by supervising frequency was low of District Health Services. The planning and supervising which were not good known that caused of reserve and usage of fund were not available. From research result was concluded that the performance management of Health Care Assurance for Poor Society program at primary health care in Padang was still not good yet, especially for planning and supervising function. It was suggested to primary health care leader to improve a managerial skill in planning and controlling and improve a leadership skill in giving direction and guiding. It was also suggested to District Health Services to improve controlling periodically, permitted a fund reallocation for primary health care and cooperated with BPS to get a direct data of poor society.
Salah satu penyakit yang dijadikan sebagai patokan penggunaan obat rasional adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), jika penyakit ini tidak mendapatkan pengobatan tidak benar dan tidak tepat, kemungkinan ISPA akan berlanjut menjadi pnemoni. Banyak penelitian menyatakan bahwa antibiotik diberikan dengan tidak benar pada penderita ISPA non pnemoni. Evaluasi Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka melaporkan, tabun 2006 tingkat penggunaan antibiotik di puskesmas pada penderita ISPA non pnemoni mencapai 53,8% Desain penelitian ini cross sectional, Pengambilan data menggunakan kuesioner angket (self administration) dan dilengkapi dengan daftar monitoring peresepan diagnosis ISPA non pnemoni. Proporsi petugas kesehatan di puskesmas yang memberikan antibiotik pada penderita ISPA non pnemoni di Kabupaten Majalengka tahun 2007 sebesar 75,2%. Proporsi karakteristik individu dominan pada petugas kesehatan yagn berumur muda (8,3%), tanaga medis (77,8%), masa kerja baru (76,9%), tidak pernah mendapat pelatihan (78,4%), pengetahuan kurang (78,8%), dan mempunyai sikap negativ (96,3%). Sedangkan karakteristik organisasi lebih dominan pada petugas kesehtan yang kurang didukung Kepala Puskesmas (88,5%), tidak pernah disupervisi (80,7), tidak ada buku pedoman pengobatan dasar (80,0%), dan kecukupan obat kurang (75,4%). Variabel yang dominan/utama berhubungan denagn perilaku pemberian antibiotik pada penderita ISPA non pnemoni adalah variabel sikap. Variabel konfondingnya ada variabel suspenvisi. Dinas Kesehatan, agar meningkatkan supervisi pengobatan rasional yang diarahkan pada anjurnn penggunaan buku pedoman pengobatan dasar, perlunya pelatihan pengobatan rasional dengan peserta minimal 3 orang petugas pelayan pengobatan dari puskesmas dan petugas dari pelayanan kesebatan swasta serta lebih meningkatkan freknensi evaluasi penggunaan obai rasional di puskesmas disertai umpan balik rutin setiap tiga bulan sekali. Kepala puskesmas lebih mendukung upaya pengobatan rasional dan mengevaluasi secara rutin dan mensosialisasikan obat rasional kepada masyarekat yang berkunjung ke puskesmas. Perlunya penelitian dengan metode Dislrusi Kelompok Terarah (DKl) meliputi aspek kebijakan sistem perencanaan dan pengelolaan obat di puskesmas.
One of the discase that become a standard of rational medicine using is ISPA (Acute Respiratory Infection), if this discase do not obtain correct and exact mediacation, ISPA possibility will continue become pneumonic. Many reserches state that antibiotic gave invorrectly to ISPA non-pneumonic patient reach 53,8%. This research is using cross sectional design. Data gathering is using self-administration questioner and completed with prescription monitoring list of ISPA non-pneumonic diagnosis. Health staffs proportion in puskesmas that give antiviotic to ISPA non-pneumonic patient in Majalengka District year 2007 is 75,2%. This proportion is dominant in young health staff (8,3%), medical staff (77,8%), new work length (76,9%), never participate in training (78,4%), lack of education (78,9%) and negative attitude (96,3%). Antibiotic distribution is dominant in health staffs that less supported by puskesmas chief (88,5%), never supervised (80,7%), no standard medication guidance (80,0%) and lack of medicine availability (75,4%). Dominant variable that related with giving antiviotic behavior to ISPA non-pneumonic patient are age, attitude, availability of standard medication guidance book. support from puskesmas chief and health agency supervislon. The most dominant variable related with giving antibiotic behavior is staffs attitude (OR = 8.134). Suggested to Health Agency increasing rational medicine supervision that directed on using standard medication guidance book, require rational medicine training with minimal participants of 3 medication staffs from puskesmas and staffs from private health service also increasing frequency of rational medicine using evaluation in puskesmas along with routine feedback once evecy 3 months. Puskesmas chief is more supporting effort of rational medication and evaluating rontinely and socializing rational medication to public that visiting puskesmas. Require research with Directed Group Discussion (DKT) method including aspect of planning system policy and medicine management in puskesmas.
