Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 30120 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Luthfia Nadia; Pembimbing: Syahrizal Syarif; Penguji: Renti Mahkota, Mugia Bayu Rahardja
Abstrak: Perdarahan obstetri adalah salah satu penyebab utama kematian maternal di negara berkembang dan penyebab 50% dari 500.000 kematian maternal yang diperkirakan terjadi per tahun di dunia. Sebesar 7,6% dari komplikasi persalinan yang terjadi di Indonesia adalah komplikasi perdarahan pascapersalinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian komplikasi perdarahan pascapersalinan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan analisis data sekunder SDKI 2012. Populasi penelitian adalah seluruh wanita usia 15-49 tahun yang pernah melahirkan di Indonesia dalam kurun waktu Januari 2007 sampai pelaksanaan SDKI 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan rendah (PR=1,248; 95% CI: 1,108 ± 1,405), umur ibu 35 tahun (PR= 1,157; 95% CI: 1,007 ± 1,329), perilaku merokok ibu (PR= 1,991; 95% CI: 1,047 ± 1,425), paritas >3 anak (PR= 1,221; 95% CI: 1,047 ± 1,425), komplikasi kehamilan (PR= 2,805; 95% CI: 2,477 ± 3,175), riwayat komplikasi persalinan (PR= 1,765; 95% CI: 1,468 ± 2,123), dan kelengkapan pelayanan antenatal (PR= 0,79; 95% CI: 0,664 ± 0,94) berhubungan dengan kejadian komplikasi perdarahan pascapersalinan. Perlunya komitmen pemerintah untuk memperbaiki cakupan fasilitas kesehatan, pelatihan lebih lanjut pada tenaga kesehatan, dan pemberian edukasi pada masyarakat sehingga menumbuhkan kesadaran hak dan kebutuhan tentang kesehatan ibu dan anak.

Kata kunci: Komplikasi Persalinan, Perdarahan Pascapersalinan, Faktor yang Berhubungan, Indonesia, SDKI 2012
Read More
S-8678
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Natasia; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Putri Bungsu, Dian Kurnia Rabbani
S-10024
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Gusti Ayu Sindy Prabayuni; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Sandra Fikawati, Farida Ekasari
S-8574
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Desri Magdalena Purba; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Syahrizal Syarif, Ari Kusuma
S-7756
Depok : FKM UI, 2013
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Meyrisca Fatmarani; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Rahmadewi
S-8859
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Denny Saptono Fahrurodzi; Pembimbing: Helda; Penguji: Yovsyah, Julianty Pradono
Abstrak: Latar Belakang: Gagal jantung memiliki angka bertahan hidup yang rendah. Sekitar 26 juta orang dewasa hidup dengan gagal jantung di dunia. Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %. Metode: Penelitian ini menggunakan data Riskesdas tahun 2013 dengan desain studi cross-sectional. Sampel adalah seluruh penduduk yang berada di Indonesia berusia ≥18 tahun. Diagnosis gagal jantung (decompensatio cordis) berdasarkan diagnosa dokter. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 655.192 orang. Hasil: Analisis data menunjukkan prevalensi gagal jantung terdiagnosis sebesar 0,1%. Faktor risiko yang paling besar terhadap kejadian gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung koroner (POR=42,578; 95% CI=35,982-50,383; p<0,001). Kesimpulan dan saran: Kejadian gagal jantung berdasarkan diagnosis dokter memiliki prevalensi 0,1% dan penduduk perempuan yang memasuki masa menopause dan berumur lebih dari 41 tahun diharapkan rutin melakukan cek kesehatan jantung serta mengurangi aktivitas sedentari. Selain itu, penduduk disarankan untuk menghindari penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, stress, hipertensi, obesitas, dan merokok dengan pola hidup sehat agar terhindar dari gagal jantung. Kata kunci: Gagal Jantung, Sosiodemografi, Gaya Hidup, Riwayat Penyakit Latar Belakang: Gagal jantung memiliki angka bertahan hidup yang rendah. Sekitar 26 juta orang dewasa hidup dengan gagal jantung di dunia. Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %. Metode: Penelitian ini menggunakan data Riskesdas tahun 2013 dengan desain studi cross-sectional. Sampel adalah seluruh penduduk yang berada di Indonesia berusia ≥18 tahun. Diagnosis gagal jantung (decompensatio cordis) berdasarkan diagnosa dokter. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 655.192 orang. Hasil: Analisis data menunjukkan prevalensi gagal jantung terdiagnosis sebesar 0,1%. Faktor risiko yang paling besar terhadap kejadian gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung koroner (POR=42,578; 95% CI=35,982-50,383; p<0,001). Kesimpulan dan saran: Kejadian gagal jantung berdasarkan diagnosis dokter memiliki prevalensi 0,1% dan penduduk perempuan yang memasuki masa menopause dan berumur lebih dari 41 tahun diharapkan rutin melakukan cek kesehatan jantung serta mengurangi aktivitas sedentari. Selain itu, penduduk disarankan untuk menghindari penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, stress, hipertensi, obesitas, dan merokok dengan pola hidup sehat agar terhindar dari gagal jantung. Kata kunci: Gagal Jantung, Sosiodemografi, Gaya Hidup, Riwayat Penyakit.
