Ditemukan 28973 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Drug wholesaler must implement Good Distribution Practices (GDP) in all theirdrugs handling in an effort to guarantee drugs quality in their distribution chain.Those who already implement GDP will be awarded certificate by BPOM,through GDP certification process. As a public service in BPOM, thiscertification procedure is still not optimal in providing service to the drugwholesaler. That is because there is no timeline monitoring on the certificationimplementation, the officer in BPOM burdened to create reports in every step ofthe certification, there are lack of data and information integrity in the outcome,the uncertainty for the status and time GDP certification process will be donefor the applicant, also lack of information for public about GDP certificationresults. Therefore, researcher developed the GDP certified information systemby implement timeline monitoring indicators development concept , databasemanagement system and web-based information system. From the research, theinformation system developed with the PHP programming language and Mysqldatabase will create timeline monitoring tables that will give certification statusinformation, also time remaining for each stage of the certification so it can helpcertification plan, and public service timeline can be monitored. In addition thesystem can store every phase of the certification as well as automationdetermination whether a drug wholesaler eligible or not to be GDP certified.With a web-based information system, will ease communication betweenofficers in BPOM and drug wholesaler due to its online naturality, and thepublication of the results can be utilized by other agencies and pharmaciesindustry as a source for distributors selection to deal with.Key Words:Certification, GDP, information system
ABSTRAK Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) merupakan rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi pegawai pertamina maupun pasien umum dan merupakan pusat rujukan dari seluruh rumah sakit yang berada di bawah PT PERTAMEDIKA, sehingga diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih sempurna dibanding rumah sakit asal rujukan. Karena itu memerlukan kesiapan SDM yang berkualitas dan bertangung jawab dalam memberikan pelayanan, dalam hal ini kesehatan adalah modal utama. Salah satu upaya perusahaan untuk memenuhi kriteria sehat tersebut adalah perlunya menyelenggarakan upaya kesehatan kerja bagi seluruh pekerja rumah sakit tanpa terkecuali. Program kesehatan kerja di RSPP berada di bawah tanggungjawab Unit LK3, yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan kegitan pemeriksaan kesehatan atau medical check-up (MCU) secara rutin tiap tahun untuk semua pekerja. Namun dalam kenyataannya cakupan MCU pekerja RSPP masih terbilang rendah, yaitu tahun 2003 sebesar 55,8%, tahun 2004 menurun menjadi 47,6%. Di tahun 2003 tersebut dari yang melaksanakan MCU ditemukan sekitar 18% pekerja mempunyai keluhan atau gejala penyakit yang diduga berhubungan dengan pekerjaan. Diantaranya Carpal Tunnel Syndrome, Cervical Syndrom, Iritasi Radix, Hernia Nucleo Plasmyd, Low Back Pain, Varices, Tremor, Abortus, Vertigo, Migrain, Neuropaty dan masih banyak yang lainnya. Sistem lnformasi Kesehatan Kerja RSPP dikelola oleh Unit LK3 khususnya Bagian Kesehatan Kerja, dimana sistem ini merupakan salah satu bagian dari Sistem Informasi Rumah Sakit. Bagian Kesehatan kerja sebagai pengelola program wajib membuat laporan kesehatan kerja baik intern maupun ekstem. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Kesehatan Kerja RSPP diketahui belum adanya efisiensi pada sistem informasi kesehatan kerja dimana prosesnya belum memaksimalkan komputer dan jaringan yang sudah tersedia, karena itu perlu pengembangan sistem informasi yang mampu menghasilkan informasi :kesehatan kerja yang berkualitas, akurat dan efisien. Pengembangan Sistem lnformasi Kesehatan Kerja bertujuan selain untuk memudahkan dalam hal pencatatan dan pelaporan juga diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dibutuhkan secara lengkap, akurat dan cepat, kemudian dapat digunakan pihak manajemen dalam upaya memonitor dan mengevaluasi kesehatan pekerja. Metodologi yang digunakan adalah Siklus Hidup Pengembangan Sistem, melalui tahap identiftkasi masalah; peluang dan tujuan; penentuan syarat dan analisis kebutuhan, merancang sistem yang direkomendasikan; mengembzmgkan dan mendokumentasikan perangkat lunak dan uji coba prototipe. Pengujian sistem dilakukan di lab. Departemen Biostatistika UI menggunakan data kesehatan pekerja tahun 2005. Pengumpulan data dan infomasi melalui wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Hasil penelitian adalah suatu otomasi pengolahan data berupa prototipe Sistem Informasi Kesehatan Kerja (SIKK) yang akan di terapkan di RSPP. Analisis sistem yang dilakukan terhadap sistem kesehatan kerja yang berjalan saat ini adalah: analisis masukan, analisis basis data dan analisis keluaran, sehingga dapat ditetapkan kebutuhan sistem dan informasi. Kebutuhan sistem adalah sistem yang terintegrasi dengan menggunakan sharing basis data dengan unit-unit terkait sebagai sumber data yaitu Unit Medical Check Up, Unit Medical Record dan SDM melalui jaringan lokal yang tersedia (LAN) yang dapat melakukan otomasi dalam pengolahan data sehingga menghasilkan suatu keluaran yang diinginkan. Keluaran dari sistem ini menghasilkan informasi yang lebih informatif dengan adanya tabel dan grafik berupa Laporan Kesehatan Kerja yaitu Laporan Bulanan, Tahunan dan Indikator Kesehatan Kerja. Selanjutnya informasi ini dapat digunakan rumah sakit dalam rangka monitoring dan evaluasi kesehatan pekerjaa.