Asthma is an inflammatory disease (inflammation) chronic airways characterized by episodic wheezing, coughing and tightness in the chest due to airway obstruction, belongs to a group of chronic respiratory disease. Asthma is caused by inflammation of the airways in the lungs, resulting in hypersensitivity occur so easily irritated. At the event, narrowed airways and lead to less air in and out of the lungs. According to the Ministry of Health in Indonesia pravelensi asthma is a major cause of illness and 10 deaths, an estimated 2-5% of the entire population of Indonesia, means that there are 12.5 million people with asthma in Indonesia. Indoor environment or in a room or home environment can contribute to trigger asthma attacks greater than outdoor or outdoor environments. Environmental factors in the home that may affect asthma attack can be a condition of the physical environment and the behavior of families with asthma. The purpose of this study was to determine the condition of the physical environment with acute asthma cases in the area of East Jakarta Administration City with a case study on Persahabatan Hospital.
Infeksi Saluran Penfasasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan kapang yang ada dalam debu berukuran tertentu. Dapat golongkan dengan Pneumonia berat dan bukan Pnemonia untuk kelompok umur kurang dari dua bulan dan Pnemonia berat, Pnemonia sedang dan bukan Pnemonia untuk kelompok umur dua bulan sampai lima tahun. Kejadian ISPA diperkirakan 10-20% penderita penyakit di Indonesia atau dengan kejadian 1102.542 kasus yang dilaporkan oleh Puskesmas dan 810.124 kasus yang dilaporkan rumah sakit. Di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya di Kecamatan Payakumbuh masih merupakan masalah kesehatan yang utama dimana persentasenya 42,39 % tertinggi dalam 10 penyakit terbanyak yang di laporkan Puskesmas Kato Baru Simalanggang. Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mama pajanan PM10 terhadap resiko ISPA pada Balita tahun 2006 dengan lingkungan rumah dan sumber pencemaran dalam rumah lainnya dalam rumah sebagai faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan rancangan Cross sectional dengan populasi balita yang berada di Kecamatan Payakumbuh sedangkan yang menjadi sample adalah balita yang terpilih dengan six!imatic random sampling. Data diperoleh dengan pengukuran kadar PM10, dan kelembaban, observasi dan pengamatan terhadap luas ventilasi dan iuas rumah dan wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap responden. Analisis data meliputi anal isis Univariat, Bivariat, Multivariat dan Uji lnteraksi. Hasil uji Bivariat terdapat lima variabel yang mempunyai hubungan yang berrnakna dengan kejadian ISPA Balita yaitu: PM10. luas ventilasi rurnah, kepadatan hunian, kebiasaan merokok anggota keluarga dan bahan bakar masak dengan nilai p < 0,05, yaitu PMio OR = 3,07 (95%CI: 1,98 - 4,76) nilai p = 0,00, luas ventilasi OR = 3,48 (95%CI: 2,23 - 5,43) nilai p = 0,00, kepadatan hunian OR = 1,95 (95%CI: 1,15 - 3,32) nilai p = 0,02 kebiaaan merokok OR = 1,76 (95%CI: 1,08 - 2,87) nilai p = 0,03, dan bahan bakar masak OR = 3,74 (95% CI : 1,87 - 7,45) nilai p = 0,00 dengan kejadian ISPA Balita. Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Departemen Kesehatan diharapkan menggalakkan upaya imunisasi dalam pencegahan terhadap ISPA.. Untuk pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA perlu ditunjang dengan persyaratan perumahan sehat dan patut jadi kajian bagi Dinas Kesehatan Kabupaten, Propinsi maupun Departemen Kesehatan, Kepada masyarakat disarankan agar ventilasi rumah minimal 10 % dan luas lantai dan perlunya diberi penyuluhan kepada masyarakat agar tidak merokok dalam rumah dan penggunaan bahan bakar gas untuk keperluan memasak sehari-hari.
Acute respiratory infections (ARI) are a group of diseases that can be induced by air pollution in homes. In Indonesia, the prevalence of ARI is estimated around 10-20% of cases, 1,702,542 cases reported from community health centres (Puskesmas) and 810,124 cases reported from hospitals. In Lima Puluh Kota District, especially in Payakumbuh Subdistrict, ARI remains a major health problem where it is one of the top tell diseases reported by Moto Baru Simalanggang Community Health Center with a prevalence of 42.39%. The objective of this study is to elucidate the extent of PMIO in affecting risks of ART among toddlers during 2006, with house environment and pollution sources in homes as affecting factors. This study used a cross-sectional research design using systematic random sampling, with toddlers in Payakumbuh Sub District as samples. Data obtained by measuring the level of PMIO and humidity, observing the coverage of ventilation and house area, as well as conducting interviews using questionnaire. Data were analyzed with univariate, bivariate. Bivariate analysis results showed that there are five variables with significant correlation with the incidence of ARI among toddlers. all with p values < 0.05, namely PM 10 with p value = 0.00 and OR = 3.07 (95%Cl: 1.98-4.76), coverage of ventilation in homes with p value = 0.00 and OR = 3.48 (95%CI: 2.23-5.43), population density in homes with p value = 0.02 and OR = 1.95 (95%CI: L15-3.32), smoking habit within family members with p value = 0.03 and OR = 1.76 (95%CI: 1.08-2.87), and fuel used for cooking with p value = 0.00 and OR = 3.74 (95%C1: 1.87-7.45), It is suggested that the community should he educated to not smoke inside the house, ensure that houses have coverage of ventilation of at least 10% of floor area, and never bring the children along when cooking in the kitchen. District and Provincial Health Offices and Ministry of Health should provide health education to the community regarding all of the above.