Read More
S-9318
Depok : FKM-UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rahmah Aulia Zahra; Pembimbing: Syahrizal Syarif; Penguji: Yovsyah, Zakiah
Abstrak: Perdarahan pasca persalinan merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya kematian pada ibu. Pada tahun 2017 terdapat sekitar 295.000 wanita meninggal selama kehamilan dan persalinan, dimana 75% penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan pasca persalinan, infeksi, preeklamsia/eklamsia, dan komplikasi lainnya dari persalinan. Di Indonesia dari 20 penyebab kematian ibu, perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab nomor satu kemarian ibu. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih jauh dari target MDGs yang telah ditetapkan bahkan tiga kali lipat lebih tinggi dari target yang seharusnya. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang serius dan perlu diprioritaskan. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan pasca persalinan di Indonesia pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017 (SDKI 2017). Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh wanita usia subur yang berusia 15-49 tahun yang pernah melahirkan selama 5 tahun terakhir sebelum survei dilakukan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa umur (PR= 1,1), tingkat pendidikan (PR= 1,39), tempat tinggal (PR= 1,11), paritas (PR= 1,13), riwayat komplikasi kehamilan (PR= 0,91), kelengkapan pemeriksaan ANC (PR= 1,35), penolong persalinan (PR= 1,59), tempat persalinan (PR= 1,38), dan kepatuhan konsumsi tablet tambah darah (PR= 1,14) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian perdarahan pasca persalinan (p= <0,05). Perlunya komitmen pemerintah dalam mengoptimalisasi upaya perencanaan program yang strategis dan sistematis meliputi pencegahan dan manajemen yang tepat sejak ibu berada dalam periode kehamilan hingga masa nifas serta pemberdayaan dan pemberian edukasi pada perempuan, keluarga, dan masyarakat, khususnya pada kelompok-kelompok rentan
Read More
S-10898
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Harun Al Rosyid; Pembimbing: Nurhayati Adnan; Penguji: Irwan Panca Wariaseno, Yovsyah
Abstrak: Remaja merupakan fase lanjutan dari fase kanak-kanak sebelum menuju dewasa dengan pertumbuhan dan perkembangan pada aspek biologis, kognitif, psikososial, dan emosional. Pada fase tersebut, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mencoba hal-hal baru termasuk terkait perilaku seksual berisiko pada remaja. Berdasarkan laporan SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) tahun 2017 bahwa remaja pria maupun wanita mencoba melakukan hubungan seksual pranikah pertama kali di usia 15-19 tahun dengan proporsi sebesar 8 persen untuk pria dan 2 persen untuk wanita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara pendidikan kesehatan reproduksi yang diterima pertama kali di sekolah terhadap perilaku seksual pranikah para remaja pria 15-19 tahun di Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SDKI KRR tahun 2017 dengan jumlah total sampel sebanyak 7.345 remaja yang sudah disesuaikan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah tercatat sebanyak 6.966 (94.8%) remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah sedangkan remaja yang tidak pernah melakukan hanya sebanyak 379 (5.2%) remaja. Berdasarkan hasil bivariat didapatkan bahwa variabel pendidikan kesehatan reproduksi tentang sistem reproduksi manusia (p = 0.000), keluarga berencana (p = 0.000) dan HIV/AIDS (p = 0.002) memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual pranikah remaja. Selain itu, variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah remaja adalah komunikasi dengan guru (p = 0.004) dan tingkat pendidikan (p = 0.000 dan 0.008). Sedangkan variabel tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan (p = 0.095).