Pelaporan pelayanan KIA secara rutin setiap bulan telah dilakukan oleh puskesmas di Kota Tangerang, waiaupun masih ada yang belum tepat waktu. Laporan pelayanan KIA puskesmas berasal dari PWS KIA dan LB3 Puskesmas. Laporan texsebut merupakan alat manajemen program KIA untuk memantau calcupan pelayanan KIA diwilayah kexja puskesmas. Pemanfaatan laporan tersebut sudah dilakukau dalam memantau dan mengevaluasi program KIA di puskesmas. Analisis terhadap laporan tersebut sudah dilakukan dalam bentuk narasi, tabel atau grafik, demikian juga umpan balik ke puskesmas dilakukan melalui supervisi atap rapat rutin tiga bulanan di Seksi KIA dan KB. Namun demikian, analisis terhadap cakupan pelayanan KIA dikaitkan dengan ketersediaan layanan KIA dimasing-masing puskesmas belum optimal dilakukan. Dengan aglanya evaluasi program KIA dengan analisis spasial maka dapat diketahui keterkaitan tingkat cakupan pelayanau KIA dengan ketersediaan layanan KIA di setiap puskesmas. Hasil analisis tersebut ditampilkan dalam bentuk peta tematik sehingga lebih memudahkan bagi manajemen dalam melakukan evaluasi program KIA. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan plating posisi puskesmas dalam peta. Pengembangan sistem menggunakan pendekatan analisis sistem mulai dari mengidentitikasi masalah sampai pada menentukan data yang dibutuhkan sistem. Kemudian mendisain sisten; mulai dari pengumpulan, pengolahan dan penyajian data serta perancangan program aplikasinya. Tahap selanjutnya dilakukan analisis spasial. Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya prototipe pengembangan analisis spasial PWS KIA secara komputerisasi dengan menghasilkan informagsi dalam bentuk peta cakupan pelayanan KIA dikaitkan dengan ketersediaan layanan KIA. Berdasarkan hasil tersebut puskesmas yang ada di Kota Tangerang dapat diklasiiikasikan berdasarkan tingkat cakupan indikator KIA dan ketersediaan pelayanan KIA. Ada 8 puskesmas dengan tingkat cakupan indikator KIA masuk kategori baik dan 4 diantaranya adalah ketersediaan pelayanan KIA-nya kurang yaitu Puskesmas Cipondoh, Kunciran, Neglasari dan Jatiuwung. Sebaliknya ada 7 puskesmas dengan indikator KIA kurang dan 4 diantaranya ketersediaan pelayanan KIA cukup yaitu Puskesmas Jurumudi Baru, Gembor, Kedaung Wetan dan Pasar Baru.
Reporting of MCH services regularly each month had been undertaken by Tangerang City community health center (puskesmas), although it was not reported on time. Puskesmas MCH service taken from MCH Local Area Monitoring (Pemarztauan Wilayah Setempat) and MCH/Family Planning Monthly Report (LB3). These reports are a management tool for monitoring of MCH services coverage at puskesmas working area. The reports had been utilized in monitoring and evaluating of MCH Program at puskesmas. Then, it analyzed in types of narration, table, and graphic. In addition, the feed back to puskesmas given by supervision or three-monthly regular meeting at MCH Section and Family Planning. However, analysis for MCH service coverage related to the availability of MCH services in each puskesmas had not been implemented optimally. Through MCH Program evaluation with spatial analysis, the association between MCH service coverage level and its availability in each puskesmas known. The result of analysis presented in thematic map in order to facilitate evaluation of MCH Program by management. Data collection methods are observation, interview, and plotting of puskesmas in map. The system development using system analysis approach starting from the problem identification until data determination needed by system. Then, system design starting fiom data collection, analysis, and presentation and also the design of application program. The final step is spatial analysis. The product of research is prototype of MCH Local Area Monitoring (Pemanfauan Wilayah Serempat) spatial analysis development by computerization. The prototype of information is map of MCH service coverage related to the MCH Program availability. Hence, all puskesmas in Tangerang City classified based on the level of MCH indicator coverage and its availability. There were 8 puskesmas with its MCH indicator coverage level put in good category and four of them have poor MCH availability, namely Puskesmas Cipondoh, Kunciran, Neglasari, and Jatiuwung. In contrary, there were 7 puskesmas with poor MCH indicator. Four of them have enough the availabilities of MCH service i.e. Puskesmas Jurumudi Barn, Gembor, Kedaung Wetan and Pasar Baru.
Selama ini yang menjadi masalah di Subdit Inspeksi Produk II, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisiona1, Kosmetik dan Produk Komplemen unt-uk kegiatan pengawasan kosmetik yang ada di peredaran adalah tidak adanya basis data kosmetik terdaftar yang lengkap dan cepat bila diperlukan sewaktu-waktu untuk proses tindak lanjut atau pemberian sanksi kepada produser distributor importir yang melanggar. Juga belum adanya basis data kosmetik yang diuji sehingga tidak ada data kosmetik yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat baik tidak memenuhi syarat mutu maupun tidak memenuhi syarat penandaan. Kegiatan pengawasan kosmetik sangat didukung oleh sistem informasi yang 1engkap, cepat dan tepat. Dengan adanya prototype sistem informasi pengawasan kosmetik di Subdit Inspeksi Produk II ini diharapkan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi selama ini. Prototype ini selain menghasilkan basis data kosmetik terdaftar, basis data kosmetik yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat, data monitoring juga dapat menghasilkan output berupa laporan hasil pengawasan kosmetik berupa indikator pengawasan untuk laporan bulanan, triwulan atau tahunan. Manfaat dari prototype sistem informasi pengawasan kosmetik ini diharapkan dapat mendukung keiancaran dalam proses pengawasan kosmetik yang ada di peredaran, yaitu di Subdit Inspeksi Produk II.
During the time becoming the problem in Sub Directorate of Inspection Product II, Directorate Inspection and Certification of Traditional Medicine, Cosmetic and Product Complement for cosmetic control on the market is the cosmetic registration of data bases inexistence, complete and quickly when needed at any times in process of follow-up action or give of sanction to the company/distributor/importer which not complying. Also there is no the cosmetic analyze data bases, so that there is no the cosmetic data for cosmetic is compliance and the cosmetic data for cosmetic is not compliance for quality requirements and also labeling requirements. Activity of the cosmetic control is very supported by complete information system, quickly and correct. With existence of information system prototype of the cosmetic control in Sub Directorate of Inspection Product II that hoped as solution for the solving of problems that happened during the time. This prototype unless produces the cosmetic registration data basis, cosmetic data basis of compliance and not compliance, monitoring data but also it can produce output the result of cosmetic control of control indicator for report every month, three months or year. Benefit of information system prototype of this cosmetic control is expected can support fluency in process of cosmetic control to the market in Sub Directorate of Inspection Product II.
ABSTRAK
Latar belakang : Usia Harapan Hidup (UHH) diperkirakan pada 2014 sudah mencapai 72 tahun. Peningkatan tersebut akan berdampak pada peningkatan jumlah lansia. Pada tahun 2050 mencapai 2 milyar lansia. Meningkatnya jumlah lansia menjadi perhatian kita semua, baik pemerintah, lembaga masyarakat maupun masyarakat itu sendiri. Kementerian kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan indikator dalam pelayanan kesehatan lanjut usia. Namun dalam pelaksanaannya, target indikator tersebut masih belum tercapai, terutama skrining kesehatan pada 100% lansia di panti werdha.
Tujuan : Mengembangkan sistem informasi pemantauan status kesehatan lansia agar dapat memonitoring status kesehatan lansia.
Metode : menggunakan metode kualitatif dan System Development Life Cycle (SDLC).
Hasil : Dengan dikembangkannya sistem informasi pemantauan status kesehatan lansia berbasis panti werdha, maka panti werdha dapat memberikan informasi capaian skrining kesehatan lansia dipanti kepada puskesmas dan suku dinas kesehatan. Selain itu, keluarga lansia juga dapat memonitoring status kesehatan lansia.
Kesimpulan : Pengembangan sistem informasi ini menghasilkan data status kesehatan individu lansia dilevel panti terkait capaian indikator skrining kesehatan pada 100% lansia dipanti yang dapat dimanfaatkan oleh puskesmas, suku dinas kesehatan maupun keluarga lansia.
ABSTRACT
Background: life expectancy estimated in 2014 has been reached 72 years. The increase will have an impact on the increasing number of elderly. In 2050 will be reached 2 billion elderly. The increasing number of elderly being attention for government, community agencies and the community itself. Indonesian republic's ministry of health has set an indicator in elderly health care. But in practice, the target indicator is still not achieved, especially at 100% health screening elderly in nursing homes.
Objective: develop monitoring health status information systems to elderly.
Methods: using qualitative methods and System Development Life Cycle (SDLC).
Results: developed of monitoring information system based on the health status of elderly nursing homes, can provide performance indicator of elderly health screening to the primary health care and district of health. In addition, elderly relatives can also monitor the health status of elderly.
Conclusion: these information system development to produce health status data of elderly individuals associated performance indicators nursing homes at 100% health screening elderly in nursing homes, which can be used by primary health care, district of health and elderly families.
Air merupakan bahan yang begitu vital dalam hidup setiap makhluk hidup, terutama manusia, sehingga keberadaannya perlu dijaga dengan baik. Kepadatan penduduk meningkatkan kebutuhan masyarakat pada air, apabila tidak diikuti dengan sanitasi yang baik maka krisis air tidak dapat dihindari. Pemanfaatan data yang tinggi dan kebuhrhan terhadap analisis yang cepat dan tepat, telah mendorong adanya kebutuhan terhadap pengembangan sistem informasi geografis kesehatan pada Air Minum dan Penyehatan Lingktrngan (AMPL) untuk menunjang proses perencaruran dan pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan model sistem informasi analisis spasial faktor resiko penyakit bawaan air yang mampu mendukung pengambilan keputusan dalam proses perencan.urn peningkatan kualitas dan kuantitas sarana air bersih dan sanitasi nasional. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan studi dokumen di AMPL Pusat dan Sekretariat STBM Pusat. Sistem ini dikembangkan dengan memasukan indikator faktor risiko diare melalui tiga variabel yaitu: kependudukan, lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat, yang selanjutnya dilakukan identifikasi wilayah berisiko diare di tingkat provinsi dan plotting sebaran pelaku program percepatan akses SABS. Dengan melahrkan proses analisis over laying dan plotting data dalam sistem ini, maka keluaran yang didapatkan berupa data tabulasi, grafik dan peta, yang dipercaya manlrpu melihat kesenjangan masing-masing wilayah. Analisa spasial dilakukan dengan menggunakan software Arc View 3.3 (non open source) sehingga masih dibutuhkannya eksplorasi software yang lebih praktis dalam menjawab kebutuhan pengguna sistem kedepannya.
Water is such a vital comodity in the lfe of every living teature, especially humans, so fts presence should be maintained properly. Population density increases the water needs of the community, thus the water crisis can not be avoided if onlyJbllowed by good sanitation. High data utilization ond the need for rapid and precise analysis, has driven the need for the development of geographic information systems in health Drinking Water and Sanitation (AMPL) to support planning and decision-making process. This study aimed to identify models of information systems spatial analysis of water-borne disease risk factors that can support decision making in the planning process improved the quality and quantity of clean water and sanitation facilities nation wide. Data collection methods used are in-depth interviews and document studies at the Centre AMPL and the Secretariat STBM, Jakarta. The system was developed by including indicators of risk factors of diarchea in three variables: population, erwironment and behavior of clean and healthy, which in turn made the identification of areas at risk of dianhea at the provincial level and plouing the distribution of program participants access acceleration SABS. SABSBy doing the over-laying and plotting dota analysis in this system, then its output is obtained in the form of data tabulation, charts and maps, are believed to be able ta see the gap of each region. Spatial analysis is done using soffi,vare Arc View 3.3 (non open source) so it still needs a more practical exploration software in answering the needs offuture users of the system.