Adolescence is an advanced phase from childhood before heading to adulthood with growth and development in biological, cognitive, psychosocial, and emotional aspects. Within the phase, adolescents have a high curiosity to try or explore new things, including risky sexual behavior in adolescents. Therefore, based on the IDHS report of 2017 on Adolescent Reproductive Health (KRR) that male and female adolescents tried to have premarital sex for the first time at the age of 15-19 years with a percentage of 8 percent for men and 2 percent for women. This study aims to determine the relationship between reproductive health education that received for the first time at school to the premarital sexual behavior of male adolescents aged 15-19 years in Indonesia. The data used in this study is IDHS data for the 2017 KRR with a total sample of 7.345 adolescents who have been adjusted by both of the inclusion and exclusion criteria of the study. This study used a cross sectional study design. The results of this study are there were 6,966 (94.8%) teenage boys aged 15-19 years who had premarital sexual intercourse, while only 379 (5.2%) teenagers who had not. Based on bivariate analysis, It was found that the variables of reproductive health education about the human reproductive system (p=0.000), family planning (p=0.000) and HIV/AIDS (p=0.002) had a significant relationship with adolescent premarital sexual behavior. In addition, variables related to adolescent premarital sexual behavior are communication with teachers (p = 0.004) and education level (p = 0.000 and 0.008). While the variable of residence did not have a significant correlation (p = 0.095).
Read More
S-11107
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dine Dyan Indriani; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Syahrizal, Pratono
Abstrak:
Infeksi Menular Seksual memiliki dampak besar pada kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh dunia. Lebih dari 30 bakteri, virus dan parasit yang berbeda diketahui ditularkan melalui kontak seksual, termasuk seks vaginal, anal dan oral. Mayoritas pasien sifilis adalah laki-laki sebesar 54%. Jumlah kasus PIMS pada LSL sebesar 6.997 orang (Kemenkes, 2022). Pada tahun 2023 Jawa Barat memiliki jumlah kasus sifilis sebesar 3.186. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian sifilis yang dikelompokkan menjadi faktor biologis dan demografi, faktor perilaku, faktor health access, dan social environment. Penelitian ini merupakan studi cross sectional menggunakan data sekunder bersumber dari data STBP 2018/2019. Hasil pada penelitian ini adalah 11,33% responden positif sifilis. Responden HIV+ 27%, Hepatitis B+ 5 % dan 0,2% Hepatitis C+, respoden menjual seks 34% dan membeli seks 10%. Sebanyak 78% tidak melakukan pemeriksaan IMS, 56% tidak melakukan pengobatan IMS, 70,1% responden tidak terpapar informasi, dan 65% tinggal bersama pasangan/keluarga. Pada hasil analisis didapatkan faktor yang memiliki pengaruh adalah status HIV ((PR=2,77; 1,815-4,250) dan tingaal bersama teman/pasangan pria/waria (PR= 1,181; 0,555-2,512) dan tinggal sendirian (PR= 2,1; 1,338-3,289) cenderung lebih berisiko menderita sifilis dibandingkan responden yang tingga Bersama keluarga/pasangan Wanita

Sexually Transmitted Infections have a major impact on sexual and reproductive health worldwide. More than 30 different bacteria, viruses and parasites are known to be transmitted through sexual contact, including vaginal, anal and oral sex. The majority of syphilis patients are men, 54%. The number of PIMS cases among MSM is 6,997 people (Ministry of Health, 2022). In 2023, West Java have a total of 3,186 syphilis cases. This study aims to determine the factors that influence the incidence of syphilis which are grouped into biological and demographic factors, behavioral factors, health access factors, and social environment. This research is a cross sectional study using secondary data sourced from 2018/2019 IBST data. The results of this study were that 11.33% of respondents were positive for syphilis. 27% of respondents were HIV+, 5% Hepatitis B+ and 0.2% Hepatitis C+, 34% of respondents sold sex and 10% bought sex. As many as 78% did not undergo STI testing, 56% did not undergo STI treatment, 70.1% of respondents were not exposed to information, and 65% lived with their partner/family. In the results of the analysis, it was found that the factors that had an influence were HIV status ((PR=2.77; 1.815-4.250) and living with a male/transgender friend/partner (PR= 1.181; 0.555-2.512) and living alone (PR= 2.1 ; 1,338-3,289) tend to be more at risk of suffering from syphilis than respondents who live with their family/partner.
Read More
T-6866
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive